Kali ini saya akan membahas tentang
Psikologi Klinis, yang terbagi menjadi Klinis Anak serta Klinis Dewasa.
Sebagai seorang psikolog klinis, terdapat beberapa metode untuk membantu
permasalahan klien. Salah satu yang paling penting dan paling sering
digunakan adalah wawancara. Wawancara sendiri merupakan proses menggali
informasi tertentu dari subjek yang ingin diwawancarai secara face-to-face.
Melalui sesi tanya jawab secara tatap muka dengan klien, psikolog
berusaha menemukan titik permasalahan yang dimiliki klien yang kemudian
disusun dalam sebuah rapport untuk dianalisis kembali. Jika
kita melihat proses wawancara terhadap figur-figur besar yang
ditayangkan di televisi, beberapa jurnalis membawa buku catatan atau
bahkan alat perekam. Metode ini juga sering dilakukan oleh para psikolog
klinis untuk mempermudah membina rapport klien.
Menjadi pewawancara yang baik bukanlah
hal yang mudah. Terkadang ada beberapa aspek sensitif yang harus
ditanyakan kepada klien, namun belum tentu klien tersebut bersedia untuk
membicarakannya. Karena itulah, psikolog harus memiliki strategi
tertentu untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa cara yang dapat
dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended questions), atau dengan menggunakan teknik wawancara tidak langsung (indirective interview),
dimana psikolog mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang secara tidak
langsung memancing respon klien yang mengacu terhadap hal-hal tertentu.
Khusus untuk psikolog klinis anak,
wawancara tidak dapat dilakukan hanya terhadap subjek yang berkaitan
saja. Perkembangan kognitif anak-anak masih belum sempurna yang
menyebabkan proses wawancara dapat menjadi kurang efektif, sehingga
wawancara tambahan dengan orangtua klien dianggap sangat membantu. Maka
dari itu, peran orangtua sangat diharapkan oleh psikolog.
Walaupun sering digunakan, wawancara
memiliki beberapa kekurangan, di antaranya adalah membutuhkan waktu yang
cukup lama. Dalam setting psikologi klinis, sebagian besar
klien bertemu dengan psikolog dengan kondisi tidak saling mengenal satu
sama lain, sehingga sulit untuk klien untuk langsung membuka diri
terhadap psikolog, terutama bagi klien yang memiliki tendensi introversi
yang tinggi. psikolog membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mendekatkan diri sampai klien merasa dapat mempercayai psikolog tersebut
dan merasa cukup nyaman untuk membuka dirinya. Karena itulah, proses
wawancara dalam setting ini tidak dapat langsung selesai dalam satu atau dua sesi saja.
Selain itu, kondisi fisik dan suasana
hati psikolog sendiri harus diperhatikan demi kelangsungan proses
wawancara yang efektif. Wawancara menguras kognitif dan energi yang
cukup besar, sehingga jika sejak awal psikolog tidak dalam keadaan yang
prima, wawancara hendaknya tidak dilakukan atau ditunda ke lain waktu.
Namun hal tersebut tergantung pada profesionalitas psikolog tersebut.
Dosen saya, Ibu Henny, pernah berkata bahwa ia tetap melakukan konseling
walapun dengan kondisi badan yang tidak fit. “Selama ngga sampai pingsan, sambil merayap juga konseling tetap saya jabanin”, begitulah kira-kira inti dari intermezzo beliau. Kelak saya ingin menjadi psikolog dengan profesionalisme dan determinasi yang tinggi seperti beliau :D
2 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar