Di tulisan saya Psikolog Klinis: Sebuah pilihan saya
mengatakan bahwa banyak sekali orang takut pergi ke psikolog, alasannya
adalah karena mereka takut rahasia terdalam-nya terungkap. Mengapa
mereka mengira rahasia mereka akan terbongkar?
Hem...ternyata alasannya adalah, seorang Psikolog itu kepo. Padahal, mereka bukan kepo, loh. Kepo itu ingin tahu aja tanpa
alasan yang jelas. Berbeda dengan psikolog ketika praktek, mereka
memang harus mengetahui riwayat klien untuk sebuah tujuan. Mereka harus
mengetahui apa sebenarnya penyebab masalah klien, agar tahu ke depannya
apa yang harus dilakukan. Mulai dari sejarah keluarga, pendidikan,
pekerjaan, pernikahan, hubungan interpersonal. hobi, bahkan hingga
riwayat medis! Wah! Masih banyak lagi sebenarnya, namun semua itu
perlu. Bayangkan pekerjaan seorang psikolog yang bertugas. Dengan kata
lain mereka harus mengetahui dari A hingga Z yang berhubungan dengan
masalah klien. Bahkan dengan teman dekat sekalipun, belum tentu mereka
mengerti dan tahu persis.
Mengapa sih hal ini perlu? Mudah saja, agar tidak salah kasih
'obat'. Sama seperti para dokter, mereka harus tahu dulu gejala sakit
hingga penyebabnya, baru dapat memberikan obat terbaik. Kalau salah beri
obat, kasihan pasien-nya kan? Kalau dokter salah suntik, sakit sedikit lah. Kalau psikolog yang salah beri obat, wah bisa-bisa menderita seumur hidup dia. Ini mengenai mental, pikiran, otak klien loh!
Maka dari itu, kejujuran klien sangat dihargai oleh seorang psikolog.
Tidak perlu takut, para Psikolog di sumpah saat menerima ijin kok. ^^
Seperti harapan. |
Dan ya, terkadang memang apa yang ingin dicari adalah pengalaman tidak
menyenangkan, bahkan memalukan. Sehingga untuk mengingatnya kembali pun
sangat menyakitkan. Untuk sakit tubuh, kita pasti meminum obat pahit,
disuntik, bahkan terkadang melakukan operasi. Hal tersebut juga tidak
menyenangkan, namun untuk sembuh, kita harus melaluinya kan? Sama ketika
jiwa kita yang sakit, itu mirip dengan kanker, dan harus di operasi, melewati
jalan yang menyakitkan, namun akhirnya kita dapat meraih kebebasan
jiwa. Menjadi lebih damai dan lebih tenang. Bukankah tujuan akhirnya
menyenangkan? Tidak ada proses yang benar-benar menyenangkan kan?
Saya jadi teringat kata seorang kakak kelas di SMA, "Saat-saat tidak
menyenangkan adalah saat pembelajaran sesungguhnya", katanya. Ingat kata
pepatah juga, "Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian!"
20 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar