Minggu, 31 Maret 2013

gambaran sosial (Hero Putera Halim)

Identitas diri, memegang peranan penting juga lho ternyata dalam proses pencarian informasi dan untuk melengkapi data yang belum didapatkan saat kita melakukan wawancara terhadap seseorang.. identitas diri ini ternyata masuk dalam bagian sosial history juga lho kawan, ingin tahu lebih lanjut mengenai sosial history? let's check this out..^^
      Sosial history, mungkin beberapa dari kalian pasti pernah bukan mendengar mengenai hal ini? sosial history ini ternyata merupakan data-data mengenai biodata atau identitas diri mengenai klien atau orang yang ingin kita wawancarai lho.. hanya saja, cakupan dalam sosial history ini lebih luas dari sekedar biodata biasa.. educational level attained, family of origin,dll.. beberapa hal yang tadi ternyata merupakan bagian dari sosial history lho.. cukup berbeda kan kawan dengan biodata pada umumnya.. 
      Educational atau yang sering kita kenal sebagai pendidikan, ternyata dalam bagian ini orang yang diwawancarai / klien kita diminta untuk menceritakan mengenai bagaimana pengalaman beliau saat masa-masa sekolah, beliau juga diminta untuk menunjukan rapor / hasil studi nya saat masih besekolah dahulu, bagaimana pergaulan beliau saat ia bersekolah, dll.. sebenernya untuk apa si semua itu? seringkali kita tidak menyadari ternyata lingkungan sekolah itu memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadiaan seorang anak.. kalau dalam lingkungan sekolahnya saja beliau sulit untuk bergaul ataupun sulit beradaptasi dengan lingkungannya bisa dipastikan beliau akan menjadi seorang yang sulit untuk bergaul di lingkungan selain sekolah, selain itu juga pergaulan yang kurang baik mengakibatkan seseorang bisa menjadi kurang baik. 
      Tidak hanya dibidang pendidikan saja, ternyata family of origin (keluarga asal) atau yang kita sering kita lihat di pohon keluarga yang terdiri dari kakek-cucu pada awalnya juga menjadi pertimbangan seorang psikolog untuk mencari tahu akar masalah dari seorang klien ini.. contohnya saja, kasus skizofrenia, kasus skizofrenia bisa terjadi karena adanya pengaruh gen atau keturunan, kalau seandainya salah satu keluaga (ibu) mengalami skizofrenia, hal ini tidak menutup kemungkinan seorang anak nya bisa mengalami skizofrenia.. 
     setelah mengetahui mengenai beberapa hal yang tercakup dari sosial history ( sejarah sosial), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan hal ini : 1. mencoba untuk peka atau cari tahu mengenai ras atau etnis dari klien atau orang yang mw kita wawancarai , 2. ingat kita sedang mewawancara, bukan mengintrogasi seseorang, 3. cobalah untuk mendengarkan dan fokus terhadap apa yang dikatakan klien, dll..
ternyata sosial history dari seseorang itu penting lho teman", dari sini kita belajar bahwa untuk menjadi pewawancara yang baik sosial history adalah hal yang patut untuk difokuskan karena itu akan membantu kita untuk mendiagnosa / memperkirakan gangguan atau apa yang menyebabkan klien/orang yang kita wawancarai bermasalah.

25 Maret 2013

Social History (Patricia Gloria)

Pada perkuliahan teknik wawancara mengenai topik Social History. Mengenai refleksi minggu ini mendapatkan mengenai keterampilan seorang interviewer yaitu mengetahui sejarah pada kehidupan oleh subjek atau interviewee. Social history berguna untuk mengetahui faktor lingkungan dan memberikan kontribusi pada sebab munculnya masalah pada interviewee.

Social history bertujuan untuk memberikan infromasi yang lebih mendeskripsikan kesulitan atau permasalahannya subjek atau interviewee. Ada beberapa area mengenai social history yaitu, kehidupan dalam keluarga, pendidikan, pekerjaan, status hubungan, jaringan sosial, sejarah seksual, catatan medis, psikoterapi, catatan hukum, pemakaian alkohol, pemakaian kafeein, agama, dll.

Pada sejarah keluarga perlu ditanya kepada interviewee bagaimana kehidupan dalam keluarga, tinggal dengan siapa, apa saja permasalahan dalam keluarga, ada atau tidaknya permasalahan yang pernah dialami salah satu anggota keluarga, dengan siapa saja subjek tinggal, hubungan dengan siapa saja. berguna untuk mengetahui latar belakang permasalahan subjek serta dibutuhkan membuat genogram.

Dalam kehidupan interviewee perlu juga mengetahui sejarah mengenai pendidikannya. Karena penting untuk berkomunikasi dengan baik dan dapat mengali lebih banyak informasi dari subjek. Berguna untuk mengkombinasikan bahasa subjek dengan interviewer.

Mengenai latar belakang pekerjaan. Perlu diperhatikan bahwa dalam menyanyakan bagi subjek yang tidak bekerja sebaiknya mengunakan pertanyaan "apa kesibukan anda". Supaya tidak memberikan penilaian pada subjek dan membuat klien merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut.

Perlu ditekankan pada status hubungan klien atau subjek mengenai statusnya apakah melajang, menikah, bercerai atau telah meninggal. Mungkin juga permasalahan dapat muncul dari status hubungan pada klien. Dan pada hubungan pertemanan dengan klien, juga perlu di ketahui agar dapat mengetahui bagaimana hubungan dan kehidupan pertemanan dari klien.

Untuk klien atau subjek dalam kelompok usia dewasa perlu ditanyakan bagaimana kehidupan rekreasi subjek bagaimana subjek atau klien membawa stress dalam diri klien untuk melakukan kesenangan. Sedangkan pada sejarah seksual, juga perlu diketahu apakah subjek mengalami sexsual abuse atau tidak.

Catatan medis juga perlu karena juga akan berpengaruh pada klien apakah klien mengkonsumsi obat-obatan kafeein alkohol dan dapat juga permasalahan yang dialami oleh klien pada mengkonsumsi alkohol atau kafeein atau obat-obatan karena dapat saja mengalami efek samping. Kemudian catatan hukum yang pernah terjadi pada diri klien.

31 Maret 2013

Social History (Fransisca Andriyani)

     Pada tanggal 21 Maret, 2013, membahas mengenai tema yang menarik, yaitu mengenai social history. Social history digunakan untuk merangkai info-info yang ingin didapatkan mencakup lingkungan sekitarnya, dimulai dari ia berada dalam masa kanak-kanak sampai pada kondisi pada saat ini. Social history dapat secara oral ataupun tertulis. Tetapi, keuntungan yang lebih banyak didapatkan melalui wawancara secara lisan karena dapat mendapatkan info yang lebih banyak.Apabila sudah mendapatkan info yang cukup banyak, dari info tersebut dapat merancang konsep dan mengetahui penyebab masalah yang dialaminya.

     Riwayat klien bukan hanya sekedar sekumpulan fakta, tetapi yang lebih penting pemaknaan yang dimiliki oleh setiap orang. Setiap orang memiliki pengalaman yang sama, tetapi memiliki makna yang berbeda. Beberapa area dari social history. Pertama, family history. Family history, bertanya mengenai di mana klien dilahirkan dan bertanya mengenai stuktur keluarga, bagaimana pola komunikasi, konflik apa saja yang sedang terjadi ataupun yang terjadi di masa lalu, budaya apa saja yang dimiliki oleh klien.

     Kedua, educational history. Educational history sangat penting dalam pembentukan kepribadian dari klien. Bagaimana klien berelasi ketika ia masih sekolah dan bagaimana memandang nilai raport yang didapatkannya, apakah klien lebih banyak mengikuti pendidikan formal ataupun lebih banyak pada pendidikan non formal. Ketiga, occupational training atau job history. Indikator melihat kesuksesan dari pekerjaan dapat dilihat dari sejarah pekerjannya. Apabila ia di perusahaan yang sama selama bertahun-tahun dan mengalami peningkatan jabatan, maka subyek tersebut mengalami kesuksesan dalam pekerjannya.

     Keempat, marital history. Marital history untuk mengetahui bagaimana pandangan klien terhadap hubungan berelasi. Kelima, interpersonal relationship, mengenai bagaimana klien mempertahankan relasi dengan orang lain, tidak hanya teman sekantor atau teman sekolah, tetapi bagaimana berhubungan relasi dengan tetangga. Keenam, recreational preferences, mengetahui bagaimana cara klien menikmati liburan, bagaimana klien memiliki keseimbangan antara bekerja dan waktu santai. Apakah klien tetap bekerja walaupun ketika liburan. Dari recreational preferences dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut. Ketujuh, sexual history. Sexual history dipertanyakan ketika memang perlu dipertanyakan. Apabila klien sudah tidak memiliki pasangan, tidak perlu dipertanyakan kembali.

     Kedelapan, medical history, melihat dari apakah pernah rawat jalan,riwayat rawat inap, riwayat operasi, terakhir kali melakukan pemeriksaan medis. Kesembilan, psychiatric atau psychotherapy history. Sangat penting untuk mengetahui apakah klien sudah pernah didiagnosa oleh psikoterapi lain sebelumnya atau belum pernah sama sekali. Kesepuluh, legal history. Legal history untuk mengetahui pandangan perilaku klien terhadap perilaku hukum. Kesebelas, alcohol and substance use/abuse. Untuk mengetahui apakah klien ketergantungan dengan alkohol atau tidak. Selajutnya, nicotine/caffeine consumption. Bertanya mengenai apakah klien merokok atau tidak. Apabila merokok berapa bungkus yang dihabiskan dalam sehari.

       Setelah dibahas mengenai area-area dari social history, terdapat beberapa cara untuk menjadi interview yang baik untuk bertanya mengenai social history. Pertama, mendengarkan klien agar dapat melakukan inquiry untuk info-info penting yang akan dijadikan sebagai data. Kedua, bertanya mengenai hal-hal yang penting saja yang terkait dengan info yang dibutuhkan. ketiga, melakukan wawancara jangan sampai klien merasa seperti diinterogasi. Keempat, harus memiliki rasa ingin tahu yang besar. Kelima, mencatat hal-hal yang penting. keenam, bahwa orang lain dan diri kita berbeda sehingga tidak dapat disamakan. Ketujuh, mengajak klien untuk menceritakan ceritanya dengan jelas sehingga perlu meningkatkan kemampuan probbing. Dengan mengetahui cara-cara yang baik menjadi interview social history, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kita menjadi lebih baik.

23 Maret 2013

"Kepo" yang bikin sakit dahulu, senang kemudian (Ayu Thannia Dewi)


Di tulisan saya Psikolog Klinis: Sebuah pilihan saya mengatakan bahwa banyak sekali orang takut pergi ke psikolog, alasannya adalah karena mereka takut rahasia terdalam-nya terungkap. Mengapa mereka mengira rahasia mereka akan terbongkar? 
Hem...ternyata alasannya adalah, seorang Psikolog itu kepo. Padahal, mereka bukan kepo, loh. Kepo itu ingin tahu aja tanpa alasan yang jelas. Berbeda dengan psikolog ketika praktek, mereka memang harus mengetahui riwayat klien untuk sebuah tujuan. Mereka harus mengetahui apa sebenarnya penyebab masalah klien, agar tahu ke depannya apa yang harus dilakukan. Mulai dari sejarah keluarga, pendidikan, pekerjaan, pernikahan, hubungan interpersonal. hobi, bahkan hingga riwayat medis! Wah! Masih banyak lagi sebenarnya, namun semua itu perlu. Bayangkan pekerjaan seorang psikolog yang bertugas. Dengan kata lain mereka harus mengetahui dari A hingga Z yang berhubungan dengan masalah klien. Bahkan dengan teman dekat sekalipun, belum tentu mereka mengerti dan tahu persis. 
Mengapa sih hal ini perlu? Mudah saja, agar tidak salah kasih 'obat'. Sama seperti para dokter, mereka harus tahu dulu gejala sakit hingga penyebabnya, baru dapat memberikan obat terbaik. Kalau salah beri obat, kasihan pasien-nya kan? Kalau dokter salah suntik, sakit sedikit lah. Kalau psikolog yang salah beri obat, wah bisa-bisa menderita seumur hidup dia. Ini mengenai mental, pikiran, otak klien loh! Maka dari itu, kejujuran klien sangat dihargai oleh seorang psikolog. Tidak perlu takut, para Psikolog di sumpah saat menerima ijin kok. ^^
Seperti harapan.
Dan ya, terkadang memang apa yang ingin dicari adalah pengalaman tidak menyenangkan, bahkan memalukan. Sehingga untuk mengingatnya kembali pun sangat menyakitkan. Untuk sakit tubuh, kita pasti meminum obat pahit, disuntik, bahkan terkadang melakukan operasi. Hal tersebut juga tidak menyenangkan, namun untuk sembuh, kita harus melaluinya kan? Sama ketika jiwa kita yang sakit, itu mirip dengan kanker, dan harus di operasi, melewati jalan yang menyakitkan, namun akhirnya kita dapat meraih kebebasan jiwa. Menjadi lebih damai dan lebih tenang. Bukankah tujuan akhirnya menyenangkan? Tidak ada proses yang benar-benar menyenangkan kan? Saya jadi teringat kata seorang kakak kelas di SMA, "Saat-saat tidak menyenangkan adalah saat pembelajaran sesungguhnya", katanya. Ingat kata pepatah juga, "Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian!"

20 Maret 2013

"Apa yang saya rasakan?" (Ayu Thannia Dewi)

"Apa yang saya rasakan hari ini, saat ini?"
Saat ini saya merasa luar biasa annoyed, kesal, dan siap mencakar semua orang yang mengganggu. Alasannya mudah, saya sudah menulis satu halaman penuh untuk blog ini, dan kemudian dengan satu kesalahan, semuanya hilang dan tidak dapat dikembalikan. Rasanya luar biasa. 


     Namun tidak setiap saat kita dapat menjawab pertanyaan itu kan? Seperti ketika Anda sedang duduk di kelas, dengan satu tangan menopang dagu dan tangan lainnya memegang pulpen, sembari mendengarkan Dosen mengajar. Apa yang Anda rasakan saat itu? Semangat? Datar? atau Bosan? Pertanyaannya biasa, mudah, namun mampu membuat kita menunduk, mengernyitkan dahi, dan bingung bagaimana menjawabnya. Pertanyaan yang lebih mendasar, "mengapa kita perlu memahami semua ini?"
     Setiap hari kita berinteraksi dengan orang lain, manusia lain, yang memiliki perasaan dan pikiran masing-masing. Dan di setiap kalinya, kita akan memilah sikap kita sesuai dengan siapa kita berhadapan. Terutama jika pekerjaan kita menuntut kita untuk sering berinteraksi dengan orang lain. Bayangkan kita sedang bertemu untuk membicarakan bisnis, tentu kita tidak akan ingin membuatnya tersinggung. Yang lebih mudah, saat teman kita bercerita dengan berapi-api, atau tersedu-sedu, bagaimana cara kita menanggapi mereka agar mereka tidak tersinggung apalagi marah dengan kita? Pahami perasaan mereka! Dan langkah pertama untuk dapat memahami perasaan mereka adalah, kita harus pahami perasaan kita terlebih dahulu.
Ada tiga langkah untuk mengeksplorasi perasaan;

  1. Pahami perasaan kita saat ini!
  2. Ketahui mengapa kita merasa demikian, apa sebabnya?
  3. Bagaimana kita ingin diperlakukan di saat ini?
     Di saat kita sudah mengetahui ketiga hal ini, akan lebih mudah untuk memahami perasaan orang lain. Caranya adalah, menempatkan kita di "sepatu" mereka. Bayangkan, dan refleksikan keadaan tersebut sebagai keadaan kita. Apa yang mereka rasakan, mengapa, dan bagaimana mereka ingin diperlakukan? Hal ini juga dapat membantu Anda ketika Anda bingung, melihat teman Anda menangis tersedu-sedu di samping Anda dan Anda panik, "Apa yang harus saya lakukan?". Think by reflecting.
 
11 Maret 2013

Social History (Arief NC)

     Sejak SMA sampai sekarang, kalau ada tugas wawancara selalu diberikan tujuan, misalnya wawancara guru, wawancara orangtua, wawancara seorang wirausahawan, wawancara psikolog, dan lain-lain. Namun, selama ini yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kemampuan membina hubungan yang baik agar wawancara menjadi lancar, melatih teknik bertanya, melatih cara berpikir kritis, dan sebagainya. Semua itu lebih mengarah ke teknisnya wawancara. Pernahkah terpikir apa saja yang dapat berpengaruh pada pengalaman narasumber dan pendapat-pendapatnya ketika diwawancara? Itulah yang akan kita bahas kali ini, social history (riwayat sosial)....
     Judulnya memang history (sejarah atau riwayat), jangan dianggap seperti pelajaran sejarah yang penuh dengan nama-nama artis dan tahun-tahun berjayanya. Konteksnya itu sosial, artinya yang kita bicarakan adalah konteks munculnya masalah klien dari lingkungan  sosialnya. Melalui riwayat sosial, kita akan mampu mengenal klien lebih dalam dan mengetahui akar masalahnya termasuk pandangannya terhadap sebuah peristiwa. Riwayat sosial ini beraneka ragam, dapat berupa cerita dari klien, family origin, pendidikan, dan masih banyak lagi. Konteks seperti apapun hampir sama, kalau berbincang atau wawancara dengan seseorang yang mencurahkan isi hatinya (curhat), apa yang kita cari? masalahnya. Masalah yang dialaminya itu yang menjadi target selama ini. Ketika ditanya, memangnya masalah itu darimana asalnya? Bingung, galau, tidak tahu, ragu-ragu menjawab, dan teman-temannya melebur dalam pikiran kita. Itu berarti kita belum dapat membantu orang ini, karena belum benar-benar mengerti peristiwa yang dihadapinya termasuk akar masalahnya. Poin terpentingnya itu seperti apakah orang ini memaknai peristiwa itu? Apa tujuannya? Agar kita mengetahui bagaimana dia menghadapi situasi itu tentunya. Seseorang yang datang kepada kita bukan orang yang tidak bisa menghadapi masalah. Mereka tahu caranya, tetapi cara yang digunakan itu tidak cukup efektif, sehingga membutuhkan bantuan dan dukungan dari kita.
pencenk-estry.blogspot.com
     Supaya mudah membayangkan tentang family origin, bayangkanlah pohon keluarga, bukan pohon tauge, pohon beringin, dan pohon pisang. Salah satu kegunaannya mengetahui darimana asalnya masalah yang dialami klien, baik itu berupa gangguan yang berasal dari lingkungan keluarga, atau secara genetik (keturunan). Misalkan apabila konteksnya klinis, anggota keluarga yang mana saja yang mengalami gangguan sama dengan klien? Apakah ada penyebab gangguan itu secara genetik? Lingkungan keluarga juga dapat memengaruhi apa yang terjadi pada klien. Contohnya satu rumah terdiri dari 10 keluarga dan keputusan klien (anak) harus dipertimbangkan oleh 10 keluarga itu. Andaikan 10 keluarga itu tidak menyetujui keputusannya, lebih berat tidak disetujui orangtua saja atau tidak disetujui oleh keluarga sendiri dan keluarga besar secara serempak? Bisa jadi pada akhirnya anak akan merasakan kecemasan saat ingin mengungkapkan pendapat atau keputusannya, sebab selalu berpikir akan ditolak sejumlah orang.
     Melalui pendidikan pun kita juga dapat mengenali seseorang. Melalui pendidikan kita dapat mengetahui bagaimana dan seberapa keras usahanya mencapai performa selama ini, termasuk seberapa baik performanya. Satu hal yang perlu diingat, seseorang yang sukses secara akademik belum tentu bagus juga di dunia kerja. Ada banyak sekali faktor yang memengaruhinya, salah satunya apakah dia mudah dibentuk oleh lingkungan kerjanya atau tidak. Lowongan kerja di koran umumnya menuliskan satu soft skill, yaitu fleksibilitas. Berarti kandidat diharapkan merupakan orang yang dapat menempatkan diri dalam berbagai situasi dan bersedia dibentuk. Terdapat kecenderungan bahwa orang yang berprestasi itu lebih sulit dibentuk, terutama apabila dia masih "memaksakan" konsep yang sudah dipelajari. Perlu diketahui, konsep yang dipelajari melalui pendidikan itu adalah dasarnya, di tempat kerja tersedia konsep pengembangannya. Itulah hambatannya dalam kesuksesan.
     Itu baru sebagian kecil dari riwayat sosial, tidak perlu galau karena memikirkan apa saja yang tercakup dalam riwayat sosial. Semuanya memang banyak, semuanya berbeda, tetapi penerapannya sama. Secara sederhana, riwayat sosial ini adalah sesuatu yang dapat kita tanyakan saat wawancara, terutama untuk sesi pertama. Sesi pertama adalah saat-saatnya gencar mengumpulkan data mengenai klien dan mengorganisasikannya agar lebih teratur dan mudah dipahami. Biarlah klien bercerita minimal satu makalah kalau dibuat dalam bentuk tertulis. Tujuannya adalah agar klien mampu melepas sebagian dari bebannya, agar pada sesi berikutnya dia merasa lebih baik. Selain itu, kita juga memiliki lebih banyak informasi setelah bertanya mengenai riwayat sosialnya dan mampu mendapat gambaran seperti apa dia. Kita tidak akan pernah mengenal lebih dalam siapa lawan bicara kita jika kita menutup mata dari apa yang dialaminya dan dia rasakan selama ini. Ketika kita tahu apa yang dialami dan dirasakannya, di situlah kita akan mulai mengenalnya.
 
21 Maret 2013

Social History of the Clients: Don’t Treats Them Equally, Nobody Have the Exact Similar Experience (Lusiana Rio Santoso)


Pada kelas TekWan hari ini (21/03/2013) temanya adalah mengenai Social History atau riwayat sosial klien. Apa saja yang termasuk dalam riwayat sosial klien yang wajib diketahui oleh psikolog yang menangani klien tersebut. Awalnya ketika melihat judul ‘Social History’ muncul di slide pertama, saya pikir… lho? kok sosial? maksudnya tentang sejarah ilmu sosial kah? kok kayak sosiologi atau psikologi sosial sih? hehehe… Oh saya salah, ternyata begitu diartikan ke dalam bahasa ibu saya, Indonesia, maksudnya riwayat sosial klien toh… Oke saya salah mengartikan istilah asing itu mentah-mentah hahaha…
 
Mengapa sih penting bagi psikolog untuk mengetahui Social History klien? karena jelas tidak ada 2 orang di dunia ini yang memgalami experience yang sama dalam hidupnya. Setting boleh saja sama, tapi bagaimana respon dan perasaan tiap individu ketika ia mengalami suatu kejadian tentu tdiak akan sama. Social History klien dipengaruhi baik oleh Nurture (dari lingkungan dimana ia bertumbuh secara psikologis, pergaulannya dan lain-lain) maupun Nature (bawaan lahir, kondisi psikologis yang muncul semenjak ia dalam kandungan-konon kondisi psikologis ibu hamil akan mempengaruhi janin juga). Dari cara klien menceritakan Social History dirinya kita juga dapat mengetahui kemampuan adaptive dan maladaptive klien. Adaptive jika klien mampu mengatasi segala permasalahannya dengan tanpa berlarut-larut, dan maladaptive jika klien terlalu mudah tenggelam dalam permasalahan dan berlarut-larut pula. Semua itu dapat menjelaskan orang seperti apa klien tersebut.
 
Dijelaskan pula bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan Social History dari klien, umumnya, untuk bisa mengumpulkan informasi mendetail mengenai klien tidak lebih dari 1 sesi, paling lama membutuhkan 3 sesi dan berdurasi sekitar 4,5 jam. Bisa didapatkan dengan cara Oral maupun Written, tergantung klien maunya dan bisanya seperti apa.
 
Baiklah, jadi apa saja sih yang harus diketahui psikolog dari kliennya? terutama hal-hal yang perlu diketahui untuk mempermudah psikolog dalam mencari akar permasalahan dan penyelesaian dari dan bagi klien. Banyak yang perlu diketahui, mulai dari silsilah keluarga klien, lingkungan social klien, riwayat pendidikan klien dan bagaimana prestasi klien ketika masih sekolah dan setelah klien bekerja. cara bergaul klien sejak dulu hingga sekarang, apakah klien mengkonsumsi kafein atau alcohol dan obat-obatan lain, dan apakah ada riwayat gangguan mental pada keluarga klien atau tidak… pokoknya berbagai aspek-aspek penting yang sifatnya pribadi dari diri klien itu harus bisa diketahui (dengan cara yang bisa diterima oleh klien tentunya). Tidak mungkin juga kita menilai seseorang begini atau begitu kalau kita tidak tahu apa-apa mengenai orang tersebut bukan? nanti jadinya kalau kata anak gaul sekarang itu ya sotoy hahaha… tapi jangan sok mau tahu juga alias kepo. Sulit memang, harus tahu banyak hal mendetail mengenai klien tanpa harus terkesan kepo, tapi disitulah pemahaman dan penerapan kita mengenai seni teknik wawancara diuji. 
 
Dari pengalaman saya sendiri (yang masih sedikiiiiiit banget), jelas berbeda ketika kita mewawancarai subjek dengan gangguan mental dan yang tidak ada gangguan mental yang parah (ya stress dikit sih pasti ada lah…). Ketika mewawancarai subjek dengan kondisi mental yang baik-baik saja, subjek cenderung lebih mudah untuk menceritakan hal-hal yang sifatnya bisa dibilang agak sensitif (meski tidak sampai mendetail juga), berbeda dengan subjek dengan gangguan mental, yang cenderung terlihat tidak nyaman duluan jika harus mengingat-ngingat hal-hal yang sifatnya terlalu traumatis bagi dirinya (jika klien mengalami PTSD terutama). Dan menggali informasi dari klien dengan gangguan-gangguan semacam skizofrenia dan gangguan jiwa lainnya juga harus hati-hati, saya pernah mewawancarai (tepatnya ngobrol sih ya…) dengan pasien di sebuah rumah sakit jiwa di daerah Jakarta pusat (atau barat, saya nggak yakin hehehe…), pasien itu bercerita dengan sangat lancarrrr, tapiiii….. berhubung pasien statusnya masih harus diberi obat-obatan penenang secara teratur dan bicaranya juga agak ngawur, yang jelas apapun yang ia ceritakan jangan langsung dipercaya 100% juga… entah mengenai bagaimana ia bisa terdampar di RSJ tersebut, ataukah ketika ia bilang bahwa ia sudah sembuh dan mengenai asal-usulnya terutama harus diteliti apakah benar atau tidak… lho? ini curcol’an saya kira-kira nyambung nggak sih dengan pembahasan social history? hehehe… kalau kata salah satu dosen saya di kampus, saya suka ‘sekedar sharing’ meski ‘sekedar sharing’nya saya itu entah nyambung atau tidak. 
 
Yah inti dari tulisan yang lumayan panjang dan (mungkin) tidak berbobot ini adalah, penting bagi psikolog, dokter, dan profesi-profesi yang berhubungan dengan kemakmuran psikologis dan fisik orang lain untuk mengetahui Social History’nya, karena tiap orang memiliki riwayat hidup yang berbeda dan penanganannya pun tentu tidak bisa disamaratakan.  
 
26 Maret 2013

Developing 2 most Important Aspect as an Interviewer: Genuine and Empathy (Lusiana Rio Santoso)


Pada perkuliahan Teknik Wawancara hari ini (14/03/2013), terjadi banyak hal yang berbeda dari biasanya dimana saya dan mahasiswa/I kelas TekWan lainnya hanya mendengarkan materi dan memandangi slide (dan dosen beserta asisten dosennya), hari ini ada sedikit praktik kecil-kecilan secara berpasangan yang cukup menghibur juga di kala cuaca siang itu sangat mendung dan sepertinya ampuh membuat mata siapapun tertutup perlahan-lahan. Pada siang itu dibahas mengenai wawancara secara lebih spesifik, termasuk apa bedanya Wawancara dengan ‘ngobrol’ biasa. Dan dijelaskan pula hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pewawancara/Interviewer terhadap Interviewee. Saya tidak akan menjelaskan secara teoritis di blog ini. Namun dari semua penjelasan, intinya sebagai interviewer, kita harus dapat membuat interviewee merasa nyaman dan aman, sehingga kepercayaan interviewee pada interviewer dapat tumbuh dan mempermudah interviewer untuk menggali informasi lebih banyak dan lebih mendalam dari interviewee. Bukan hanya masalah ekspresi wajah dan nada bicara, namun masalah interior dan lokasi wawancara juga dapat mempengaruhi sukses tidaknya suatu sesi interview.
 
Untuk ekspresi misalnya, seperti yang pernah ibu Henny tegaskan di awal-awal perkuliahan… ‘jangan lebay’ tapi menurut asisten dosen, Ci Tasya jangan sampai juga interviewer memasang ekspresi datar ditambah nada bicara monoton sehingga interviewee akan merasa tidak dihargai dan tidak dimengerti. Intinya harus netral, boleh saja bereaksi, tapi jangan menunjukkan ekspresi yang bisa membuat interviewee merasa di’judge begini atau begitu oleh interviewer, bisa-bisa nanti malah interviewee yang mengobservasi perilaku interviewer.
Soal lokasi dan suasananya juga penting untuk diperhatikan. Misalnya saja, interviewer lebih baik tidak menaruh barang-barang yang menunjukkan prestasi atau penghargaan tertentu di ruang praktiknya, karena hal tersebut dapat membuat interviewee merasa ‘minder’, merasa bahwa interviewer ini adalah orang hebat sehingga ia bukan apa-apa dan bisa saja menurunkan self-esteem’nya. Lalu soal kesamarataan juga perlu diperhatikan, kesamarataan dalam hal apa? Tempat duduk. Interviewer harus berada pada ketinggian yang sama dengan interviewee, dalam artian kursi interviewer lebih baik sama pendek/tingginya dengan interviewee, sehingga interviewee merasa lebih dihargai dan tidak merasa dibedakan.
 
Selanjutnya ada nada bicara dan ucapan-ucapan apa saja yang sekiranya jangan sampai meluncur secara tidak disengaja ketika sedang berlangsungnya sesi interview. Misalnya (contoh yang diberikan di kelas) ketika kita menghadapi klien yang hamil di luar nikah, jangan bertanya ‘mengapa itu bisa terjadi?’ lebih baik sedikit berputar-putar hingga mendapatkan info yang diinginkan, misalnya tanyakan ‘apa yang biasanya kamu lakukan kalau orang tua sedang tidak ada di rumah?’. Lalu jangan tanyakan mengenai tingkat pendidikan (jika anda sudah tahu klien anda memiliki tingkat pendidikan yang kurang tinggi), hal tersebut dapat menimbulkan rasa minder pada dirinya. Yang terpenting, kenali darimana klien berasal dan latar belakangnya. Hal ini sangat penting bagi interviewer dalam kaitannya dengan penggunaan tata bahasa yang akan ia gunakan ketika mewawancarai klien. Jika klien berasal dari tingkat pendidikan yang kurang, tentu tidak pas jika interviewer menggunakan istilah-istilah yang agak ‘njelimet’, selain karena klien tentu tidak memahaminya, klien juga dapat berpikir bahwa interviewer ini adalah orang berpendidikan tinggi yang pandai, dan lagi-lagi… menimbulkan rasa minder pada diri klien, hal yang jangan sampai kita timbulkan pada diri klien tentu saja (tujuan kita adalah membantunya, bukan membuatnya semakin merasa tidak baik). Sama hal nya jika klien adalah anak-anak atau remaja awal yang perbendaharaan katanya masih belum terlalu luas.
 
Hal-hal di atas itulah yang paling saya ingat dari perkuliahan siang ini. Berikutnya ada praktek berpasangan, dimana kami mempraktekkan situasi ‘curhat’ yang biasa kita lakukan sehari-hari. Satu orang menjadi orang yang curhat, dan satu orang lainnya menjadi pendengar pasif (sebenarnya bukan pasif, tapi memang harus berpura-pura tidak mengacuhkan orang yang curhat). Dari situasi ini, saya mengerti bahwa tidak ada orang yang suka ‘dicuekin’. Namun lebih tidak enak lagi mendiamkan orang lain dan berpura-pura tidak mendengar. Sesi berikutnya masih sama, namun kali ini ketika curhat, seorang lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian. Pada sesi kedua ini saya menyadari bahwa saya dapat curhat dengan lebih lancar dan terbuka dibandingkan ketika sesi pertama. Dapat dilihat bahwa klien akan jadi lebih terbuka pada interviewer/psikoloh yang mendengarkan mereka dengan sungguh-sungguh, genuine, adalah satu hal penting yang harus dimiliki siapapun tidak hanya mereka yang berprofesi sebagai ‘penyembuh’ jiwa.
 
Kesimpulan yang saya dapat dari kuliah hari ini adalah, ketika kita berhadapan dengan klien atau interviewee, fokuslah pada mereka dan benar-benar mencurahkan perhatian secara penuh pada mereka, “makanya ibu Henny melarang kalian buat bolak-balik ke toilet ketika sedang berlangsungnya kuliah, itu supaya kalian bisa focus dan menahan diri untuk melakukan hal lain, karena ketika nanti mewawancara nggak mungkin kalian izin sebentar sama klien buat ke toilet”, ujar Ci Tasya. Ah, begitu rupanya.
 
Mendapatkan ilmu baru mengenai wawancara hari ini, saya jadi teringat tugas-tugas wawancara saya dari kelas-kelas terdahulu… betapa kacaunya sesi wawancara yang saya lakukan hahaha… semoga dengan bertambahnya pengetahuan saya mengenai wawancara, untuk tugas-tugas wawancara selanjutnya saya sudah mampu mempraktikan semua ilmu itu dengan baik dan efisien.

18 Maret 2013

Background life (Steven Kosasih)


Perkuliahan tekhnik wawancara kali ini berbicara mengenai social history. Kenapa sih kita perlu megetahui riwayat sosial seseorang saat melakukan wawancara? Karena setiap orang mempunyai cerita yang berbeda-beda dan riwayat sosial lebih dari sekedar fakta yang diceritakannya saja, tetapi juga mengenai persepsi seseorang tersebut mengenai hidupnya dan kelahirannya. Nah cerita2 inilah yang dapat membuat kita mengetahu apakah orang (klien) yang kita wawancarai adaptif atau tidak? Selain itu riwayat sosial juga akan membuat Psikolog mendapat informasi yang cukup tentang asal-usul orang tersebut sampai ia terkena suatu gangguan
 
Saat kita akan melakukan wawancara kita harus mengenali orang yang mau kita wawancara, siapa dia dan lain-lain. Kita tidak boleh hanya berfokus pada gangguannya tapi mengaapa orang tersebut bisa terkena gangguan tersebut dan hal apa yang dapat menyebabkan orang tersebut bisa terkena gangguan….
Karena setiap orang mempunyai cerita dan riwayat yang berbeda maka seorang Psikolog harus bisa membuat perawatan atau treatment untuk setiap pasien dengan kondisi yang berbeda-beda. 
 
Nah mengenai apa saja yang harus kita ketahui mengenai social history seseorang ?
Pertama mengenai family history nya, seperti apakah masalah dia juga muncul di anggota keluarganya yang lain? Lalu educational history, karena selain keluarga riwayat pendidikan lah yang kedua terpenting didalam membentuk seseorang. Lalu Job history, yang biasa kita Tanya dengan kalimat “apa kesibukan anda setiap hari?” jadi jangan bertanya “apa pekerjaan anda?” karena belum tentu setiap orang bekerja sedangkan setiap orang pasti saja ada kesibukan atau kegiatan. Lalu kita juga harus megetahui mengenai marital statusnya, Interpersonal relationship, recreational preference seperti pertanyaan “ kemana anda pergi saat berekreasi?” lalu yang tidak kalah pentingnya yaitu sexual history, Psychotherapy history untuk mengetahui apakah klien pernah mendapat treatment sebelumnya. Lalu legal history dan alcohol and substance abuse…
 
Semua hal ini harus diketahui dengan tujuan semata-mata untuk kesuksesan si klien atau kesembuhan klien bukan untuk kesenangan Psikolog semata / kepo

20 Maret 2013

Social History (Syifa Melinda)




      

     Ketika kita akan mewawancarai klien, kita harus mengetahui social history atau riwayat sosial klien. Mengapa perlu memiliki social history? Karena setiap orang memiliki pemaknaan hidup yang berbeda. Masalah yang terjadi pada tiap individu biasanya berasal dari faktor bawaan dan faktor lingkungan. Jadi, dengan adanya social history kita akan mengetahui akar permasalahan dan bagaimana masalah itu berkembang.
    Social history lebih dari sekedar fakta yang dikumpulkan dari cerita klien. Kita harus mengetahui bukan hanya sekedar fakta tapi juga pemaknaan klien tentang kehidupannya. Cerita klien memberikan gambaran mengenai kehidupan klien. Dengan begitu, kita dapat mengetahui gangguan yang ada pada klien, apakah klien hidup secara adaptif atau maladaptif dalam menyelesaikan masalah. Dalam mewawancarai klien, kita harus fokus terhadap klien bukan terhadap gangguan yang dimiliki klien. 
     Pada umumnya, hubungan terdekat dari klien adalah keluarga klien, maka sangatlah penting untuk mengetahui riwayat keluarga klien. Cara yang efektif untuk memperoleh informasi adalah dengan menggunakan Genogram (gambaran mengenai silsilah keluarga). Genogram sebaiknya dua generasi ke atas atau dua generasi ke bawah. Dengan adanya Genogram, kita dapat mengetahui apakah masalah keluarga klien mempengaruhi kondisi klien. 

   Proses social history merupakan bagian terpanjang dalam sesi wawancara. Maka di perlukan waktu yang tidak sedikit untuk memperoleh informasi dari klien. Untuk itu, kita perlu mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan klien, mencatat hal yang penting saja, dan mencoba menempatkan diri pada posisi klien.
24 Maret 2013

Tak Kenal Maka Tak Sayang (Andi Yansen)


Tak kenal maka tak sayang, pepatah ini sepertinya cocok dengan tema pembahasan teknik wawancara kali ini. Dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, maka kita harus mengenalnya terlebih dahulu. Begitu pula dengan mewawancarai klien, kita juga harus mengenalnya supaya kita dapat membantunya, bukan menyayanginya ya...tar kena kasus pelanggaran kode etik pula. Apa saja yang harus dikenali? Mungkin salah satunya adalah riwayat sosial. Namanya saja sudah ‘riwayat’, pasti membutuhkan waktu/sesi yang panjang untuk dapat mengetahuinya. Apalagi riwayat sosial terdapat didalamnya riwayat keluarga, pendidikan, pekerjaan, pernikahan, seksual, medis, hubungan interpersonal, dll. Terbayang kan panjangnya? Belum lagi setiap orang tentu memiliki riwayat sosial yang berbeda-beda. Anak kembar saja tidak persis sama kepribadian dan perilakunya. Ini karena selain faktor keturunan, faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan seseorang sehingga menjadikan setiap individu itu unik. Oleh karena itu, walaupun gangguan pada satu klien sama dengan klien yang lain, tapi penanganannya menjadi berbeda karena adanya sosial history ini. Hal ini lah yang menjadikan proses terapeutik dikatakan sebagai ‘taylor made’.
Apa tujuan kita mengetahui sosial history klien? Tentunya untuk mendapatkan informasi yang cukup, sehingga kita dapat mengetahui asal muasal kesulitan yang dihadapi klien tersebut. Caranya dengan mewawancarai klien tersebut. Ada aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan, seperti bagaimana persepsi, emosi dan perasaan klien saat menceritakan riwayat sosialnya. Mungkin ada yang ia ceritakan, mungkin juga ada yang enggan diceritakan. Tugas pewawancara lah menggali apa yang mungkin enggan ia ceritakan karena mungkin di sana lah terkait masalah yang ia hadapi. Jadi, harus selalu kita ingat bahwa setiap klien adalah unik walaupun mempunyai gangguan yang sama, jangan sampai yang kita tangani itu hanya masalah/gangguannya, tetapi orang yang mengalami masalah/gangguan tersebut.

23 Maret 2013

"Every People is Unique" (Nurul Hidayah Prabowo)


     Pada saat di kelas Teknik Wawancara (18/03), saya membaca tema perkuliahan pada minggu ini. Saat membacanya, yang terbesit di benak terdalam saya adalah mengenai hubungan seseorang (klien) dengan lingkungannya secara umum saja. But, saat dosen saya menjelaskan apa-apa saja yang terkait riwayat sosial. Ternyata Social History lebih dari itu.
     Jadi, jenis seperti itulah makhluk yang bernama social history ini. Data yang didapat lebih detail, karena riwayat klien mencerita cerita mengenainya yang lebih dari seperangkat fakta saja. Karena setiap individu itu sangat kompleks. Nggak salah dong kalau saya memberikan judul blog saya "Every people is unique". Next....!
     Dalam membuat social history ini kita harus mengingat lagi, bahwa masalah yang dihadapi setiap individu  tidak hanya karena bawaan (nature), tapi juga karena faktor lingkungan nurture). Jadi jangan salahkan faktor genetik saja, karena lingkungan juga memberikan kontribusi pada masalah klien. Social History ini memiliki tujuan juga lohhh,, yaitu untuk memperoleh informasi yang cukup untuk konsep asal-usul kesulitan klien. So, apa aja sih konsep asal usul kesulitan klien? Area social history itu meliputi family history, education history, occupational training/job history, marital history, sexual history, medical history, psychiatric or pychotherapy history, dan legal history. Semoga enggak engos-engosan  yaa bacanya.. :) Di paragraf selanjutnya saya akan mencoba meringkas info-info intinya saja (Ini merupakan bentuk empati saya agar pembaca tidak bosan membacanya,, lohhh… hehe :P)
     Family history, mencakup pertanyaan mengenai di mana mereka (klien) lahir dan dibesarkan. Eittsss,, bisa aja loh klien tersebut lahir dan dibesarkan di kota yang berbeda. Jadi jangan remehkan dulu pertanyaan ini. Adapun cara yang efektif untuk mempermudah alur family history, yakni dengan GENOGRAM. Berikut contoh  dari Genogram :
     Next, Educational history. Klien membagi ingatan dan persepsi terhadap waktu saat di sekolah. Hal ini tidak hanya dapat membantu interviewer dalam menilai bagaimana klien menjalani proses pendidikan, tapi juga dalam proses sosialisasinya. Sebab, kurangnya hubungan mungkin mengindikasikan kegagalan untuk menguasai ketrampilan dasar sosialisasi. Nah lohh,,
     Occupational training/job history. Pantangan bagi interviewer adalah menanyakan pekerjaan klien, apalagi yang berstatus pengangguran. Sebab hal ini akan membuat klien tidak nyaman. Nggak maukan kalau tiba-tiba klien garuk-garuk meja atau lantai di ruangan kita?. Untuk mengganti pertanyaan mengenai apa pekerjaan klien, alternatifnya bisa menggunakan pertanyaan, “apa kesibukan klien saat ini” (cari aman, mendingan pake pertanyaan alternatif aja yaaa.. :D).

     Marital history. Hal ini bertujuan untuk mempelajari mengenai beberapa hubungan lain klien yang dianggap signifikan. Status pernikahan sendiri ada single (dalam bahasa gaulnya jomblo :p), sudah menikah, bercerai, dan janda atau duda. Dalam marital history terdapat hubungan interpersonal (apakah klien memiliki teman? Ini akan membantu klien membicarakan bagaimana hubungan kerjanya) dan recretional preferences (bagaimana klien bersenang-senang? Jawaban mereka akan mengindikasi ketidakmampuan bertoleransi secara spontan atau berprilaku “anak kecil”.
     Sexual history. Topik yang kebanyakan dianggap sensitif, oleh karena itu interviewer harus berhati-hati dalam memilih kalimat pertanyaan. Cakupan riwayat seksual meliputi preferensi seksual, praktek seksual, fungsi seksual, orientasitas seksual, orientasi seksual, penyakit seksual yang menular, dan kekerasan seksual. 
     Medical history meliputi rawat jalan, riwayat rawat inap, riwayat operasi, masalah kesehatan gigi dan mulut yang serius, medical check up terbaru, nama dan dosis obat-obatan yang dikonsumsi. 
     Psychiatric/psychotherapy history. Hal ini mencakup informasi mengenai psikiater atau psikoterapi yang pernah menangani klien sebelum kita (assyikkk,, aminin aja yaa.. :D)



     Legal history meliputi perilaku ilegal klien yang mungkin memiliki karakteristik patologis. Misalnya perilaku penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol dan mengkonsumsi nikotin dan atau kafein. Lagi-lagi, sebagai interviewer yang kompeten, kita harus hati-hati dalam menggunakan pertanyaan. 
     Intinya adalah setiap orang memiliki situasi dan permasalahan yang berbeda-beda, karena pada dasarnya setiap orang itu unik.
Alhamdulillah, akhirnya tiba pada paragraf penutup… ( sambil bersorak dalam hati dengan gegap gempita :D).
     Kurang lebih seperti itulah cakupan dalam Social History. Banyak sihh, tapi informasi yang didapat cukup penting dan sangat bermanfaat lohh.. J Sekian blog  dari saya untuk tugas minggu ini (tentang Social History), panjang pendeknya tulisan saya mohon maaf dan mohon kritik dan sarannya yaa.. :D

23 Maret 2013

Social History Dalam Wawancara (Dewi Purwasi)



Dalam proses wawancara salah satu yang perlu di ketahui oleh interviewer mengenai klien adalah social history. Mengapa demikian? Karena ada kemungkinan masalah yang dihadapi oleh klien saat ini dipengaruhi oleh kehidupan sosial klien di masa lalu.
Setiap manusia di dunia ini unik dan masing-masing orang memiliki pengalaman yang berbeda pula. Meskipun ada orang yang mengalami suatu peristiwa serupa namun cara masing-masing orang dalam memaknai peristiwa tersebut tentunya berbeda. Begitu pula dengan social history klien. Social history klien bukanlah sekedar fakta mengenai dirinya, lebih dari pada itu merupakan HIS/HER STORY. Untuk itu interviewer perlu menyimak dengan baik apa yang diungkapkan klien mengenai social history nya.
Tujuan dalam menggali informasi mengenai social history adalah untuk membantu interviewer memperoleh informasi dalam mengkonseptualisasi masalah yang dihadapi klien, sebagai data mengenai kehidupan klien, agar interviewer dapat mengetahui bagaimana persepsi klien dalam memandang kehidupannya dan memaknainya.
Area-area yang perlu ditanyakan kepada klien pada saat wawancara adalah sebagai berikut:
1. Family of Origin. Untuk mengetahui mengenai dimana klien lahir dan dibesarkan dan juga bagaimana asal usul keluarga klien.
2. Extended Family. Untuk mengetahui bagaimana struktur keluarga besar klien.
3. Present Family Constellation
4. Education level attained. Untuk mengetahui tingkat pendidikan yang pernah dijalani klien.
5. Occupational Training /Job History. Untuk mengetahui apa kesibukan klien sehari-hari.
6. Marital History. Untuk mengetahui status pernikahan klien, apakah klien sudah menikah atau belum, atau mungkin telah bercerai.
7. Interpersonal Relationship history / social network. Untuk mengetahui hubungan klien dengan orang-orang disekitarnya.
8. Recreational Preferences. Untuk mengetahui perjalanan atau rekreasi apa saja yang pernah dilakukan oleh klien. hal ini juga penting dan berpengaruh bagi kondisi psikologis klien.
9. Sexual History. Merupakan topik yang cukup sensitif, sehingga interviewer perlu menanyakannya dengan baik. Sexual history mencakup orientasi seksual klien, apakah klien pernah mengalami kekerasan seksual atau tidak, fungsi seksual dan masalah-masalah seksual lainnya. 
10. Medical History (including significant family medical history). untuk mengetahui riwayat kesehatan klien, apakah klien pernah mengalami masalah kesehatan tertentu dan juga riwayat penyakit di keluarga.
11. Psychiatric / psychotherapy history. Untuk mengetahui apakah klien pernah melakukan konsultasi sebelumnya atau tidak.
12. Legal History. untuk mengetahui apakah klien pernah memiliki persoalan dengan hukum atau pemerintah atau tidak.
13. Alcohol and Substance Abuse. Untuk mengetahui apakah klien pernah mengkonsumsi alkohol atau mengalami ketergantungan terhadap minuman alkohol atau tidak.
14. Nicotine and Catteine Consumption. Untuk mengetahui apakah klien merokok atau mengkonsumsi kopi dan sejauh apa level konsumsinya.
15. Current living situation. Untuk mengetahu bagaimana situasi tempat tinggal klien saat ini.
16. Source of Support. Untuk mengetahui seberapa besar dukungan atau support yang diterima klien dari lingkungan seperti keluarga dan yang lainnya. 
17. Religion. Untuk mengetahui agama klien dan bagaimana kehidupan religiusitas klien. 

27 Maret 2013

Social History (Angela Irawan)

Pada hari ini saya mempelajari mengenai apa yang perlu diketahui dari riwayat atau latar belakang klien, mulai dari kelahirannya, perkembangannya sampai kehidupan seksualnya. Setiap klien memiliki latar belakang dan kehidupan yang berbeda-beda, sekalipun kita memiliki klien kakak beradik atau kembar sekalipun, tetap saja di dalam kehidupannya pasti memiliki cerita tersendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi  masalah klien tersebut bersifat nurture atau nature, setelah melihat latar belakangnya, kita dapat melihat apakah klien hidup secara adaptif atau maladaptive dalam menyelesaikan masalahnya. Dalam mewawancarai klien kita diharuskan untuk focus terhadap klien bukan terhadap gangguan yang dimilikinya.

Ada berbagai macam fungsi dari mengetahui latar belakang klien, kita mendapatkan informasi tentang klien, kemudian kita juga dapat memahami lebih detail kehidupan klien, kita juga dapat memperoleh informasi yang mungkin tidak dapat diperoleh dari hasil wawancara dengan kerabat klien. Pada umumnya hubungan terdekat dari klien adalah dengan keluarga klien tersebut, maka sangatlah penting untung mendalami latar belakang keluarga klien, apakah keluarga klien sendiri memiliki masalah yang mempengaruhi kondisi klien saat ini, silsilah keluarga tersebut dapat digambarkan melalui “Family Genogram”, menurut saya dalam menggambar “Family Genogram” ini tidaklah mudah, karena kita perlu menggali silsilah keluarga klien lebih mendalam.

Pendidikan klien juga dapat membentuk karakter klien dan intelektual klien, apa saja yang dialami oleh klien semasa sekolah dulu juga dapat mempengaruhi klien di masa sekarang. Kemudian setelah pendidikan, kita juga dapat mengetahui latar belakang pekerjaan klien, dimana klien bekerja, jika klien pernah berpindah pekerjaan atau tempat kerja, kita dapat mencari tahu apa penyebabnya, kemudian apakah orientasi klien terhadap pekerjaannya, apakah selama ini ia menikmati pekerjaannya atau merasa tertekan dengan pekerjaannya.

Hubungan suami istri juga berbeda-beda di setiap klien, antara klien yang menikah, bercerai, tidak menikah semuanya memiliki latar belakang yang berbeda, untuk perceraian sendiri juga dapat dikarenakan berbagai hal yang dapat berpengaruh, misalnya klien yang bercerai karena kekerasan rumah tangga dengan klien yang bercerai karena perselingkuhan tentu menjadi 2 hal yang berbeda, kemudian janda/duda karena kematian dank arena perceraian juga berbeda di mata masyarakat. Umumnya janda/duda karena kematian lebih dipandang terhormat oleh masyarakat, walaupun masyarakat sendiri tidak tahu apa latar belakang pasangan mereka meninggal. Selain hubungan suami istri, hubungan dengan rekan kerja, masyarakat sekitar juga mempengaruhi klien, misalnya juga bos di kantor yang otoriter atau bos yang bersahabat dengan karyawannya.

Untuk bagian latar belakang seksual, memang biasanya terdengar lebih sensitive, karena tidak semua klien mau terbuka untuk menceritakan mengenai seksualitas, terutama jika klien yang mengalami pelecehan seksual, perkosaan dan kekerasan seksual. Latar belakang kesehatan pasien juga perlu kita ketahui demi kelancaran proses terapi, misalnya obat apa saja yang pernah dikonsumsi klien atau penyakit biologis yang diderita klien, riwayat kesehatan klien, selain kesehatan klien sendiri, kesehatan orang tua klien juga dapat mempengaruhi klien, misalnya penyakit bawaan. Kita juga perlu tahu apakah klien pernah di refer ke psikolog lainnya atau tidak, dan diagnose yang pernah ia dapatkan.

Masalah hukum, penggunaaan obat terlarang, alcohol, nikotin dan caffeine juga perlu kita ketahui, karena akan mempengaruhi tubuh dan emosi klien, apakah klien pernah bermasalah dengan hukum yang mungkin dapat mengarah ke psikotik, sangat perlu kita ketahui untuk keamanan selama terapi.

Dalam menggali latar belakang klien, kita perlu mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan klien, tanyakan hal-hal yang penting saja, jangan melakukan pembicaraan yang mengarah interogasi atau menyudutkan klien dan membuat klien terseinggung. Jangan “KEPO” untuk menanyakan hal-hal yang hanya memuaskan keingintahuan pribadi.

24 Maret 2013

lebih mengenal interviewee (Deasy Ayu Wulan Sunu)


Hari Senin tiba lagi, berarti saya mendapatkan hal baru mengenai teknik wawancara. Dalam pertemuan tersebut, dosen saya telah menentukan materi perkuliahan mengenai social history.
Apa sih social history? Social history atau riwayat sosial menyediakan konteks tentang bagaimana interviewee dan masalahnya berkembang. Biasanya untuk mengetahui riwayat sosial, tidak bisa hanya dalam satu kali pertemuan tetapi membutuhkan waktu yang lebih untuk mengumpulkan social history interviewee.

Kenapa tidak bisa mengumpulkan social history dalam waktu yang singkat? Karena, saat pertama kali berhadapan dengan interviewee, interviewer harus membina hubungan yang membuat interviewee percaya dan nyaman saat bercerita mengenai kehidupannya karena pertanyaan mengenai social history benar-benar mendalam. Sangat banyak muncul pertanyaan “bagaimana” mengenai kehidupan interviewee karena persepsi tiap individu mengenai kehidupan berbeda-beda. Riwayat interviewee sejak lahir hingga kehidupannya saat ini termasuk dalam pertanyaan mengenai social history. Masalah yang dihadapi oleh interviewee tidak hanya disebabkan oleh faktor bawaan (nature) namun juga oleh faktor lingkungan (nurture).

Interviewer tidak boleh berfokus hanya pada gangguan yang dialami interviewee tetapi harus ingin mengetahui situasi dan kondisi apa saja yang membuat interviewee mengalami masalahnya. Jika interviewer hanya berfokus pada gangguan yang dialami, maka akan membuat interviewer tidak peduli akan situasi dan kondisi yang membuat interviewee mengalami masalahnya. 

Apa sih tujuan mewawancara mengenai social history? Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi yang cukup untuk mengonsepkan asal-usul kesulitan yang dialami interviewee. Interviewer juga ingin mendengar persepsi serta makna dan perasaan yang berkenaan dengan hal-hal yang interviewee laporkan.

Terdapat beberapa bagian yang dapat ditanyakan pada interviewee mengenai social history, antara lain terdapat konsep mengenai family history yang menanyakan dimana interviewee lahir dan dibesarkan, kemudian bertanya tentang asal-usul keluarga. Hal ini penting untuk mengetahui apakah gejala atau masalah perilaku yang mirip dengan klien, hadir dalam anggota keluarga lainnya. Saat bertanya mengenai family history, genogram atau pohon keluarga dapat memudahkan kita untuk mengonsepkan masalah yang dihadapi dalam keluarga.

Setelah keluarga, pengalaman di sekolah adalah hal yang penting dalam membentuk karakter individu. Konsep selanjutnya adalah mengenai educational history. Interviewee menceritakan tentang memori dan persepsi saat di sekolah. Sekolah bukan hanya tempat untuk mendapatkan nilai yang baik tetapi juga mengajarkan individu mengenai proses sosialisasi.
Konsep selanjutnya adalah occupational training/job history. Sebuah indikator yang baik mengenai fungsi kerja yang sukses adalah dengan menanyakan riwayat pekerjaan. Beberapa orang tetap berada pada pekerjaan yang sama dengan perusahaan yang sama dalam seluruh hidup mereka, sedangkan ada juga individu lain yang sering berganti pekerjaan. Menandakan bahwa individu yang sering berganti pekerjaan, mungkin memiliki masalah dalam pelaksanaan kerja atau pola pikirnya mengenai pekerjaan.
Kemudian marital history untuk mengetahui hubungan yang dianggap penting oleh seseorang. Juga interpersonal relationship membantu interviewee untuk berbicara mengenai berjalannya suatu hubungan. Recreational preferences untuk mengetahui cara seseorang menikmati aktivitas atau hidupnya. Sexual history, merupakan topik yang sensitif maka interviewer harus memilih pertanyaan dengan baik agar. Medical history harus diwawancara dengan jelas untuk mengetahui apakah terdapat riwayat gangguan yang sama yang dialami oleh anggota keluarga yang lainnya. Penting untuk mengetahui psychiatric or psychotherapy history agar psikolog yang (akan) menangani klien mengetahui tentang perkembangan klien dan mengetahui apakah terapi yang diberikan sudah sesuai dengan gangguan yang dialami klien. Legal history juga penting agar mendapat informasi apakah interviewee pernah bermasalah dengan hukum. Ternyata penting juga untuk mengetahui apakah interviewee mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol, pertanyaan mengenai hal tersebut termasuk dalam area alcohol and substance use/abuse

22 Maret 2013

Client's History (Monica Unsri)


Senin lalu, kelas Teknik Wawancara membahas mengenai social history. Social history merupakan suatu faktor penting dalam jalan kehidupan seseorang. Mengapa demikian? Karena masalah yang dialami oleh seseorang dapat disebabkan oleh persepsinya mengenai riwayat atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupnya, bukan hanya sekedar fakta yang terjadi. Selain itu, tidak hanya disebabkan oleh faktor bawaan (nature), melainkan juga faktor lingkungan (nurture)dari orang tersebut. Wawancara mengenai social history seseorang bertujuan untuk memperoleh informasi yang cukup untuk mendapatkan konsep dari asal mula terjadinya permasalahan yang dialami oleh klien.

Riwayat utama yang dapat diperoleh interviewer dari social history klien adalah riwayat keluarganya. Tanyakan pada klien dimana ia lahir dan dibesarkan, kemudian tanyakan silsilah keluarganya, karena penting diketahui bahwa bisa saja adanya gangguan perilaku yang terjadi pada klien ternyata ada kemiripannya dengan perilaku keluarga klien, entah dari pihak ayah atau ibu klien.

Selain keluarga, sekolah juga membentuk kepribadian seseorang. Oleh karena itu, penting untuk diketahui riwayat pendidikannya. Klien tidak hanya mempersepsikan dunianya di sekolah pada masalah akademis, tetapi juga proses bersosialisasinya di sekolah. Seseorang yang berhasil mengembangkan pertemanan yang baik di sekolah biasanya memiliki kehidupan yang berhasil di masa depannya.  

Setelah itu, tanyakan kesibukannya setiap hari. Tanyakan “kesibukannya”, bukan pekerjaannya, karena seseorang mungkin tidak memiliki pekerjaan yang nantinya malah membuat klien tidak nyaman. Maka dari itu, tanyakan apa kesibukannya, karena pasti ada sesuatu yang dijalani klien tersebut setiap harinya. Baru kemudian tanyakan juga status pernikahannya, apakah klien masih single, atau sudah menikah, atau malah sudah duda/janda? Dari sini, kita dapat lanjut bertanya mengenai hubungannya dengan orang-orang di sekitar, seperti teman ataupun tetangga, bagaimana hubungannya dengan mereka? Apakah berjalan dengan baik, atau malah sebaliknya..?

Lalu tanyalah kegiatan atau aktivitas apa yang disenangi klien dan cara melepaskan penatnya di tengah-tengah kejenuhan, karena kurangnya bersenang-senang juga dapat meningkatkan kemungkinan klien mengonsumsi obat-obatan atau alkohol. Ketika menanyakan topik mengenai hubungan seksualnya, interviewer harus berhati-hati karena topik seksual sangatlah sensitif. Tanyakan kemudian mengenai riwayat medis yang sedang dijalani klien, apakah klien memiliki masalah kesehatan yang serius atau kapan terakhir kali klien berobat. Penting juga untuk diketahui obat-obatan apa yang sedang dikonsumsi klien, jika perlu mintalah klien untuk membawa resep-resep obat yang sedang atau sudah dikonsumsinya saat janji bertemu. Riwayat obat-obatan atau alkohol yang pernah dikonsumsinya, kemudian riwayat dengan psikiater sebelumnya juga penting untuk diketahui agar dapat menambahkan informasi kita tentang klien dan dapat ditindak lebih lanjut.

24 Maret 2013

Sejarahmu Bukan Sejarahku, Social History… (Andri Setia Darma)

===================================================
“Apa sih yang terlintas dipikiran kalian saat membaca kalimat diatas?”
“Pasti mau membahas tentang sejarah perjuangan para pahlawan ya bos?”
“Waduh bukan sejarah itu yang saya maksud” :p
“Terus sejarah apaan donk?”
“Terkait dengan dunia psikologi, saya coba paparkan di bawah ya” J
===================================================
Social History
Tak ada satu pun manusia yang menjalani hidup yang persis sama, bahkan yang terlahir kembar sekalipun. Segala peristiwa atau pengalaman yang terjadi pada diri seseorang dapat memberikan kontribusi pada pembentukan karakternya. Walaupun ada dua orang yang mengalami peristiwa yang sama, pemaknaan mereka terhadap peristiwa itu belum tentu sama.
“Hmm…jadi social history itu?”
“Cerita atau kisah pengalaman yang terjadi pada diri seseorang sepanjang hidup yang dapat mempengaruhi keadaan psikis mereka…” mungkin ini bisa dijadikan pengertian yang tepat mengenai social history yang saya maksud.
Apa ya keterkaitan social history dengan wawancara oleh psikolog?
Social history dapat menjadi informasi yang penting terkait dengan permasalahan yang dialami oleh seseorang. Nah, jadi jelas kan, seorang psikolog perlu mengetahui social history kliennya karena hal tersebut dapat membantu psikolog untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi pada diri klien.
Selain mendengarkan social history atau kisah klien, seorang psikolog juga harus memahami persepsi dan perasaan klien tentang hal tersebut. Mengapa? Karena bisa saja sesuatu yang kendengarannya membahagiakan, justru membawa kesedihan bagi diri klien, vice versa.
Aspek yang masuk ke dalam social history
Familiy history. Segala hal yang terkait dengan keluarga, termasuk tempat dan kapan klien lahir. Hal ini penting karena ada kemungkinan bagian dari keluarga lainnya yang memiliki permasalahan atau kecenderungan yang sama dengan klien. Pola komunikasi, nilai-nilai yang diterapkan, dan kebudayaan dalam keluarga juga dapat memberikan andil kepada diri klien.
Educational history. Segala pengalaman yang terkait dengan pendidikan klien, seperti tempat bersekolah, pengalaman di lingkungan sekolah dengan teman atau guru, dan pemilihan jurusan pendidikan. Ingatan klien terkait bidang pendidikan juga dapat memberikan pengaruh kepada kehidupan sosial klien.
Occupational training job history. Hal yang terkait dengan pekerjaan klien. Ada sebagian orang yang merasa enggan untuk membicarakan pekerjaannya. Hal ini dapat dikarenakan pekerjaan yang ditekuninya bertentangan dengan norma sosial yang berlaku. Untuk menanyakan masalah pekerjaan ada baiknya menggunakan kalimat seperti “apa kesibukan anda saat ini?”.
Marital History. Keadaan pernikahan atau rumah tangga klien. Pengalaman dalam pernikahan mungkin juga dapat memberikan dampak terhadap permasalahan yang dialami diri klien. Persepsi klien terhadap keadaan pernikahannya dapat menjadi informasi penting yang perlu digali.
Interpersonal relationship. Hubungan pertemanan klien dengan koleganya. Mengetahui apakah klien memiliki teman di lingkungan kehidupannya atau justru tidak dapat berbaur dengan orang-orang disekitarnya, dapat membantu psikolog untuk menemukan akar permasalahan.
Recrational preferences. Cara klien melakukan hal yang menyenangkan baginya. Ketertarikan klien terhadap suatu bidang yang mungkin juga menjadikannya sebagai hobi dapat memberikan informasi keadaan klien.
Sexual history. Hal yang terkait dengan seksual. Aspek ini juga dapat menjadi hal yang sensitif bagi sebagian orang. Adanya pengalaman seksual yang traumatis ataupun keadaan sosial budaya yang mengganggap membicarakan aspek seksual sebagai hal yang tabu dapat menghambat klien dalam menceritakan aspek ini.
Medical history. Pengalaman yang terkait dengan kesehatan fisik klien. Hal ini mencakup seperti seberapa sering klien dirawat di RS, pengalaman operasi, penyakit yang dialaminya, obat-obatan yang dikonsumsi, dokter yang dikunjungi.
Psychiatric/psychotherapy history. Pengalaman yang terkait dengan kesehatan mental klien. Sangat penting untuk mengetahui apakah klien pernah mengalami gangguan mental sebelumnya atau pengalaman mengunjungi psikolog atau psikiater lain.
Legal History. Terkait dengan hukum yang berlaku. Apakah klien pernah mengalami permasalahan hukum, menjalani hukuman kurungan penjara, dan menghadiri persidangan.
Alcohol and substance use/abusee. Apakah klien merupakan seorang peminum yang aktif ataupun menggunakan obat terlarang. Penggunaan zat-zat tersebut dapat makin memicu timbulnya permasalahan.
Nicotine and caffeine consumption. Konsumsi klien terhadap nikotin atau caffein. Apakah klien merupakan perokok berat, ketergantungan dengan kopi dan rokok.


=======================================================
Waduh-waduh... Berdasarkan social history saja, begitu banyak informasi yang harus digali dari seorang klien, belum lagi informasi lainnya seperti keluhan/permasalahan dan harapan klien setelah sesi selesai.
Seorang interviewer yang sudah handal, mungkin hanya perlu satu sesi untuk mendapatkan informasi-informasi di atas. Lah kalau saya? (ga usah dijawab deh, nyusun panduan pertanyaan wawancara aja blom beres :p)
Saya jadi terpikir, untuk menjadi sorang interviewer yang baik apa harus menjadi orang yang supel dan pandai bicara? Hmm…Berhubung saya orangnya agak kaku, pendiam, dan kurang pandai bicara, jadi harus sering-sering latihan wawancara. Dimulai dengan wawancara secara informal terhadap tukang jual jajanan deket kampus aja deh mulai besok. Sembari latihan, siapa tahu jadi akrab dan dikasih potongan harga kalau beli dagangannya, hahaha…
 
23 Maret 2013