Selasa, 17 Juni 2014

Having a baby? its not just a simple things. (Melisa Chandra)

Pada kelas periseks senin lalu, kelas ditayangkan sebuah film yang menceritakan bagaiman proses melahirkan seorang anak. Banyak dari ibu yang rela di ambang hidup dan mati untuk bisa melahirkan buah hatinya. Ternyata memang tidak semudah yang dipikirkan untuk bisa melahirkan seorang anak.
Di film, diperlihatkan bagaiman proses-proses yang terjadi sebelum persalinan. Pada bulan-bulan akhir menjelang melahirkan, Punggung belakang seorang ibu akan merasa pegal dan sakit, dikarenakan bayi sudah semakin membesar dan menekan tulang belakang. Setelah bulan akhir, bayi akan menurun kebawah, sehingga ibu mulai merasakan kelegaan pada tubuh bagian atas. Tapi pengorbanan ibu tidak hanya sampai situ, bagian bawah seorang ibu, khususnya daerah pinggul akan merasa ada tekanan. Hal ini yang membuat ibu hamil menjadi sering ke toilet.

 Selain itu, saat sedang hamil, ibu harus menghitung berapa kali ia sudah berkontraksi. Pada umumnya harus pembukaan 10 kali, baru anak bisa dilahirkan. Posisi bayi yang benar untuk siap dilahirkan jika kepala bayi diposisi bawah dan muka bayi membelakangi  perut ibu. Tapi jika kepala bayi menghadap ke arah perut ibu, akan menyebabkan ibu merasa sakit di bagian pinggang dan tulang belakang. Dalam proses melahirkan, lubang rahim untuk mengeluarkan anak akan melebar secara maksimal, dari 7cm - 10 cm untuk bisa mengeluarkan anak.

     Seorang Ibu akan lebih tenang untuk menjalani proses persalinan, bila ada pasangan, dan orang sekitarnya yang memotivasi dia dan menemani dia saat proses melahirkan. Sehingga peranan pasangan sangat berarti bagi wanita.
25 Mei 2014

Tahap-tahap proses kehamilan (Agung Nur Yahya)


     Proses-proses tahap kelahiran sangatlah rumit, ketika saya nonton tentang tahap-tahap kelahiran sangatlah sulit dan sakit sekali. Seorang ibu yang berjuang untuk anaknya sehat dan cepat keluar untuk menghirup udara segar. Seorang ibu selalu sudah susah sekali untuk mengeluarkan kita, apalagi selama sembilan bulan sang ibu membawa kita di dalam perutnya yang besar. Tanpa kenal lelah, jenuh ataupun bosan. Sang ibu akan terlihat ceria dan bahagia jika mengetahui anaknya lahir dengan sehat dan ketika terdengar suara tangisan anaknya, rasa lelah sang ibu terbayar lunas dan merasa lega.

Ini proses kelahiran :
Tahap pertama: Kontraksi
     Setelah kontraksi mulai datang secara teratur dan leher rahim relatif mulai semakin membesar, itulah awal dari proses persalinan. Kontraksi yang dirasakan semakin lama akan semakin kuat dan dalam waktu yang lebih dekat, bisa dimulai dari 10 menit sekali hingga akhirnya setiap 1 menit. Saat kontraksi masih awal terjadi, ibu hamil sebaiknya berbicara dengan suami atau orangtua dan juga berjalan-jalan sedikit di sekitar rumah untuk memudahkan proses persalinan. Cobalah untuk tetap rileks, tenang serta menanamkan pemikiran yang positif mengenai kelahiran. Jika kontraksi belum terjadi tapi air ketuban sudah pecah, sebaiknya segera ke rumah sakit agar bayi yang dikandung tidak keracunan atau kekeringan di dalam rahim. Tidak mudah untuk menentukan berapa lama tahapan ini berlangsung, karena sebagian besar tergantung dari seberapa matang leher rahim serta seberapa sering dan kuat kontraksi yang dirasakan. Jika leher rahim sudah matang biasanya bukan pada bayi pertama, maka prosesnya bisa menjadi lebih cepat.

     Saat kontraksi leher rahim sudah melebar hingga 10 cm atau disering disebut dengan pembukaan sepuluh, maka kemungkinan bayi sudah mulai turun dan akan memasuki tahapan selanjutnya. Rata-rata waktu yang dibutuhkan dari leher rahim melebar 4 cm hingga 10 cm sekitar 4-8 jam.



     Tahap kedua: Mendorong bayi untuk keluarSetelah leher rahim melebar sepenuhnya, tahap kedua sudah dimulai yaitu mendorong bayi untuk keluar dari rahim. Jika bayi berada sangat rendah di panggul, maka ibu secara spontan akan mendorong bayi. Tapi kalau bayi masih belum terlalu turun, ibu mungkin tidak akan spontan mendorongnya. Sebaiknya biarkan rahim bekerja sampai sang ibu merasakan adanya rangsangan untuk mendorong, dengan begitu ibu tidak akan terlalu kelelahan atau frustasi. Jika ibu menggunakan epidural (pembiusan melalui tulang belakang) biasanya akan mengurangi sensasi untuk mendorong, sehingga ibu tidak akan merasakan apapun sampai kepala bayi telah keluar sedikit. Kesabaran diperlukan dalam proses melahirkansecara normal. Seluruh tahapan kedua ini bisa berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam. Jika tanpa epidural durasinya rata-rata sekitar 1 jam, tapi jika pernah melahirkan sebelumnya biasanya lebih cepat. Namun bila menggunakan epidural umumnya berlangsung lebih lama.


Tahap ketiga: Mengeluarkan plasenta
     Beberapa menit setalah melahirkan, rahim biasanya mulai berkontraksi lagi untuk memisahkan plasenta dari dinding rahim. Jika sudah terlihat tanda-tandanya, dokter akan meminta ibu untuk mendorong secara lembut agar plasenta bisa keluar, dan ini tidak akan sulit atau menyakitkan. Rata-rata hanya dibutuhkan waktu 5-10 menit saja.Biasanya kontraksi rahim masih diperlukan untuk membantu memotong dan menutup pembuluh darah yang terbuka di tempat plasenta menempel.

     Proses kelahiran sangatlah sulit, karena mempertaruhkan nyawa ibu kalian. Jadi sayangilah ibu kalian dengan kasih sayang yang tulus dan ikhlas, rawatlah ibu kalian dan berbakti. Sang ibu akan terus berjuang keras untuk anaknya sehat dan mendapatkan gizi yang cukup. Rasa sayang ibu kalian sangatlah besar dan tidaklah kita bisa membayar itu semua. Terima Kasih Ibu. Kasih sayangmu akan selalu kami ingat dan kami siap merawatmu.

26 Mei 2014

~Learning Will Never End~ (Miyunda Anastasia)

Halo teman-teman...

Kembali lagi saya Miyunda Anastasia Wijaya Kusuma, ingin menulis blog mengenai pengalaman menjadi pewawancara, klien, dan observer pada 3 setting yaitu pendidikan, industri organisasi (PIO), dan klinis...

Saya mendapatkan pengalaman yang berharga dari 3 setting tersebut. Ketika saya menjadi klien, mungkin saya berusaha sebaik mungkin untuk membantu pewawancara (baca: teman saya). Wwkwk.... Saya berusaha untuk memikirkan jawaban yang pas dan dapat membantu pewawancara untuk mendapatkan informasi lebih kaya. Selanjutnya, ketika saya menjadi klien saya berusaha untuk tampil layaknya seorang klien, seperti menampilkan ekspresi wajah marah, gembira, dan sebagainya sesuai dengan situasi topik wawancara itu. Menjadi klien adalah hal yang cukup unik, menarik, dan menantang. Setidaknya, ya mencoba untuk belajar akting mungkin (*cita-cita belum tercapai) wkwkwk...

Okay, yuk masuk ke pengalaman berharga menjadi pewawancara. Menurut saya, inilah bagian yang terpenting dari proses praktikum kemarin. Pewawancara merupakan tugas yang cukup berat dan bikin dag-dig-dug. Untungnya, saya sudah menguasai pedoman wawancara itu sebelumnya. Jadi, saya bisa membuat wawancara menjadi tidak kaku dan ceritanya mengalir (tidak hanya terpaku pada pedoman saja). Hmm, yang saya khawatirkan adalah takut lupa, hehe... Mau tidak mau ya kemampuan probing saya keluarkan. Ya, menjadi pewawancara itu menantang dan sangat menarik. Disini, kita dapat melatih keterampilan dasar wawancara yang sudah diajarkan di kelas... Apa aja hayo?? Pertama, tentunya bagaimana cara kita membina rapport dengan klien. Rapport dapat dijalin dengan berbagai hal seperti tersenyum, sambutan bersahabat, berjabat tangan, melakukan percakapan kecil, dan sebagainya. Rapport itu langkah awal yang sangat penting karena ketika kita mampu membangun rapport dengan baik, artinya kita mampu membuat suasana / atmosfer wawancara menjadi hangat dan nyaman. Sehingga, klien lebih jujur dan terbuka dalam membicarakan masalahnya. Keterampilan kedua, tentunya pewawancara harus membangun empati yaitu kita dapat merasakan apa yang dirasakan klien, memahami apa yang terjadi pada klien, dan kita benar-benar berfokus pada klien sepanjang waktu. Keterampilan, adalah attending behavioryang terdapat empat aspek di dalamnya yaitu visual, kualitas suara, verbal tracking, dan bahasa tubuh. Selanjutnya, ada beberapa keterampilan lainnya yang dibutuhkan di dalam wawancara seperti keterampilan bertanya, keterampilan mengobservasi, dan active listening skills yang terdiri dari encouraging, paraphrasing dan reflection of feeling, serta summarizing.




Wah banyak bangettt ya keterampilan yang dibutuhkan... 
Tentu saja, menjadi pewawancara yang handal tidak hanya sekedar butuh pengetahuan, dan keterampilan. Tetapi, butuh kreativitas juga untuk melakukan wawancara karena wawancara itu seni lho...
Kalau pengalaman paling menarik saat menjadi pewawancara saat saya menjadi pewawancara disetting pendidikan.. Hehehe... (tambahan: soalnya topiknya menarik banget, dan kliennya juga oke banget jawabnya). Masalah yang dihadapi oleh klien juga sangat menantang, sehingga saya harus pintar-pintar mengatur pertanyaan wawancara agar dapat menggali informasi dengan baik. Kalau dua setting lainnya yaitu PIO dan Klinis juga cukup menarik, tetapi tidak seheboh dan semenarik yang di bidang pendidikan. Eh, sampai observer saja tertawa lho dari luar saat saya melakukan wawancara bidang pendidikan ini.... (lucu kali ye...)

Yuk, masuk ke topik terakhir. Kalau kesan-kesan menjadi observer sih, sangat menarik dan melatih atau mengasah kemampuan observasi kita tentunya. Saya berusaha untuk mengobservasi pewawancara seobyektif mungkin dan mencoba mengaitkannya dengan keterampilan dasar wawancara yang telah diajarkan di kelas. Contoh, saya melihat pewawancara, apakah ia membinarapport dengan baik, bagaimana respons empatinya, aspek attending behavior yang ia kuasai, kemampuan bertanyanya seperti apa, dan melihat kemampuan active listening-nya (encouraging, paraphrasing and reflection of feelings,  serta summarizing-nya). Saat mengobservasi, saya mendapatkan tempat observasi yang cukup baik karena dapat mendengarkan wawancaranya. Saya merasa senang saat mengobservasi karena terkadang saya tidak fokus memperhatikan pewawancara sepanjang waktu. Akan tetapi, sesekali saya juga  memperhatikan ekspresi dari klien (*dalam hati tertawa terbahak-bahak).

Praktikum menjadi klien, pewawancara, dan observer sangat penting dan sangat berharga untuk kita semua. Terimakasih kepada Ibu Henny Wirawan dan Ci Tasya yang telah membimbing kami selama satu semester ini dengan sangat sabar dan baik. Kami mendapatkan banyak ilmu dari kelas Teknik Wawancara ini. Selain itu, ide mengenai praktikum harus dipertahankan ya. Sebab, kalau hanya belajar teori saja di kelas, kita tidak akan belajar untuk praktik secara nyata. Pengalaman adalah hal yang berharga seperti yang saya katakan di blog-blog sebelumnya. Latihan juga sangat bernilai untuk meningkatkan kemampuan kita. Jadi, jangan pernah berhenti untuk belajar dan selalu tekun, pantang menyerah.


26 Mei 2014

Latihan Wawancara (Michelle Haryanto)

Selama 3 minggu terakhir kelas Teknik Wawancara, kami melakukan praktek wawancara dengan 3 setting berbeda setiap minggunya, pendidikan, PIO, dan klinis.


Setiap setting pasti punya kesulitannya sendiri. Pertama kali dengan settingpendidikan, pas wawancara dan merasa semua uda ditanyain, bingung mau tanya apalagi, apa lagi yang mau dikembangin, dan merasa kecepetan banget karena belum sampai 10 menit, wawancara uda hampir selesai. Kedua, setting PIO, ini lebih parah lagi, bener-bener bingung dan lupa apa yang mau ditanyain ke kliennya, ditambah ganti ruangan, jadi harus satu ruangan sama observer, berasa makin canggung karena ada yang liatin. Jadilah makin lupa apa yang mau ditanyain.

Sedangkan untuk yang ketiga, setting klinis, justru berasa lebih mudah karena banyak yang ditanyain, dan klien (yang sebenernya teman sekelas sendiri) jawabannya juga panjang dan langsung cerita banyak hal. Jadi ga bingung, bisa langsung tanya pertanyaan selanjutnya dengan sangat lancar dan ga terasa 10 menit udah berlalu aja.



Pokoknya, proses ambil nilai wawancara seperti ini seru, karena bisa ngerasain gimana gugupnya pertama kali mau wawancarain orang. Tapi dengan banyak latihan, semoga nantinya akan lebih baik, karena pengalaman adalah guru yang terbaik, ya kan? Dengan begitu, berakhirlah kelas Teknik Wawancara selama 1 semester ini! Terima kasih tentunya untuk Ibu Henny dan Ci Tasya yang selalu bersedia menjawab pertanyaan selama proses belajar. GBU :)

23 Mei 2014

ROLE PLAY (Christy Paramitta)


     pada postingan blog kali ini saya akan sharing mengenai pengalaman saya di kelas Teknik Wawancara dimana kami semua berganti-gantian memainkan peran sebagai pewawancara, observer, dan klien. role play ini dilakukan di tiga bidang yang berbeda yaitu PIO, klinis, dan pendidikan. kami berganti-gantian masuk ke Lab psikologi yang berada di lantai 2 gendung K. di dalam ruangan yang masuk hanya yang berperan sebagai klien dan interviewer sedangkan observer berada dibalik kaca 1 arah yang tidak dapat dilihat oleh klien dan pewawancara. tugas sebagai pewawancara adalah bertanya mengenai topik yang telah ditetapkan. sedangkan tugas klien adalah menjawab berkaitan dengan topik yang ditanyakan. observer bertugas sebagai penilai bagaimana pewawancara bertanya kepada klien, serta bagaimana pewawancara membina rapport dengan klien.

     saat menjadi seorang interviewer lah yang paling membuat saya deg-degan karena saya takut salah bertanya maupun takut melakukan judgement. tapi ternyata tidak semenegangkan itu, saya tidak kehabisan pertanyaan karena jawaban klien yang panjang dan saya mampu melakukan probing dengan baik. namun pada tahap membina rapport lah yang mungkin saya rasa kurang.
    saat menjadi observer, saya merasa tidak ada kendala karena dengan berprinsip pada dasar-dasar apa saja yang harus dimiliki oleh interviewer yang baik.
    menjadi klien adalah peran yang paling mudah untuk dilakukan. karena klien hanya menceritakan masalah yang dihadapi serta menjawab pertanyaan interviewer.

    pokonya role play di kelas teknik wawancara sangat mengasyikan. kita dapat belajar banyak untuk menjadi interviewer yang baik. dengan role play seperti ini saya dapat merefleksikan diri agar menjadi lebih baik.

26 Mei 2014

Praktisi Wawancara (Annisa Kharisma)

     Terima kasih atas pengajaran dan penyertaan selama di kelas Teknik Wawancara. Pada saat menjalani kuliah yang menjelaskan topik tentang klinis, industri dan organisasi, serta pendidikan. Pelajaran ini awalnya terlihat tidak memiliki manfaat karena anggapan saya ini hanya rekayasa ataupun hanya dibuat-buat tapi pandangan saya terhadap praktisi wawancara yang dibahas ini pun berubah. Perubahan yang saya rasakan sangat besar dan menjadi sangat bermanfaat. Karena dengan adanya wawancara dengan role play yang dibuat pada saat melakukan wawancara melihat banyak aspek.


        Manfaat yang dirasakan adalah saya mulai berpikir bahwa dengan adanya cara seperti ini tuh sangat membantu kita untuk bisa menghadapi kondisi di lapangan. simulasi wawancara ini menjadi bekal buat kami sebagai mahasiswa yang masih membutuhkan banyak pembelajaran di kemudian hari. Saya selaku mahasiswa kelas teknik wawancara bersyukur karena dengan adanya simulasi wawancara praktisi ini saya menjadi mengerti bahwa setiap simulasi wawancara membutuhkan banyak penguasaan terhadap topik wawancara yang akan dibahas. 

       Simulasi wawancara praktisi ini menjadi tempat untuk kita sebagai mahasiswa untuk mengoreksi dan memberikan wawasan kepada kita untuk terus belajar dan melihat apa saja yang menjadi hal yang penting untuk diperhatikan selama wawancara berlangsung. hal penting yang dimaksud seperti, intonasi, pedoman wawancara, observasi nonverbal, dan kontak mata pada saat wawancara. Saya sangat berterima kasih kepada ibu henny dan kak tasya sebagai tenaga pengajar yang setia dan tulus untuk membagikan ilmunya untuk kami sebagai mahasiswa yang butuh banyak ilmu serta informasi. The mediocre teacher tells,the good teacher explain,the superior teacher demonstrates but the great teacher inspires-William Arthur Ward :)

26 Mei 2014

Pengalaman adalah Bekal Masa Depan (Annisa Kharisma)

Sebelum saya ceritakan apa yang saya lakukan dan apa yang saya dapat dari pengalaman yang tak tergantikan, saya akan memperkenalkan dosen saya yang bernama Ibu Henny Wirawan dan asisten dosen Cici Tasya. Siapa yang tidak kenal dengan ibu Henny? pasti semua orang mengenalnya karena beliau sering tampil di telivisi dan sering di undang di beberapa radio. bahkan saat gempar gemparnya kasus Ade Sara yang tewas dibunuh oleh mantan pacarnya sendiri, Ibu Henny lah salah satu psikolog handal yang menyampaikan atau berkomentar secara sisi psikologi untuk permasalahan tersebut. Bu Henny dan Ci Tasya sangat disegani dan memiliki karakter yang sama yaitu humoris, penyampaian materi yang simpel dan disertakan pengalaman pribadi. mengikuti kelas ini TehnikWawancara sama sekali tidak merasa bosan tetapi waktu yang lama yaitu 3 jam yang membuat saya tidak bisa tenang dikelas karena lapar. hahaha tapi dari kelas ini lah saya mendapatkan suatu berharga, dimana diajarkan untuk bertanya kepada seseorang dengan "tehnik" wawancara. Awalnya saya berfikir hanya bertanya saja, mengapa menggunakan yang disebut tehnik wawancara? ternyataaaaa salah satu yang belum saya ketahui dan termasuk saya gunakan dalam bertanya adalah dilarang menggunakan kata MENGAPA.


Setelah UTS, kelas tehnik wawancara ini sudah tidak berada lagi dikelas melainkan terjun ke lapangan. Lapangan disini artinya langsung di praktekan di Lab.. wah sepertinya menarik yaaa. Selama 3 minggu terkahir praktek tehnik wawancara dengan setting berbeda. Setting pertama pendidikan, psikologi industri dan organisasi dan klinis. dan setelah di praktekan itu rasanya nano nano. seru, asik, tegang dan gugup. dalam praktek ini kita dan setiap mahasiswa ditempatkan 3 posisi berbeda yaitu klien atau interviewee, pewawancara atau interviewer dan observer. 

Selama 3 minggu tersebut, saya mendapatkan pengalaman unik yang dipimpin oleh beliau. saya dapat mengerti nanti apabila saya bekerja menjadi psikolog di sekolah, perkantoran maupun rumah sakit. sangaaattt menarik menjadi psikolog. bgaimana menghadapi kasus anak yang nakal disekolah dengan tingkah laku anak anak yang unik dan menggemaskan, bagaimana menghadapi karyawan yang memiliki masalah denga rekan kerja nya dan bagaimana menghadapi klien yang memiliki trauma, anorexia atau menyukai sesama jenis. penyikapan pun berbeda. disini kita diajarkan berpakain yang rapi menjadi psikolog yang handal dan pembawaan diri yang berwibawa. 

setelah melewati 3 setting tersebut saya semakin mantap menjadi psikolog klinis. saya ingin mengikuti jejak Bu Henny yang bisa terkenal, santai, handal dan tidak mengenal lelah. saya salut dengan dosen saya yang satu ini walaupun sedang sakit, beliau tetap mengajar tanpa henti bicara. beliau selain psikolog handal, juga seorang dosen profesional. 

Terimakasih untuk Ibu Henny Wirawan dan Cici Tasya yang telah membimbing saya. sesuai judul blog saya Pengalaman adalah bekal masa depan. pengalaman yang baik dari diajarkan secara teori dan langsung di praktekan.. semoga pengalaman saya ini benar benar menjadi bekal masa depan yang cemerlang menjadi psikolog seperti Ibu Henny dan Ci Tasya.. 

26 Mei 2014

Praktikum Teknik Wawancara (Gretha Prawita)


     Kesan yang saya dapatkan saat melakukan praktikum teknik wawancara dengan 3 setting. Pertama, saya merasa sangat senang, karena dengan praktikum ini saya bisa menggunakan pakaian yang terlihat formal dan berbeda dengan kuliah yang biasanya. Kedua, awalnya saya merasa tegang karena belum pernah melakukan proses wawancara dengan setting yang formal dengan adanya observer yang memantau saya saat wawancara. Ketiga,  saya merasa menjadi lebih kenal satu sama lain dengan teman - teman di kelas yang belum kenal sebelumnya, tetapi dengan praktikum ini kami membutuhkan peran sebagai pewawancara, klien dan observer sehingga kami saling membutuhkan kerja sama dengan kelompok lain supaya proses wawancara dapat dilakukan deengan baik. Keempat, saya mendapatkan pengalaman yang sangat bermanfaat setelah melakukan proses praktikum teknik wawancara ini, karena dengan praktikum ini saya  mengetahui bagaimana gambaran proses wawancara berlangsung dengan setting yang dilakukan secara formal di dalam ruangan khusus.
     Dalam praktikum teknik wawancara dalam 3 setting yang berbeda ini, saya harus menjadi peran yang berbeda - beda dalam setiap satu setting yaitu :
     1. Pewawancara
       Pewawancara sebagai peran yang menegangkan bagi saya dibandingkan peran sebagai klien dan observer. Pada peran ini saya harus menjadi seorang pewawancara yang profesional dituntut untuk menanyakan secara sistematis dan tidak menyontek daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada klien dalam proses wawancara berlangsung. Selain itu apabila klien hanya menjawab dengan singkat saya harus menanyakan lebih dalam lagi pada klien supaya mendapatkan informasi yang akurat. Sebagai pewawancara sebaiknya saya bisa memberikan penjelasan kepada klien, memahami masalah dengan baik, memberikan solusi dan melakukan bina raport yang baik  kepada klien.
  
     Dalam peran sebagai pewawancara dari ketiga setting menurut saya yang paling menegangkan saat saya menjadi pewawancara dalam setting Pio, karena saya harus mengerti tentang apa yang harus ditanyakan dan mengetahui jobdes klien sebagai karyawan dan mampu memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pekerjaan.
2. Klien
     Peran sebagai klien dalam praktikum teknik wawancara saya merasa lebih mudah dibandingkan menjadi pewawancara, karena saya lebih menjadi diri saya sendiri dan menjawab dengan jawaban saya sendiri tetapi tetap sesuai dengan alur yang diberikan oleh pewawancara.
3. Observer
   Peran sebagai observer menurut saya tidak menegangkan dan paling mudah dibandingkan sebagai pewawancara dan sebagai klien, karena saya hanya mengobservasi dan memantau proses wawancara yang sedang berlangsung dan saya hanya menulis hal - hal yang terpenting saja untuk mengobservasi pewawancara.
     Semua yang saya dapatkan dalam melakukan praktikum wawancara ini sangat mempunyai nilai yang tinggi dan berharga bagi saya, karena hal ini sebagai bekal ilmu saya pada masa depan terutama dalam bidang pekerjaan. Dengan melakukan praktikum ini saya mendapatkan gambaran saat nanti saya melakukan proses wawancara yang sebenarnya.

26 Mei 2014

Social History (Gretha Prawita)

       Pada wawancara sejarah social, pewanwancara memperoleh informasi dari klien tentang cerita kehidupan klien  dan masalah apa saja yang pernah di alami oleh klien.

Family history
Dalam family history pewawacara dapat mendapatkan informasi dan mengetahui apa yang menjadi pemicu klien mendapatkan masalah yang dialaminya dengan cara  mencari riwayat dari keluarga klien. Bagaimana hubungan klien dengan keluarganya, bagaimana kondisinya dalam rumah keluarga klien, masalah apa saja yang menjadi tekanan klien pada keluraga.   Apakah klien mengalami gangguan mental dengan keuarganya.
     Pengalaman di sekolah klien juga dapat menambah informasi dari social history klien dengan melihat bagaimana proses social klien dengan lingkugan di sekitarnya, selain itu melihat hasil akademik pendidikan klien apakah klien merupakan anak yang memiliki inteligensi yang tinggi atau masih kurang.
Marital History
Dalam marital history pewawancara juga mencari informasi berapa kali klien telah menikah, apakah statusnya masih menikah atau sudah tidak. Selain itu melihat interpersonal relationship dengan teman-teman, tetangga dan rekan pekerjaannya.
Recreational Preferences
Pewawancara harus mencari informasi apakah klien tipe orang yang suka berekreasi ataw tipe orang yang selalu sibuk dengan pekerjaannya dan apabila klien berkunjung ke suatu tempat rekreasi apakah klien dapat menikmati waktu rekreasinya dengan menyenangkan atau tidak.
Sejarah Seksual
Saat pewanwancara ingin menanyakan topic tentang seksual, pewanwacara tidak boleh memaksakan klien untuk dapat menceritakan semua hubungan seksualnya karena hal tersebut merupakan hal sangat sensitif. Pewanwancara cukup mengetahui seberapa besar tingkat ketertarikan hubungan seksual yang dialami klien dan apakah klien merasa puas dalam hubungan seksual dengan pasangannya atau ada perasaan yang telah berubah.
Sejarah psikoterapi
Sejarah psikoterapi sangat penting bagi pewawancara karena dapatg mengetahui klien mengalami gangguan kejiwaan atau tidak. Selain itu dapat mengetahui klien menceritakan riwayat pengalaman hidupnya.

Penggunaan Alcohol  dan obat
Pewawancara juga menanyakan saat klien mengdapatkan masalah apakah klien selalu melampiaskan dengan meminum alcohol dan obat penenang, kafein ataw sejenisnya. Serta menanyakan seberapa banyak klien mengkonsumsinya saat menghadapi masalah yang dialaminya.
Kasus klien AY
Pada kasus klien AY banyak masalah yang dihadapinya terutama dari keluarga inti maupun keluarga besarnya, dari keluarga inti Ay harus menafkahi keluarganya terlebih lagi AY memiliki anak yang dikatakan masih bayi sehingga AY harus membeli susu dan kebutuhan yang dibutuhkan oleh anaknya. Sedangkan pada keluarga besarnya AY memiliki dua adik yang mengalami gangguan mental sedangkan keluarganya hanya ibunya yang saja ayahnya sudah meningeal sehingga AY menjadi tulang punggung pada keluarganya. Sedangkan istrinya AY merupakan anak pertama yang kemungkinan besar masih membantu untuk menafkahi kelurga besarnya.   Maka dari itu AY sangat mengalami tekanan yang tinggi karena AY harus mencari penghasilan yang lebih untuk memenuhi tanggung jawabya. Selain itu AY merupakan perokok berat dan pecandu kopi karena stress yang dialaminya. 

23 Maret 2014

Kesan saat praktikum wawancara (Syifa Saviriandini)


Oke....hari ini saya akan cerita tentang pengalaman saya waktu praktikum wawancara dari sekitar 3 minggu kemarin. Setting pertama waktu praktikum wawancara yaitu bidang pendidikan. Nah saat pertama kali masuk ke ruangan praktikum juga kelompok saya langsung dapet jadi pewawancara. saat tau jadi pewawancara duluan langsung pada panik hahaha. tapi untungnya yang jadi klien itu temen temen kita juga jadi paniknya berkurang deh. lalu saat wawancara saya sadar sih banyak banget kesalahan yang saya lakuin. seperti, diawal saya sempet bertanya dengan kata "kenapa?" saat saya mengatakan itu, sedetik kemudian saya baru sadar kalo tidak boleh bertanya dengan kata "kenapa?". lalu ada pertanyaan juga yang saya tanyakan lagi sama kliennya jadi jawaban kliennya sama. lalu kesalahan lainnya saat penutupan itu terlalu sebentar dan saya juga tidak melakukan penyimpulan dari hasil wawancara dengan klien. lalu saat saya jadi klien ternyata yang jadi pewawancara orang yang saya wawancara tadi. jadi kelompok saya sama kelompok teman saya hanya ditukar posisinya. lalu saya sama pewawancaranya buat settingan nanti harus ngomong apa terus ceritanya gimana. eh pas masuk keruangan dan mulai wawancara saat pewawancaranya bilang "ada yang bisa saya bantu?" saya langsung menceritakan semuanya padahal hal itu belum ditanyakan. pelajaran yang saya dapat dari praktikum hari pertama lebih baik kalau ada praktikum seperti ini kasusnya jangan terlalu di setting antara pewawancara dan klien. lalu saat menjadi observer saya nggak terlalu bisa mengobservasi dari wawancara antara pewawancara dan klien di dalam ruangan karena headphone yang saya dapat ternyata tidak ada suara jadi saya mengobservasi dari body language nya saja.

lalu di minggu kedua saya dapet 2 setting yaitu PIO dan klinis. nah bidang pertama yang dipraktekan harusnya adalah klinis. tetapi, saat awal kelompok saya dipanggil, kelompok saya menjadi observer. pewawancara dan klien yang ada di dalam ruangan malah melakukan wawancara dibidang PIO. sata dan kelompok saya jadi bingung. alhasil saat saya jadi pewawancara untuk bidang PIO saya jadi ngeblank karena saya mempersiapkan pertanyaan untuk bidang klinis, bukan PIO. Saya juga sempat kehabisan pertanyaan saat di menit terakhir dan akhirnya melakukan probbing tetapi ternyata waktunya masih ada. bahkan, orang yang menjadi klien saya sadar saya kehabisan pertanyaan hahaha....
saat saya jadi klien dengan kasus recruitment hrd banyak beberapa pertanyaan yang saya bingung jawabnya seperti job desk, lalu ditanya berapa gaji yang diinginkan dan masih ada lagi pertanyaan yang buat saya bingung tapi untungnya pewawancaranya membantu saya untuk menjawab.

Saat wawancara dalam bidang klinis saya udah cukup tenang sih, dan menurut saya kesalahan saya tidak sebanyak waktu bidang pendidikan dan PIO. yang menjadi klien saya juga tidak defense atau tertutup. klien saya ceritanya panjang dan tertata karena disini kasus yang kelompok saya buat adalah tentang OCD. Jadi ceritanya banyak dehh... dan saya yang menjadi pewawancara hanya berbicara sedikit. klien yang seperti ini membantu saya yang menjadi pewawancara. sama seperti saat bidang klinis, saat menjadi observer saya juga tidak dapat mendengar suara dari pewawancara dan klien karena ada kesalahan teknis.saat menjadi klien saya mendapat kasus tentang bulimia. saya juga bingung mau cerita seperti apa karena saya sendiri gak pernah kepikiran untuk diet atau menguruskan badan. jadi saya menjawab setahu saya saja orang bulimia itu seperti apa.

menurut saya praktikum seperti ini sangat seru karena kita langsung melakukan praktek walaupun hanya berpura-pura. mulai dari pakaiannya harus baju formal, lalu ruangan yang dipakai juga pas. klien-kliennya juga berperan seperti kasus yang dibuat. selama praktek tersebut saya tidak pernah mendapatkan klien yang defense saat saya menjadi pewawancara. begitu juga saat saya jadi klien saya berusaha untuk membantu pewawancara dengan menjawab dan bercerita panjang-panjang. karena menurut saya kita sama-sama sedang belajar jadi baiknya jangan saling menjatuhkan.kurang lebih seperti inilah pengalaman saya saat praktikum wawancara.

28 Mei 2014

Teknik Wawancara (Herlanto Tussryan Permadi)

     Tekwan ? makanan yah ? awalnya mikir gitu pas baru dikasih tau senior. ternyata itu mata kuliah yahh, dan pas baru dikasih tau, ternyata katanya dosen yang ngajar cukup killer. jadi makin takut buat menghadapi mata kuliah tersebut. tapi setelah diambil dan diajar sama bu Henny Wirawan ternyata luar biasa mata kuliah ini. berguna banget untuk karir sebagai seorang calon sarjana psikologi. entah buat rekrutmen pas kerja nanti, yang kerja di sekolah juga bisa, atau buat yang mau lanjut ke s2 dan menggunakan teknik wawancara dalam mengambil data untuk klien.

     Beberapa hari yang lalu saya mendapat tugas untuk melakukan praktikum wawancara dengan setting klinis, PIO, dan juga pendidikan. dari setting tersebut saya mendapat pengalaman sebagai interviewer dan juga interviewee. awalnya deg-degan banget pas mau praktikum. takut ga bisa sampe 10 menit yang diharuskan. ternyata pas dijalanin, ga susah banget lah untuk praktikum. ga tau dehh kalo di dunia nyata gimana.

     Nahh dari ketiga setting tersebut, menurut saya yang paling mudah dilakukan adalah dengan setting PIO, karena mudah untuk di improve dalam membuat pertanyaan. sementara yang paling susah menurut saya adalah wawancara dengan setting klinis. dikarenakan saya belum terlalu menguasai pembahasan tentang klinis. kalau setting pendidikan sedikit banyak saya sudah kuasai. karena pas SMA kerjaannya masuk ruang BP. jadi udah ada gambaran apa aja yang akan ditanyakan untuk setting pendidikan.

     Demikian sedikit cerita pengalaman dalam mengambil mata kuliah teknik wawancara. semoga berkenan bagi ibu Henny untuk dibaca. sekian dan terima kasih.

28 Mei 2014

Pengalaman Ketika Praktikum.... (Hanna Silsa)



Beberapa minggu yang lalu kelas teknik wawancara telah mengadakan praktikum dengan tiga jenis setting wawancara yaitu pendidikan, klinis, dan pio. Ketika itu kami dibagi menjadi beberapa kelompok yang akan mendapatkan peran masing-masing, dimana satu kelompok akan menjadi observer, pewawancara, dan klien. Disini saya akan menceritakan beberapa pengalaman dan hasil yang telah saya dapatkan ketika menjalankan praktium tersebut.....


Sejujurnya ketika pertama kalinya saya mendapatkan peran sebagai pewawancara saya merasa sedikit gugup karena belum pernah melakukan wawancara dengan beberapa setting tersebut. Pada saat menjalani setting pendidikan wawancara terasa lebih santai dibandingkan dengan setting klinis dan pio. Dalam setting pendidikan didapatkannya kasus seorang anak murid SMA yang telah salah mengambil jurusan akibat paksaan dari kedua orang tua, karena kedua orang tuanya menginginkan anaknya untuk menjadi seorang dokter. Ayah dari orang tua murid ini berprofesi sebagai dokter dan ibu nya berprofesi sebagai fisioterapi. Wawancara pertama saya ini masih banyak memiliki kekurangan yatu dengan menulis tidak diatas meja dan seringkali mengulangi jawaban dari klien. Pengalaman seru lainnya saya dapatkan ketika sedang menjadi klien dan observer, ketika menjadi seorang klien saya berusaha untuk dapat akting sebaik mungkin demi menjadi seseorang yang seolah-olah mengalami sebuah masalah yang telah dibuat sebelumnya, dan ketika menjadi seorang observer saya beruntung ketika mendapatkan sebuah mircophone yang menyala :P....
Pada saat minggu berikutnya wawancara dengan setting yang berbeda telah saya lakukan. Meskipun telah mendapatkan pengalaman sebelumnya, hal itu tidak menghilangkan rasa gugup saya ketika menjadi seorang pewawancara. Setting klinis dilakukan dengan klien yang mengalami anorexia nervosa, klien mengalami masalah ini karena ia menganggap bahwa seseorang dapat dikatakan cantik ketika ia meiliki tubuh kurus seperti model-model luar negri. Kasus berikutnya dengan setting pio adalah seorang karyawan yang memiliki job desc melebihi dari apa yang ada. Klien merasa terbebani karena adanya tugas-tugas lain yang ia harus kerjakan tetapi tidak mendapatkan uang tambahan dari apa yang telah ia kerjakan. Ketika melakukan setting klinis dan pio saya merasa dapat melakukannya lebih baik dari sebelumnya yaitu setting pendidikan, meskipun begitu setting pio saya rasakan lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan kedua setting lainnya karena kata-kata yang kita keluarkan harus menggunakan kata formal dalam berbicara bersama klien.



****kesan dan pesan****


Praktikum akan membantu saya untuk menjadi pewawancara yang baik, kesalahan yang telah saya lakukan dalam wawancara menjadi sebuah pembelajaran agar saya tidak mengalami kesalahan yang sama...Banyak pengalaman seru ketika praktikum ini dilakukan, diantaranya berebut tempat ketika menjadi observer agar mendapatkan tempat paling nyaman, ber akting sebagai seseorang yang memiliki gangguan, menjadi seorang anak nakal, dan menjadi seorang pekerja buruh pabrik yang memiliki masalah penurunan kinerja karena masalah perceraian. Pesan saya bagi bu Henny selaku dosen teknik wawncara yaitu semoga tetap menjadi dosen yang menyenangkan dan selalu berbagi pengalaman menarik bagi setiap mahasiswa yang dibimbingnya.....







28 Mei 2014

Keep Learning (Yosi Rahma Putri)

Akhirnya kini tiba saatnya berada pada sebuah ujung perjumpaan kelas Teknik Wawancara. Tetapi bukan berarti BERHENTI untuk belajar, menggali potensi diri untuk berani melakukan wawancara. Namun akhir dari semua ini, adalah langkah awal untuk terjun langsung ke lapangan, bagaimana menghadapi tantangan untuk mengaplikasikan apa yang telah dipelajari selama di kelas.



theory is nothing without practice!

Ya! Tentu saja di antara teman-teman saya yakin juga setuju.
Atau masih engga percaya?

Oke, kalo gitu saya sharing pengalaman ketika belajar mobil manualdeh yaa! Jadi, saya memang diharapkan oleh mama tercinta agar sudah bisa mengendarai mobil ketika KTP dan SIM sudah ditangan. Artinya, sebelum 17th saya harus belajar mobil dahulu agar pas di usia 17th sudah bisa. Tapi komentar-komentar negatif dari teman-teman makin membuat saya semakin takut untuk belajar mobil manual, beberapa di antaranya.....

aduh pake kopling itu pegel tau, kakinya nahan-nahan gitu, belom kalo nanti mesinnya mati, nanti diklaksonin sama mobil di belakang!...’


Ada dilema yang luar biasa pada saat itu. Di satu sisi saya takut untuk mencoba belajar, tetapi di satu sisi saya sangat butuh untuk mampu mengendarai mobil manual supaya menunjang mobilitas saya dalam beraktifitas. Nah, akhirnya langkah awal yang saya lakukan adalah dengan bertanya-tanya dengan teman-teman termasuk papa saya. Dan sepertinya cukup mudah, hingga akhirnya saya memberanikan diri untuk daftar belajar stir mobil.

Hasilnya?

Wowww, luar biasa! Di hari pertama saya hampir mencium (alias menabrak) sebuah angkot. Belum lagi ada sebuah genangan air dan lupa untuk injak pedal rem, hingga akhirnya ada sebuah tatapan mata yang sungguh indah nan menggelegar tertuju pada saya. Ditambah lagi dengan suara-suara yang seharusnya antara perlu dan tidak perlu dilontarkan oleh mama saya, mengingat beliau menemani saya pada saat itu. Rasanya kuping saya panas dan pengang mengingat banyak sekali alunan melodi dari bunyi klakson yang tertuju kepada saya.

Kapok?...  Tentu saja! Lalu... Kalo tidak mencobanya lagi sama saja tidak akan bisa menyetir mobil manual seumur hidup.... OMG! Oke, akhirnya saya bertekad untuk kembali belajar. Hasilnya ternyata semakin baik, instruktur pada saya pada saat itu cukup memuji saya juga (antara kasihan atau sungguh-sungguh memuji yaa? hufht).



Masih banyak lagi pengalaman unik lainnya seperti pada saat pertama kalinya saya parkir di mall. Dan berhasil menyerempet mobil mewah Mercy Compressor. Bertuntung pada saat itu saya bersama sahabat yang memiliki jiwa ‘kabur-ness’  yang tinggi, sehingga saya tancap gas untuk segera meninggalkan lokasi kejadian. Puji SyukurAlhamdulillah seiring berjalannya waktu saya sudah lancar mengendarai mobil. Yaa kalo hampir mau nyerempet gitu, tandanya berarti saya lagi galau! Hehehe.


Ternyata eh ternyata, proses belajar mobil manual itu hampir mirip juga ketika saya praktikum teknik wawancara di lab.

Pada hari pertama dengan tema pendidikan. Saya harus mewawancarai siswi 3 SMA sebagai pelaku bullying di sekolah. Sebenernya sih sudah diberitahu sebelumnya, sebaiknya kami hafal daftar pertanyaan dan usahakan tanpa membawa daftar pertanyaan ketika wawancara. Berhubung saya takut dan cemas akhirnya tetap membawa daftar pertanyaan hehehe. Tapi ternyata justru menjadi salah satu penghambat. Saya keteteran ketika loncat ke pertanyaan ke lima, yang seharusnya menjadi pertanyaan ke tiga. Beruntung klien saya cukup handal dalam berakting, jadi saya masih dapat mengatasi hal tersebut.

Belajar dari kesalahan di hari pertama, akhirnya saya menghafalkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Di hari kedua kali ini dengan tema industri/organisasi, jadi saya mewawancari pegawai yang menggunakan jam istirahat di luar peraturan. Meskipun ada beberapakeyword dalam kertas, yang seharusnya kertas tersebut digunakan untuk menjadi catatan hasil wawancara hehehe. Tetapi setidaknya saya tidak menuliskan full daftar pertanyaan. Dan pada hari kedua nampak berjalan mulus meskipun saya terlalu lama membina rapport kepada klien. Sehingga pada saat waktunya habis saya belum memberikan konklusi kepada klien, akhirnya dengan segera saya melakukannya dan mencoba efisien untuk menyampaikannya dengan baik.

Nah, di hari terakhir kali ini di bidang klinis. Saya pun merasa sangat percaya diri, ketika melakukan wawancara sudah tidak memerlukan daftar wawancara seperti dua sesi sebelumnya.

Ternyata dalam proses wawancara disini hampir seperti halnya saya belajar mobil manual. Dimulai dari kesalahan-kesalahan sepertimenyerempet mobil, hal itu juga terjadi ketika saya keteteran melihat daftar pertanyaan. Tetapi ketika saya tetap mencobanya dan melakukan evaluasi, ternyata menghasilkan perkembangan yang positif.


Jadi sebenarnya semua hal yang baru bagi kita, akan terasa sulit pada awalnya. Tanpa perlu khawatir jika kita terus mencoba, dan menghiraukan komentar negatif dari orang lain tentunya pasti kita akan bisa. Minimal pasti ada deh perkembangannya. Salah satu contoh nyatanya yaa itu tadi pada pengalaman pribadi saya sendirihehehe.

Dan satu hal lagi, proses belajar itu tidak harus selalu berada dalam ruang lingkup pendidikan saja. Kita harus berani bereksperimen dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam teknik wawancara ini saya sedang melakukan chatting dengan beberapa orang yang berasal dari negara lain. Yaa meskipun english saya masih blepotan, tapi intinya saya berlatih bina rapport dan menggali informasi yang baik dari teknik wawancara. Hasilnya? Not bad! Mereka pun jadi ketagihanchatting sama saya, kadang juga jadi sharing bahkan jadi curcol. Tapilumayan sih, walaupun jadi ‘tong sampah’ saya juga mendapatkan hal positif dari budaya mereka yang berasal dari negara maju.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk dosen yang dengan tulus telah mengalirkan ilmunya dalam mata kuliah teknik wawancara. Juga kepada rekan-rekan seperjuangan terima kasih atas kerja samanya yang sudah berakting dengan baik menjadi klien saya.

27 Mei 2014

Learning by Doing (Yohana Priska)

Saat-saat yang cukup menegangkan bagi mahasiswa/i kelas Teknik Wawancara saat diminta untuk praktikum. Setidaknya hal itu yang saya alami. Ada tiga setting wawancara yang harus kami praktikan, yaitu pendidikan, PIO, dan klinis.

Ada banyak hal yang saya pelajari dalam praktikum ini. Pertama-tama sebagai pewawancara, perlu menguasai pedoman wawancara yang sudah dibuat. Hal ini memengaruhi jalannya wawancara selanjutnya dan informasi apa yang akan didapatkan. Walaupun dalam kenyataannya, kita mungkin tidak dapat membuat pedoman wawancara terlebih dulu karena melihat kondisi klien. Kemudian saat membina rapport dengan klien. Hal-hal seperti membukakan pintu bagi klien, menjabat tangan klien, dan mempersilahkan klien duduk memengaruhi bagaimana respon klien selanjutnya dalam wawancara yang akan berlangsung. Selain itu saya harus mampu melakukan probing agar mendapat informasi yang mendalam dari klien. Mengikuti alur jawaban klien pun perlu saya lakukan agar wawancara terasanatural. Terkadang jawaban yang diberikan oleh klien di luar persiapan yang telah saya dan kelompok saya persiapkan. Dengan adanya hal ini, saya dituntut untuk mampu mengendalikan wawancara tersebut.

Selain itu, saya juga perlu mengatur emosi saya saat menghadapi klien yang cukup menyebalkan (seperti yang saya temui dalam setting PIO). Namun saya senang karena dapat menghadapinya dalam praktikum. Bukan tidak mungkin saya akan menemukan klien seperti itu di lapangan. Saya juga belajar untuk melatih kembali kemampuan observasi saya dan bagaimana melakukan summarizing dalam wawancara. Saya menyadari bahwa dalam praktiknya, tidak semudah teori yang sudah dipelajari di dalam kelas. Sebagai pewawancara, perlu menguasai dan mengatur alur wawancara sehingga informasi yang didapatkan banyak dan wawancara tidak terlihat kaku, menegangkan, dan membosankan.

Learning by doing perlu dilakukan dalam setiap bidang studi yang saat ini sedang kita pelajari. Perlu disadari bahwa melakukannya akan membantu kita semakin memahami apa yang sudah dipelajari selama ini. Kemudian mempersiapkan diri kita untuk menghadapi situasi di lapangan nantinya.

26 Mei 2014