Senin, 16 Juni 2014

What happened in class shouldn't stay in class (Lasma Nora Apriani)

Tidak terasa perkuliahan di semester genap sudah mau berakhir. Kelas teknik wawancara pun sudah berakhir. Tidak ada lagi perkuliahan hanya tinggal menyiapkan diri untuk UAS. Tiga minggu terakhir di kelas wawancara merupakan minggu-minggu yang menyenangkan karena diadakannya praktikum. Bagaimana kira-kira interview yang akan ditemui on daily basis sebagai psikolog dipraktekkan. Entah itu dalam bidang klinis, pendidikan, ataupun industri dan organisasi. Karena nanti akan kedapatan peran sebagai psikolog, semua mahsiswa/i diwajibkan berpakaian rapi dan sepantasnya. Kemeja, rok/celana bahan, dan sepatu. Seru melihat penampilan teman-teman yang berpakaian rapi, ya kira-kira sudah ada gambaran bagaimana tampilan mereka nanti jika kelak menjadi psikolog. Hehe... Namun tidak hanya kedapatan peran sebagai psikolog, nanti kami juga berperan sebagai klien. Kami juga akan bertindak sebagai observer yang akan mengamati role play yang terjadi di dalam ruang praktikum. Jadi akan ada 3 peran dalam praktikum, yaitu sebagai psikolog, klien, dan observer.
Setting minggu pertama praktikum adalah pendidikan. Pertama kalinya bagi saya dan bagi kebanyak teman-teman mahasiswa/i lain untuk masuk ke ruangan denganone way mirror. Awalnya ketika saya mendapatkan peran sebagai psikolog pendidikan, rasa deg-degan dan pasti ada. Cemas apakah alat perekam yang saya gunakan berfungsi dengan baik, cemas apakah saya dapat bertanya dengan baik ketika proses interview terjadi. Interview pun dilakukan dan saya melakukan kesalahan yang sepertinya cukup fatal. Saya sudah selesai dan keluar sebelum waktu yang ditentukan. Ok, I admit, that's my bad. Tapi, terlepas dari kesalahan itu, kesan pertama saya adalah "Ini seru!" Saya dan teman-teman sekelompok yang sama-sama menjadi psikolog dan teman-teman yang menjadi klien kami keluar dengan penuh canda tawa dan ledekan satu dengan yang lain. Ketika saya menjadi observer, lebih seru dan lucu lagi. Saya menjadi pengamat terhadap teman-teman saya yang sedang berperan seolah mereka guru dan murid. Saya mengamati bagaimana yang berperan sebagai psikolog menerapkan teknik wawancara yang telah dipelajari selama perkuliahan. Mengamati bagaimana kemampuan mereka membina rapport, cara mereka berempati, attending behavior mereka, teknik bertanya, keterampilan observasi, dan kemampuan active listening mereka. Semua yang saya amati beserta apa yang telah saya lakukan ketika berperan sebagai psikolog kemudian dibuat laporannya. Dalam pembuatan laporan baru terasa "Oh... harusnya tuh tadi gue begini!" Dengan kata lain, dalam pembuatan laporan baru terlihat kekurangan dan kelebihan saya dalam menerapkan teknik wawancara. Apakah probing yang saya lakukan sudah cukup, apakah saya menerapkan the abuse of question, dan lain-lain.
Seru! Sangat menyenangkan! Namun tidak berhenti sampai di situ. Minggu berikutnya dan berikutnya lagi, saya berhadapan dengan setting industri dan organisasi, di minggu berikutnya dengan setting klinis. Kesalahan-kesalahan yang cukup fatal tidak terjadi lagi. Kecemasan semakin jauh berkurang. Perasaan menjadi lebih santai ketika praktikum jika dibandingkan dengan pertama kalinya. 
Saya bersyukur karena praktikum ini diadakan sehingga saya dan teman-teman yang lain mendapatkan gambaran bagaimana interview yang mungkin kami temukan sehari-hari jikalau kami sudah lulus kelak. Harapan lain adalah, agar apa yang sudah diajarkan oleh para dosen-dosen di kelas tidak sia-sia karena kami, mahasiswa/i, sudah paham bagaimana menerapkan kemampuan dasar dalam wawancara. What happened in class shouldn't stay in class :) 

Tidak terasa perkuliahan di semester genap sudah mau berakhir. Kelas teknik wawancara pun sudah berakhir. Tidak ada lagi perkuliahan hanya tinggal menyiapkan diri untuk UAS. Tiga minggu terakhir di kelas wawancara merupakan minggu-minggu yang menyenangkan karena diadakannya praktikum. Bagaimana kira-kira interview yang akan ditemui on daily basis sebagai psikolog dipraktekkan. Entah itu dalam bidang klinis, pendidikan, ataupun industri dan organisasi. Karena nanti akan kedapatan peran sebagai psikolog, semua mahsiswa/i diwajibkan berpakaian rapi dan sepantasnya. Kemeja, rok/celana bahan, dan sepatu. Seru melihat penampilan teman-teman yang berpakaian rapi, ya kira-kira sudah ada gambaran bagaimana tampilan mereka nanti jika kelak menjadi psikolog. Hehe... Namun tidak hanya kedapatan peran sebagai psikolog, nanti kami juga berperan sebagai klien. Kami juga akan bertindak sebagai observer yang akan mengamati role play yang terjadi di dalam ruang praktikum. Jadi akan ada 3 peran dalam praktikum, yaitu sebagai psikolog, klien, dan observer.
Setting minggu pertama praktikum adalah pendidikan. Pertama kalinya bagi saya dan bagi kebanyak teman-teman mahasiswa/i lain untuk masuk ke ruangan denganone way mirror. Awalnya ketika saya mendapatkan peran sebagai psikolog pendidikan, rasa deg-degan dan pasti ada. Cemas apakah alat perekam yang saya gunakan berfungsi dengan baik, cemas apakah saya dapat bertanya dengan baik ketika proses interview terjadi. Interview pun dilakukan dan saya melakukan kesalahan yang sepertinya cukup fatal. Saya sudah selesai dan keluar sebelum waktu yang ditentukan. Ok, I admit, that's my bad. Tapi, terlepas dari kesalahan itu, kesan pertama saya adalah "Ini seru!" Saya dan teman-teman sekelompok yang sama-sama menjadi psikolog dan teman-teman yang menjadi klien kami keluar dengan penuh canda tawa dan ledekan satu dengan yang lain. Ketika saya menjadi observer, lebih seru dan lucu lagi. Saya menjadi pengamat terhadap teman-teman saya yang sedang berperan seolah mereka guru dan murid. Saya mengamati bagaimana yang berperan sebagai psikolog menerapkan teknik wawancara yang telah dipelajari selama perkuliahan. Mengamati bagaimana kemampuan mereka membina rapport, cara mereka berempati, attending behavior mereka, teknik bertanya, keterampilan observasi, dan kemampuan active listening mereka. Semua yang saya amati beserta apa yang telah saya lakukan ketika berperan sebagai psikolog kemudian dibuat laporannya. Dalam pembuatan laporan baru terasa "Oh... harusnya tuh tadi gue begini!" Dengan kata lain, dalam pembuatan laporan baru terlihat kekurangan dan kelebihan saya dalam menerapkan teknik wawancara. Apakah probing yang saya lakukan sudah cukup, apakah saya menerapkan the abuse of question, dan lain-lain.
Seru! Sangat menyenangkan! Namun tidak berhenti sampai di situ. Minggu berikutnya dan berikutnya lagi, saya berhadapan dengan setting industri dan organisasi, di minggu berikutnya dengan setting klinis. Kesalahan-kesalahan yang cukup fatal tidak terjadi lagi. Kecemasan semakin jauh berkurang. Perasaan menjadi lebih santai ketika praktikum jika dibandingkan dengan pertama kalinya. 
Saya bersyukur karena praktikum ini diadakan sehingga saya dan teman-teman yang lain mendapatkan gambaran bagaimana interview yang mungkin kami temukan sehari-hari jikalau kami sudah lulus kelak. Harapan lain adalah, agar apa yang sudah diajarkan oleh para dosen-dosen di kelas tidak sia-sia karena kami, mahasiswa/i, sudah paham bagaimana menerapkan kemampuan dasar dalam wawancara. What happened in class shouldn't stay in class :) 

27 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar