Selasa, 17 Juni 2014

Keep Learning (Yosi Rahma Putri)

Akhirnya kini tiba saatnya berada pada sebuah ujung perjumpaan kelas Teknik Wawancara. Tetapi bukan berarti BERHENTI untuk belajar, menggali potensi diri untuk berani melakukan wawancara. Namun akhir dari semua ini, adalah langkah awal untuk terjun langsung ke lapangan, bagaimana menghadapi tantangan untuk mengaplikasikan apa yang telah dipelajari selama di kelas.



theory is nothing without practice!

Ya! Tentu saja di antara teman-teman saya yakin juga setuju.
Atau masih engga percaya?

Oke, kalo gitu saya sharing pengalaman ketika belajar mobil manualdeh yaa! Jadi, saya memang diharapkan oleh mama tercinta agar sudah bisa mengendarai mobil ketika KTP dan SIM sudah ditangan. Artinya, sebelum 17th saya harus belajar mobil dahulu agar pas di usia 17th sudah bisa. Tapi komentar-komentar negatif dari teman-teman makin membuat saya semakin takut untuk belajar mobil manual, beberapa di antaranya.....

aduh pake kopling itu pegel tau, kakinya nahan-nahan gitu, belom kalo nanti mesinnya mati, nanti diklaksonin sama mobil di belakang!...’


Ada dilema yang luar biasa pada saat itu. Di satu sisi saya takut untuk mencoba belajar, tetapi di satu sisi saya sangat butuh untuk mampu mengendarai mobil manual supaya menunjang mobilitas saya dalam beraktifitas. Nah, akhirnya langkah awal yang saya lakukan adalah dengan bertanya-tanya dengan teman-teman termasuk papa saya. Dan sepertinya cukup mudah, hingga akhirnya saya memberanikan diri untuk daftar belajar stir mobil.

Hasilnya?

Wowww, luar biasa! Di hari pertama saya hampir mencium (alias menabrak) sebuah angkot. Belum lagi ada sebuah genangan air dan lupa untuk injak pedal rem, hingga akhirnya ada sebuah tatapan mata yang sungguh indah nan menggelegar tertuju pada saya. Ditambah lagi dengan suara-suara yang seharusnya antara perlu dan tidak perlu dilontarkan oleh mama saya, mengingat beliau menemani saya pada saat itu. Rasanya kuping saya panas dan pengang mengingat banyak sekali alunan melodi dari bunyi klakson yang tertuju kepada saya.

Kapok?...  Tentu saja! Lalu... Kalo tidak mencobanya lagi sama saja tidak akan bisa menyetir mobil manual seumur hidup.... OMG! Oke, akhirnya saya bertekad untuk kembali belajar. Hasilnya ternyata semakin baik, instruktur pada saya pada saat itu cukup memuji saya juga (antara kasihan atau sungguh-sungguh memuji yaa? hufht).



Masih banyak lagi pengalaman unik lainnya seperti pada saat pertama kalinya saya parkir di mall. Dan berhasil menyerempet mobil mewah Mercy Compressor. Bertuntung pada saat itu saya bersama sahabat yang memiliki jiwa ‘kabur-ness’  yang tinggi, sehingga saya tancap gas untuk segera meninggalkan lokasi kejadian. Puji SyukurAlhamdulillah seiring berjalannya waktu saya sudah lancar mengendarai mobil. Yaa kalo hampir mau nyerempet gitu, tandanya berarti saya lagi galau! Hehehe.


Ternyata eh ternyata, proses belajar mobil manual itu hampir mirip juga ketika saya praktikum teknik wawancara di lab.

Pada hari pertama dengan tema pendidikan. Saya harus mewawancarai siswi 3 SMA sebagai pelaku bullying di sekolah. Sebenernya sih sudah diberitahu sebelumnya, sebaiknya kami hafal daftar pertanyaan dan usahakan tanpa membawa daftar pertanyaan ketika wawancara. Berhubung saya takut dan cemas akhirnya tetap membawa daftar pertanyaan hehehe. Tapi ternyata justru menjadi salah satu penghambat. Saya keteteran ketika loncat ke pertanyaan ke lima, yang seharusnya menjadi pertanyaan ke tiga. Beruntung klien saya cukup handal dalam berakting, jadi saya masih dapat mengatasi hal tersebut.

Belajar dari kesalahan di hari pertama, akhirnya saya menghafalkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Di hari kedua kali ini dengan tema industri/organisasi, jadi saya mewawancari pegawai yang menggunakan jam istirahat di luar peraturan. Meskipun ada beberapakeyword dalam kertas, yang seharusnya kertas tersebut digunakan untuk menjadi catatan hasil wawancara hehehe. Tetapi setidaknya saya tidak menuliskan full daftar pertanyaan. Dan pada hari kedua nampak berjalan mulus meskipun saya terlalu lama membina rapport kepada klien. Sehingga pada saat waktunya habis saya belum memberikan konklusi kepada klien, akhirnya dengan segera saya melakukannya dan mencoba efisien untuk menyampaikannya dengan baik.

Nah, di hari terakhir kali ini di bidang klinis. Saya pun merasa sangat percaya diri, ketika melakukan wawancara sudah tidak memerlukan daftar wawancara seperti dua sesi sebelumnya.

Ternyata dalam proses wawancara disini hampir seperti halnya saya belajar mobil manual. Dimulai dari kesalahan-kesalahan sepertimenyerempet mobil, hal itu juga terjadi ketika saya keteteran melihat daftar pertanyaan. Tetapi ketika saya tetap mencobanya dan melakukan evaluasi, ternyata menghasilkan perkembangan yang positif.


Jadi sebenarnya semua hal yang baru bagi kita, akan terasa sulit pada awalnya. Tanpa perlu khawatir jika kita terus mencoba, dan menghiraukan komentar negatif dari orang lain tentunya pasti kita akan bisa. Minimal pasti ada deh perkembangannya. Salah satu contoh nyatanya yaa itu tadi pada pengalaman pribadi saya sendirihehehe.

Dan satu hal lagi, proses belajar itu tidak harus selalu berada dalam ruang lingkup pendidikan saja. Kita harus berani bereksperimen dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam teknik wawancara ini saya sedang melakukan chatting dengan beberapa orang yang berasal dari negara lain. Yaa meskipun english saya masih blepotan, tapi intinya saya berlatih bina rapport dan menggali informasi yang baik dari teknik wawancara. Hasilnya? Not bad! Mereka pun jadi ketagihanchatting sama saya, kadang juga jadi sharing bahkan jadi curcol. Tapilumayan sih, walaupun jadi ‘tong sampah’ saya juga mendapatkan hal positif dari budaya mereka yang berasal dari negara maju.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk dosen yang dengan tulus telah mengalirkan ilmunya dalam mata kuliah teknik wawancara. Juga kepada rekan-rekan seperjuangan terima kasih atas kerja samanya yang sudah berakting dengan baik menjadi klien saya.

27 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar