Senin, 16 Juni 2014

Tips Untuk Calon Psikolog Klinis Dewasa dalam Melakukan Wawancara (Abi Dinda Permata Sari)

Baiklah.. Postingan pertama ini, akan ceritain tentang kuliah di kelas Teknik Wawancara selama dua minggu terakhir.
Beberapa minggu yang lalu kita dapat tugas untuk wawancara praktisi, dan kebetulan kelompok saya mendapat hal setting klinis dewasa. Banyak hal sih ternyata yang mesti dipelajari dari psikolog yang kami wawancara (yaiyalah, orang udah praktek sebagai psikolog udah lebih dari umur mahasiswa jaman sekarang). 

Berawal dari sore itu, saya dan keempat teman saya menuju ke rumah ibu yang telah bersedia jadi subyek wawancara kami ini. Sebelum mulai wawancara, kamipun berbincang dengan beliau. Okay, cukup saya bercerita. Pada akhirnya proses tanya jawab pun dimulai *Jeng..Jengg*

Awal dari awal wawancara, beliau banyak menceritakan kasus yang pernah ditanganinya, dan beliau berkata bahwa memang teknik wawancara is still number one. karena dari sinilah semuanya bisa "kebongkar". Nah, sebelum mulai wawancara, kata beliau mesti PDKT dulu. Istilah kerennya sih "membina rapport". Namanya juga PDKT, disini seorang yang akan melakukan pencarian informasi mesti pinter cari strategi gimana caranya orang yang ditanyain ga merasa sedang diintrogasi dan "Dikorek-korek lukanya". Banyak cara ngelakuinnya, mulai dari ngobrol basa-basi hingga basi beneran (Lho??!). Bagian terpenting dari PDKT ini adalah bikin itu klien ngerasa nyaman dulu, apa lagi seorang psikolog yang akan nanya ke orang tentang hal yang ngga enak tentang dirinya, jadi dia harus bener yakin kita adalah orang yang bisa dipercaya. Hati-hati pada tahapan ini ya, soalnya kalo gagal susah untuk lanjut ke tahap berikutnya -.-"

Next! Seperti halnya orang pacaran, ketika udah PDKT dan lawannya sudah merasa nyaman, mulai deh agak "berani-an" untuk mulai mancing dalam bicara yang lebih serius lagi. Disini mulai "korek" dan temukan informasi yang dalaaam tentang apa yang ada dalam dirinya. Biasanya sih masalah dalam tahapan ini adalah orangnya bohong, tapi hal tersebut bukan alasan bagi seorang psikolog, karena mau gimanapun orang ini harus tetap dibantu.Untuk itu, sebaiknya wawancara juga sangat disarankan dikombinasikan dengan informasi. Menurut Subyek wawancara kami saat itu bilang kalo jam terbang akan buat makin terbiasa dan makin jeli melihat sebuah kebohongan. 

Setelah mendapatkan informasi, sebaiknya di-crosscheck dengan alat test tertentu, misalnya tes grafis. Salah satu senjata psikolog yang kami wawancara adalah meminta klien untuk menggambar orang. Menurut subyek wawancara kami, baginya dalam tes ini akan memastikan apakah benar apa yang dikatakannya dengan hasil tes ini. Namun diakui oleh beliau bahwa tes ini membutuhkan jam terbang luar biasa agar dapat menghasilkan informasi yang akurat mengenai masalah yang dialami. Untuk itu sih katanya sebaiknya yang masih muda belom bisa hanya mengandalkan tes ini untuk mendeteksi, diperlukan tes lain juga. 

Semua hal yang dilakukan ini dilakukan supaya sebuah wawancara dalam setting Klinis ini mampu menghasilkan informasi yang akurat terkait dengan masalah yang dihadapi oleh klien agar dapat diterapin dengan tepat pula. Kesalahan pada wawancara klinis akan berdampak fatal pada hasil diagnosis dan terapi. Amit-amit nih akibat kesalahan kita itu orang jadi gila beneran hanya karena kesalahan yang kita lakukan saat wawancara. Mari kita semua yang nantinya akan menjadi psikolog sebaiknya memperbanyak jam terbang untuk melakukan wawancara agar lebih mantep setelah nanti harus melakukan wawancara sesungguhnya! :D

11 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar