Sabtu, 30 Maret 2013

Keterampilan Dasar Wawancara (Grace Amelia Christy)


     Bicara soal wawancara, dalam kehidupan sehari-hari, kita sangat sering mempraktekkan apa yang dinamakan wawancara. Namun, dalam situasi dan kondisi tertentu, diperlukan keterampilan yang baik dalam wawancara. Contohnya, seorang psikolog, merupakan salah satu profesi yang menggunakan wawancara sebagai bagian dari pekerjaannya, sehingga diperlukan keterampilan dasar yang baik dalam wawancara. Dalam hal ini, wawancara dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah dibuat oleh psikolog.
     Keterampilan dasar dalam wawancara/interview yang baik mencakup beberapa hal. Hal pertama yang perlu diingat dan dilakukan adalah dalam hal membina rapport, yaitu menciptakan kondisi yang nyaman, yang hangat, yang akhirnya membuat klien mengungkapkan segalanya pada psikolog. Misalnya, dengan memberikan senyuman, berjabatan tangan, dan melakukan percakapan kecil. Hal yang paling utama dan yang tidak boleh terlupakan adalah mempersilahkan klien duduk. Hindari terima telepon saat wawancara berlangsung.
     Keterampilan dasar selanjutnya yaitu kemampuan untuk empati. Empati memiliki makna yang lebih dari sekedar simpati. Empati berarti ikut merasakan bagaimana berada dalam posisinya, tetapi tidak terlarut atau terbawa dalam emosinya. Apa kunci sukses berempati? FOKUS pada klien setiap waktu. Ketika fokus, maka kita dapat merasakan apa yang dia rasakan, dan semakin lama semakin memahami. Ingat sekali lagi, bukan terlarut atau terbawa dengan emosinya, tetapi memposisikan diri kita apabila kita menjadi dia.
     Selanjutnya, keterampilan yang dinamakan Attending Behavior. Kunci dari keterampilan ini adalah kurangi kuantitas kita berbicara dan memberikan klien kita waktu untuk menceritakan tentang diri mereka. Terkadang, kondisi diam itu dibutuhkan. Tidak hanya mulut yang diam, tetapi hati juga diam. Hal inilah yang disebut the usefulness of silence, yaitu keadaan hening yang dapat ditunjang juga dengan empati non verbal, seperti anggukan kepala, dan lain-lain.
     Coba bayangkan apa yang anda rasakan ketika anda sedang berbicara namun lawan bicara anda sama sekali tidak memperhatikan anda berbicara, tidak fokus, bahkan sibuk dengan dirinya sendiri? Pasti ada rasa kesal, marah, jengkel, dan sebagainya, yang pada akhirnya membuat kita malas bercerita dengannya. Namun, coba bayangkan sebaliknya, ketika anda sedang bercerita, dan lawan bicara anda mendengarkan dengan baik dan fokus dengan cerita anda. Apa yang anda rasakan? Pastinya ada perasaan senang, nyaman, karena merasa didengarkan, dimengerti, dan dihargai.
     Keterampilan selanjutnya adalah teknik bertanya. Ada 2 tipe pertanyaan : open & closed question. Open question sepertinya menjadi pilihan yang baik dalam wawancara karena kita akan mendapatkan banyak informasi dari klien (kaya informasi). Hindari pertanyaan yang menyudutkan klien. Jangan paksa klien untuk menjawab. Jangan gunakan kata “Mengapa”, karena membuat klien mnjadi rasionalisasi, dan terkadang membuat klien tidak nyaman. Gunakanlah kata “apa”, “bagaimana”, dan “kapan” saat wawancara.
     Keterampilan observasi ternyata juga diperlukan saat kita wawancara. Perilaku-perilaku tertentu yang klien tampilkan, akan menjadi tanda-tanda tertentu. Misalnya, jika klien mulai menghela nafas, tandanya ia akan mulai menceritakan hal yang tidak enak. Selain itu, yang terakhir adalah active listening. Dengan ini, klien merasa yakin bahwa ia didengarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengulangi kata terakhir yang klien ucapkan, tanda kita mendengarkan ceritanya, namun tidak pada semua kata yang dia ucapkan harus diulang. Perhatikan situasi dan kondisinya. Pada intinya, kuasai dasar-dasarnya dengan baik, untuk mencapai hasil yang maksimal.

20 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar