Pada kelas TekWan hari ini
(21/03/2013) temanya adalah mengenai Social History atau riwayat sosial klien.
Apa saja yang termasuk dalam riwayat sosial klien yang wajib diketahui oleh
psikolog yang menangani klien tersebut. Awalnya ketika melihat judul ‘Social
History’ muncul di slide pertama, saya pikir… lho? kok sosial? maksudnya
tentang sejarah ilmu sosial kah? kok kayak sosiologi atau psikologi sosial sih?
hehehe… Oh saya salah, ternyata begitu diartikan ke dalam bahasa ibu saya,
Indonesia, maksudnya riwayat sosial klien toh… Oke saya salah mengartikan
istilah asing itu mentah-mentah hahaha…
Mengapa sih penting bagi psikolog
untuk mengetahui Social History klien? karena jelas tidak ada 2 orang di dunia
ini yang memgalami experience yang sama dalam hidupnya. Setting boleh saja
sama, tapi bagaimana respon dan perasaan tiap individu ketika ia mengalami
suatu kejadian tentu tdiak akan sama. Social History klien dipengaruhi baik
oleh Nurture (dari lingkungan dimana ia bertumbuh secara psikologis,
pergaulannya dan lain-lain) maupun Nature (bawaan lahir, kondisi psikologis
yang muncul semenjak ia dalam kandungan-konon kondisi psikologis ibu hamil akan
mempengaruhi janin juga). Dari cara klien menceritakan Social History dirinya
kita juga dapat mengetahui kemampuan adaptive dan maladaptive klien. Adaptive
jika klien mampu mengatasi segala permasalahannya dengan tanpa berlarut-larut,
dan maladaptive jika klien terlalu mudah tenggelam dalam permasalahan dan
berlarut-larut pula. Semua itu dapat menjelaskan orang seperti apa klien tersebut.
Dijelaskan pula bagaimana caranya
untuk bisa mendapatkan Social History dari klien, umumnya, untuk bisa
mengumpulkan informasi mendetail mengenai klien tidak lebih dari 1 sesi, paling
lama membutuhkan 3 sesi dan berdurasi sekitar 4,5 jam. Bisa didapatkan dengan
cara Oral maupun Written, tergantung klien maunya dan bisanya seperti apa.
Baiklah, jadi apa saja sih yang
harus diketahui psikolog dari kliennya? terutama hal-hal yang perlu diketahui
untuk mempermudah psikolog dalam mencari akar permasalahan dan penyelesaian
dari dan bagi klien. Banyak yang perlu diketahui, mulai dari silsilah keluarga
klien, lingkungan social klien, riwayat pendidikan klien dan bagaimana prestasi
klien ketika masih sekolah dan setelah klien bekerja. cara bergaul klien sejak
dulu hingga sekarang, apakah klien mengkonsumsi kafein atau alcohol dan
obat-obatan lain, dan apakah ada riwayat gangguan mental pada keluarga klien
atau tidak… pokoknya berbagai aspek-aspek penting yang sifatnya pribadi dari
diri klien itu harus bisa diketahui (dengan cara yang bisa diterima oleh klien
tentunya). Tidak mungkin juga kita menilai seseorang begini atau begitu kalau
kita tidak tahu apa-apa mengenai orang tersebut bukan? nanti jadinya kalau kata
anak gaul sekarang itu ya sotoy hahaha… tapi jangan sok mau tahu juga alias
kepo. Sulit memang, harus tahu banyak hal mendetail mengenai klien tanpa harus
terkesan kepo, tapi disitulah pemahaman dan penerapan kita mengenai seni teknik
wawancara diuji.
Dari pengalaman saya sendiri
(yang masih sedikiiiiiit banget), jelas berbeda ketika kita mewawancarai subjek
dengan gangguan mental dan yang tidak ada gangguan mental yang parah (ya stress
dikit sih pasti ada lah…). Ketika mewawancarai subjek dengan kondisi mental
yang baik-baik saja, subjek cenderung lebih mudah untuk menceritakan hal-hal
yang sifatnya bisa dibilang agak sensitif (meski tidak sampai mendetail juga),
berbeda dengan subjek dengan gangguan mental, yang cenderung terlihat tidak
nyaman duluan jika harus mengingat-ngingat hal-hal yang sifatnya terlalu
traumatis bagi dirinya (jika klien mengalami PTSD terutama). Dan menggali
informasi dari klien dengan gangguan-gangguan semacam skizofrenia dan gangguan
jiwa lainnya juga harus hati-hati, saya pernah mewawancarai (tepatnya ngobrol
sih ya…) dengan pasien di sebuah rumah sakit jiwa di daerah Jakarta pusat (atau
barat, saya nggak yakin hehehe…), pasien itu bercerita dengan sangat lancarrrr,
tapiiii….. berhubung pasien statusnya masih harus diberi obat-obatan penenang
secara teratur dan bicaranya juga agak ngawur, yang jelas apapun yang ia
ceritakan jangan langsung dipercaya 100% juga… entah mengenai bagaimana ia bisa
terdampar di RSJ tersebut, ataukah ketika ia bilang bahwa ia sudah sembuh dan
mengenai asal-usulnya terutama harus diteliti apakah benar atau tidak… lho? ini
curcol’an saya kira-kira nyambung nggak sih dengan pembahasan social history?
hehehe… kalau kata salah satu dosen saya di kampus, saya suka ‘sekedar sharing’
meski ‘sekedar sharing’nya saya itu entah nyambung atau tidak.
Yah inti dari tulisan yang lumayan
panjang dan (mungkin) tidak berbobot ini adalah, penting bagi psikolog, dokter,
dan profesi-profesi yang berhubungan dengan kemakmuran psikologis dan fisik
orang lain untuk mengetahui Social History’nya, karena tiap orang memiliki
riwayat hidup yang berbeda dan penanganannya pun tentu tidak bisa
disamaratakan.
26 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar