Sejak SMA sampai sekarang, kalau ada
tugas wawancara selalu diberikan tujuan, misalnya wawancara guru,
wawancara orangtua, wawancara seorang wirausahawan, wawancara psikolog,
dan lain-lain. Namun, selama ini yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan kemampuan membina hubungan yang baik agar wawancara menjadi
lancar, melatih teknik bertanya, melatih cara berpikir kritis, dan
sebagainya. Semua itu lebih mengarah ke teknisnya wawancara. Pernahkah
terpikir apa saja yang dapat berpengaruh pada pengalaman narasumber dan
pendapat-pendapatnya ketika diwawancara? Itulah yang akan kita bahas
kali ini, social history (riwayat sosial)....
Judulnya memang history (sejarah atau riwayat), jangan
dianggap seperti pelajaran sejarah yang penuh dengan nama-nama artis dan
tahun-tahun berjayanya. Konteksnya itu sosial, artinya yang kita
bicarakan adalah konteks munculnya masalah klien dari lingkungan
sosialnya. Melalui riwayat sosial, kita akan mampu mengenal klien lebih
dalam dan mengetahui akar masalahnya termasuk pandangannya terhadap
sebuah peristiwa. Riwayat sosial ini beraneka ragam, dapat berupa cerita
dari klien, family origin, pendidikan, dan masih banyak lagi.
Konteks seperti apapun hampir sama, kalau berbincang atau wawancara
dengan seseorang yang mencurahkan isi hatinya (curhat), apa yang kita
cari? masalahnya. Masalah yang dialaminya itu yang menjadi target selama
ini. Ketika ditanya, memangnya masalah itu darimana asalnya? Bingung,
galau, tidak tahu, ragu-ragu menjawab, dan teman-temannya melebur dalam
pikiran kita. Itu berarti kita belum dapat membantu orang ini, karena
belum benar-benar mengerti peristiwa yang dihadapinya termasuk akar
masalahnya. Poin terpentingnya itu seperti apakah orang ini memaknai
peristiwa itu? Apa tujuannya? Agar kita mengetahui bagaimana dia
menghadapi situasi itu tentunya. Seseorang yang datang kepada kita bukan
orang yang tidak bisa menghadapi masalah. Mereka tahu caranya, tetapi
cara yang digunakan itu tidak cukup efektif, sehingga membutuhkan
bantuan dan dukungan dari kita.
pencenk-estry.blogspot.com |
Supaya mudah membayangkan tentang family origin, bayangkanlah
pohon keluarga, bukan pohon tauge, pohon beringin, dan pohon pisang.
Salah satu kegunaannya mengetahui darimana asalnya masalah yang dialami
klien, baik itu berupa gangguan yang berasal dari lingkungan keluarga,
atau secara genetik (keturunan). Misalkan apabila konteksnya klinis,
anggota keluarga yang mana saja yang mengalami gangguan sama dengan
klien? Apakah ada penyebab gangguan itu secara genetik? Lingkungan
keluarga juga dapat memengaruhi apa yang terjadi pada klien. Contohnya
satu rumah terdiri dari 10 keluarga dan keputusan klien (anak) harus
dipertimbangkan oleh 10 keluarga itu. Andaikan 10 keluarga itu tidak
menyetujui keputusannya, lebih berat tidak disetujui orangtua saja atau
tidak disetujui oleh keluarga sendiri dan keluarga besar secara
serempak? Bisa jadi pada akhirnya anak akan merasakan kecemasan saat
ingin mengungkapkan pendapat atau keputusannya, sebab selalu berpikir
akan ditolak sejumlah orang.
Melalui pendidikan pun kita juga dapat mengenali seseorang. Melalui
pendidikan kita dapat mengetahui bagaimana dan seberapa keras usahanya
mencapai performa selama ini, termasuk seberapa baik performanya. Satu
hal yang perlu diingat, seseorang yang sukses secara akademik belum
tentu bagus juga di dunia kerja. Ada banyak sekali faktor yang
memengaruhinya, salah satunya apakah dia mudah dibentuk oleh lingkungan
kerjanya atau tidak. Lowongan kerja di koran umumnya menuliskan satu soft skill,
yaitu fleksibilitas. Berarti kandidat diharapkan merupakan orang yang
dapat menempatkan diri dalam berbagai situasi dan bersedia dibentuk.
Terdapat kecenderungan bahwa orang yang berprestasi itu lebih sulit
dibentuk, terutama apabila dia masih "memaksakan" konsep yang sudah
dipelajari. Perlu diketahui, konsep yang dipelajari melalui pendidikan
itu adalah dasarnya, di tempat kerja tersedia konsep pengembangannya.
Itulah hambatannya dalam kesuksesan.
Itu baru sebagian kecil dari riwayat sosial, tidak perlu galau
karena memikirkan apa saja yang tercakup dalam riwayat sosial. Semuanya
memang banyak, semuanya berbeda, tetapi penerapannya sama. Secara
sederhana, riwayat sosial ini adalah sesuatu yang dapat kita tanyakan
saat wawancara, terutama untuk sesi pertama. Sesi pertama adalah
saat-saatnya gencar mengumpulkan data mengenai klien dan
mengorganisasikannya agar lebih teratur dan mudah dipahami. Biarlah
klien bercerita minimal satu makalah kalau dibuat dalam bentuk tertulis.
Tujuannya adalah agar klien mampu melepas sebagian dari bebannya, agar
pada sesi berikutnya dia merasa lebih baik. Selain itu, kita juga
memiliki lebih banyak informasi setelah bertanya mengenai riwayat
sosialnya dan mampu mendapat gambaran seperti apa dia. Kita tidak akan
pernah mengenal lebih dalam siapa lawan bicara kita jika kita menutup
mata dari apa yang dialaminya dan dia rasakan selama ini. Ketika kita
tahu apa yang dialami dan dirasakannya, di situlah kita akan mulai
mengenalnya.
21 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar