Senin, 25 Maret 2013

yang perlu diperhatikan dalam wawancara (Danny Felix)


Setelah banyak membahas teknik wawancara dalam dunia psikologi, sebetulnya ada gak sih hal yang perlu diperhatikan dalam teknik wawncara itu sendiri? Jawabannya sudah pasti ya. Lalu apa saja yang harus diperhatikan dalam teknik wawancara, khususnya ketika digunakan untuk kepentingan praktisi psikolog? Ada enam hal yang perlu diperhatikan, yaitu : kemampuan membina rapport, empati, attending behavior, teknik bertanya, keterampilan observasi, dan active listening.
     Pertama, kemampuan membina rapport, pasti ada yang masih bertanya-tanya apa rapport itu sendiri? Rapport itu sendiri merupakan kemampuan seseorang membina suatu hubungan yang baik, positif, dan hangat terhadap orang lain. Hal ini perlu dilakukan untuk membina hubungan dengan klien untuk memberi kesan bahwa praktisi adalah orang yang hangat dan nyaman yang membuat klien mau terbuka pada praktisi. Hal ini dilakukan untuk menggali informasi klien mengenai masalah yang dihadapinya.
     Kedua, empati, hal ini penting untuk dimiliki bagi seorang praktisi psikologi khususnya psikolog klinis. Mengapa begitu? Klien yang menghadapi kesulitan apapun, bagi klien hal itu adalah sesuatu yang sangat berat walaupun bisa jadi bagi kita hal itu sangatlah sederhana dan mungkin dapat membuat kita geli mendengarnya. Dalam empati ini sangatlah penting bagaimana kita membayangkan jika kita yang berada dalam masalah klien yang sedang dihadapi. Dengan melakukan empati ini, klien akan merasa bahwa ada yang memperhatikannya ataupun mengerti keadaannya. Hal ini dapat memotivasi diri klien untuk turut berkooperasi dalam proses treatment.
     Ketiga, attending behavior, yaitu berusaha membuat diri kita mendengar dan sepenuhnya memberi waktu bagi klien untuk berbicara mengenai masalah dirinya. Hal ini juga penting dilakukan, karena dapat memberikan kesan bahwa klien datang pada praktisi psikolog tidak percuma sebab ada yang mendengarkan dirinya. Hal ini juga merupakan bagian dari empati yang dapat diberikan pada klien. Dengan memperhatikan klien, kita dapat sepenuhnya fokus pada permasalahan klien dibadingkan ketika kita sibuk dengan diri kita sendiri.
     Keempat adalah teknik bertanya. Ada dua jenis teknik bertanya open question dan closed question. Open question sifatnya lebih tidak mengarahkan di mana klien dapat bebas mengekspresikan perasaannya dan dirinya. Biasanya pertanyaan yang dilontarkan adalah “Apa yang bisa saya bantu?” dan dilakukan biasanya di awal pertemuan di sesi pertama. Namun di tengah-tengah sesi juga dapat dilontarkan pertanyaan open question seperti “Bisakah anda ceritakan lebih lanjut?”. Kedua, closed question, lebih bersifat mengarahkan dan jawaban yang diberikan biasanya akan pendek bahkan dapat sebatas “ya” atau “tidak”. Ada resiko dengan closed question akan membuat klien menjadi terpengaruh dengan pemikiran praktisi dan bisa jadi terdistorsi. Oleh sebab itu, closed question dalam tiap sesi tidak terlalu sering digunakan.
     Kelima, keterampilan observasi, seperti pada artikel sebelumnya, observasi juga akan sering digunakan bagi praktisi terutama saat melakukan wawancara. Ada 3 area yang difokuskan dalam observasi. Pertama adalah perilaku nonverbal, biasanya hal yang diperhatikan adalah sekitar ekspresi wajahnya, bahasa tubuh yang dilakukan oleh klien, dan tentu praktisi harus menghindari stereotype. Kedua adalah perilaku verbal, hal yang diperhatikan sekitar pada sellective attention yang dilakukan oleh klien serta key word yang muncul dalam pembicaraan klien. Dan yang terakhir adalah konflik, diskrepansi dan inkongruensi. Dalam hal ini, praktisi harus mewaspadai diskrepansi antara perilaku verbal dan nonverbal yang dilakukan klien dan juga inkongruensi dalam pembicaraan klien yang bisa jadi klien masih tidak nyaman untuk bercerita sehingga adan indikasi klien masih belum dapat jujur pada praktisi.
     Terakhir adalah active listening, di mana ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan kembali. Pertama, encouraging, sebuah tindakan yag dilakukan oleh praktisi untuk memotivasi klien untuk terus bercerita mengenai masalahnya. Kedua, reflection of content vs reflection of feeling, di mana reflection of content merupakan tindakan yang berfokus pada konten dan mengklarifikasi apa yang sudah dikomunikasikan oleh klien. Sedangkan reflection of feeling merupakan tindakan mengidentifikasi key emotions dari klien dan menanyakan klien untuk memastikan pengalaman afeksinya. Dan yang ketiga adalah summarizing, sama dengan reflection of content hanya saja dilakukan saat akhir ketika klien sudah selesai bercerita dan merangkum semuanya tidak sepanjang apa yang dikatakan klien hanya untuk mengklarifikasi topik yang sudah disampaikan.
     Keenam hal inilah yang penting dilakukan dalam melakukan teknik wawancara terutama dalam bidang psikologi klinis. Namun dari semuanya tentu ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai kerahasiaan yang dijaga mengenai permasalahan klien agar tidak diketahui oleh orang lain. Hal ini juga dapat meningkatkan kenyamanan bagi klien untuk mau terbuka dan menceritakan permasalahan diri klien. Be a good interviewer guys! ^_^

17 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar