Minggu, 24 Maret 2013

Keterampilan Dasar Wawancara (Andi Yansen)


     Tulisan ketiga dalam blog merupakan review atas perkuliahan tekwan pada tanggal 11 Maret 2013. Perkuliahan kali ini diisi oleh ceramah dosen mengenai keterampilan dasar wawancara. Ada juga sesi latihan untuk mendengarkan dan tidak mendengarkan orang lain yang bertujuan agar pada mahasiswa merasakan bagaimana rasanya ketika didengarkan maupun tidak didengarkan oleh orang lain dan sebaliknya.

     Setelah kita tahu apa itu wawancara dan penerapannya di beberapa bidang psikologi, sekarang kita akan mulai masuk lebih dalam. Keterampilan-keterampilan apa saja sih yang diperlukan untuk melakukan wawancara dengan baik? Selama perkuliahan sebelumnya, keterampilan-keterampilan dasar wawancara tersebut mungkin kita dapatkan melalui pengalaman para praktisi psikologi, namun kali ini kita akan melihatnya dari sisi teoritis. Ada enam keterampilan dasar teknik wawancara, yaitu: bina rapport, empati, attending behavior, teknik bertanya, observasi, dan active listening.

     Keterampilan dasar pertama adalah membina rapport. Bina rapport adalah menciptakan suasana hubungan yang hangat dan nyaman bagi klien untuk berani bercerita secara bebas dan jujur tentang topik yang relevan di dalam wawancara tersebut. Keberhasilan membangun rapport terletak pada sikap kita kepada klien. Kita harus menjaga ekspresi wajah, ucapan/suara, bahasa tubuh, peralatan atau inventoris ruangan yang dipakai.

     Keterampilan dasar yang kedua adalah attending behavior. Maksudnya adalah hadir secara badan dan pikiran, memberikan atensi dan fokus penuh terhadap klien. Tentunya ini bisa dilakukan jika kita memberikan sebagian besar waktu untuk klien berbicara. Ada 4 dimensi penting dalam attending behavior ini, yaitu: menjaga kontak mata, menjaga kualitas suara(intonasi dan kecepatan bicara), menjaga topik pembicaraan, dan menjaga bahasa tubuh.

     Keterampilan dasar ketiga adalah teknik bertanya. Sebaiknya dalam wawancara menggunakan pertanyaan terbuka yang sifatnya tidak mengarahkan dan klien dapat lebih bebas dalam mengekspresikan perasaannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah jangan memaksa klien untuk bercertia, karena ia akan merasa tidak nyaman dan tidak percaya kepada pewawancara. Jangan menggunakan wawancara untuk memuaskan rasa ingin tahu pewawancara atas suatu hal yang tidak ada katiannya dengan topik wawancara. Dan sebaiknya tidak menggunakan pertanyaan yang mengandung kata “kenapa”, karena ini menyebabkan klien merasa disalahkan dan akan muncul rasionalisasi.

     Keterampilan yang keempat adalah observasi. Wawancara dan observasi ini tidak dapat dipisahkan. Yang perlu diperhatikan dalam observasi ini adalah perilaku verbal dan nonverbal dari klien. Apakah perilaku verbal dan nonverbalnya kongruen? Kalau tidak mungkin klien merasa tidak nyaman, atau bisa jadi dia berbohong. Harus diperhatikan juga kata/key words yang sering diulang-ulang.

     Keterampilan yang kelima adalah active listening. Tujuannya adalah mendorong klien agar mau berbicara. Kita dapat menggunakan perilaku verbal dan nonverbal untuk membuat klien mau berbicara. Selain itu kita juga harus membedakan perasaan dan pikiran yang diungkapkan klien, yang mungkin saja klien tersebut tidak tahu akan hal itu. Selain itu, kita jgua harus dapat menyimpulkan apa saja yang diceritakan oleh klien dan mengklarifikasikannya kepada klien dengan menggunakan parafrase.

     Keterampilan yang terakhir adalah empati, yaitu memahami apa yang dirasakan oleh klien. Empati ini adalah hal yang terpenting yang digunakan dalam wawancara. Kelima keterampilan dasar di atas akan dapat kita gunakan dengan baik jika kita memiliki empati kepada klien.

16 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar