Dalam pengaplikasian teknik
wawancara, ada beberapa keterampilan dasar wawancara yang harus dimiliki oleh
seorang psikolog. Keterampilan tersebut adalah kemampuan membina rapport,
empati, attending behavior, teknik
bertanya, keterampilan observasi, dan active
listening.
-
Ketika seorang klien datang untuk berkonsultasi
pertama kali, kita harus mampu membina rapport yang baik. Kenapa? Tentunya agar
klien tersebut merasa nyaman, dan merasa kita mampu serta membuat ia percaya
sehingga klien mampu mengungkap semua masalahnya. Bagaimana caranya? Tentunya senyum
yang hangat, sambutan yang bersahabat, dan berjabat tangan saat klien pertama
datang. Selain itu, kondisi ruangan yang nyaman dan hangat juga membuat klien
lebih nyaman saat menceritakan semua masalahnya. Namun, membina rapport yang
baik tidak akan tercipta dalam satu kali pertemuan. Sama seperti kita yang
tidak akan curhat kepada teman yang
baru pertama kali kita kenal. Tentunya setelah kita merasa nyaman dan dekat
dengan teman tersebut kita baru dapat curhat dengan teman tersebut, hal ini
sama hubungannya dengan klien dan psikolog tersebut. Bagaimana agar klien juga merasa nyaman? Selain
senyum hangat yang sudah dijelaskan diatas, sikap kita juga turut mempengaruhi
cocok atau tidaknya klien dengan kita, misalnya bagaimana raut muka kita saat
klien menceritakan masalahnya yang terkadang membuat kita tercengang. Raut muka
yang datar membuat klien merasa kita tidak turut merasakan masalahnya, ekspresi
kepedulian serta ketertarikan akan membuat klien nyaman menceritakan masalahnya
kepada kita. Namun, kita juga jangan menampakkan raut muka yang ‘judgemental’, karena akan membuat klien
tidak nyaman dan merasa bersalah. Selain itu, kita juga harus menjaga sikap
kita yang membuat kita tercengang. Terkadang ada masalah klien yang membuat
kita kaget, namun jaga sikap, jangan berlebihan, berusaha tetap mengontrol diri
kita dan memahami perasaannya. Hati-hati juga dengan humor, jangan menyinggung
klien. Selain raut muka, tindakan menerima telepon juga dapat mengganggu
jalannya percakapan. Tentunya klien akan merasa tidak diperdulikan ketika kita
sibuk dengan BBM atau mengangkat telepon saat ia sedang bercerita, melakukan
hal lain juga mengalihkan fokus kita terhadap cerita klien. Kita juga harus
memperhatikan bahasa, apakah sesuai dengan klien atau tidak, yang dapat kita
sesuaikan dengan pendidikannya. Hal-hal diatas termasuk kemampuan membina
rapport yang baik dengan klien.
-
Kedua adalah empathy.
Kita akan terus menjaga rapport yang sudah terjalin dengan klien kita dengan
adanya empathy tersebut. Kita harus
turut merasakan apa yang dirasakan klien kita. Seperti perumpamaan sepatu,
walaupun ukuran size sepatu kita berbeda dengannya (kita tidak mengalami yang
klien alami), kita tetap berusaha memahami bagaimana jika kita memakai sepatu
yang ia kenakan.
- Ketiga adalah attending behavior. Kunci dari attending behavior adalah mengurangi
kuantitas bicara psikolog dan memberikan klien waktu untuk menceritakan diri
mereka. Empati cukup ditunjukan dalam keadaan hening namun ditunjang dengan
sikap empati nonverbal, seperti kontak mata, dsb. Ada 4 yang perlu diperhatikan dalam attending
behavior:
1. Visual : kita harus menatap klien, jangan mengalihkan pandangan. Mengalihkan
pandangan membuat kita seperti tidak tertarik akan pembicaraannya.
2. Vocal qualities : Nada bicara kita jangan terlalu cepat.
3. Verbal Tracking : jangan lompat topik pembicaraan yang sedang klien
ceritakan. Misalnya ketika klien sedang menceritakan mengenai keluarganya, kita
menanyakan apa pekerjaanya.
4. Body language : Jangan duduk dengan melipat tangan atau menopang
dagu, dsb yang membuat klien merasa kita bosan atau tidak tertarik dengan
permasalahannya.
-
Dalam wawancara terdapat dua teknik pertanyaan
yang digunakan dalam wawancara, yaitu open
question dan closed question. Open question bersifat tidak mengarahkan,
dan klien lebih bebas mengekspresikan pertanyaannya. Sedangkan closed question berupa pertanyaan dengan
merujuk pada jawaban tertentu seperti pertanyaan yang dengan jawaban pendek
sebatas “ya” dan “tidak”. Closed question
kadang membuat klien menjadi terpengaruh dengan pemikiran konselor dan menjadi
terdistorsi, seperti misalnya pertanyaan: “apakah anda marah?” membuat ia
berpikir kalau ia merasa marah padahal belum tentu sebenarnya ia marah.
Namun ada beberapa pertanyaan
yang dianggap tidak harus dilakukan. Diantaranya adalah:
1. Being
intrusive: ketika klien sulit bicara jangan paksa klien untuk berbicara karena
ia akan merasa terganggu dan tidak percaya pada psikolog tersebut
2. Interrogating
the client: hindari pertanyaan yang menyudutkan klien, karena membuat klien
takut dan menyembunyikan informasi penting.
3.
Controlling client explores: jangan memberikan pertanyaan yang terus menerus
membuat klien tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya.
4. Using “why”
question: menggunakan kata “mengapa” membuat klien hanya memunculkan
rasionalisasi atau pembelaan diri dan bukan menjawan dengan jawaban yang
sebenarnya.
5. satisfying
interviewer’s need: jangan memberikan pertanyaan yang tidak dibutuhkan hanya
karena pewawancara sekedar ingin tahu saja.
-
Keterampilan Observasi berfokus pada tiga area,
yaitu: perilaku non-verbal; perilaku verbal; konflik, diskrepansi, dan
inkongruensi.
Kita harus mengobservasi klien pada saat ia menceritakan
masalahnya. Perilaku yang harus diobservasi pertama adalah perilaku non-verbal,
seperti bagaimana ekspresi wajahnya, bagaimana bahasa tubuhnya (misalnya posisi
duduk, tarikan napas, dll).
Perilaku kedua adalah perilaku verbal, perhatikan apakah
cerita klien hanya yang itu-itu saja atau tidak, perhatikan juga kata-kata yang
ditekankan klien.
Selain perilaku kita juga harus mengobservasi
discrepancies&conflict. Pewawancara harus waspada diskrepansi antara
tindakan verbal dan nonverbal klien selama wawancara.
-
Dalam active
listening skill, kita harus melakukan probing,
yaitu mampu menggali lebih dalam dari apa yang klien ungkap, apakah memang itu
benar masalahnya atau tidak. Beri jarak 10-15 detik untuk diam, jangan
berbicara tanpa henti. Namun juga jangan terlalu lama, karena dapat dianggap
tidak tertarik pada masalah klien, gunakan kontak mata namun jangan berlebihan.
Kita juga dapat mengulang kata terakhir yang diucapkan klien agar klien
mengetahui bahwa kita tetap “stay tune”
mendengarkannya. Gunakan “paraphrasing”
yaitu merangkum apa yang klien ceritakan dengan bahasa kita sendiri. Kita juga
harus “reflection of feelings”,
perjelas perasaan klien. Selain itu kita juga harus menggunakan “parroting” yaitu mengulang perkataan
klien. Hal ini bermanfaat untuk memberikan garis besar cerita klien, namun kita
juga jangan terlalu sering menggunakan parroting
tersebut.
Demikianlah beberapa penjelasan saya mengenai keterampilan
dasar wawancara. Semoga hal tersebut berguna bagi kita dan dapat kita terapkan
pada saat mengaplikasikan wawancara :D
15 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar