Minggu, 10 Maret 2013

Teknik wawancara bagi psikolog klinis anak dan klinis dewasa (Dixie Delisia)

     Pada hari senin siang, tanggal 25 Februari 2013, pukul 13.00 - 16.00, saya mengikuti mata kuliah teknik wawancara. Materi pada kelas ini adalah presentasi oleh 4 kelompok mengenai teknik wawancara yang digunakan oleh psikolog klinis anak dan klinis dewasa. Setelah 4 kelompok mempresentasikan apa yang telah mereka dapatkan dari wawancara yang mereka lakukan pada psikolog klinis anak ataupun dewasa, saya berusaha untuk menyimpulkan materi yang telah kelompok presentasikan.
     Saya menyimpulkan bahwa psikolog klinis anak dan psikolog klinis dewasa mengatakan wawancara merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data atau interaksi antara dua orang atau lebih yang mana terjadi pertukaran informasi di dalamnya. Tujuan wawancara, baik menurut psikolog klinis anak ataupun psikolog klinis dewasa, adalah dapat mempertajam dan menggali informasi yang didapatkan dari klien sendiri. Informasi yang didapat menjadi lebih banyak dan asli.
     Kelebihan wawancara untuk kedua psikolog adalah mendapatkan baik data verbal dan nonverbal dari klien. Data verbal didapatkan dari informasi langsung oleh klien yang dicatat. Data nonverbal didapatkan dari hasil observasi. Banyak hal yang dapat diobservasi ketika wawancara berlangsung, seperti gerak tubuh, kedipan mata, cara berbicara, gaya berbahasa. Sebagai tambahan, wawancara dan observasi adalah teknik yang berjalan beriringan untuk mendapatkan informasi yang relevan.
     Kekurangan wawancara untuk kedua psikolog adalah tidak terlepasnya manusia dari rasa lelah. Wawancara pada baik klien anak maupun dewasa dapat berlangsung selama berjam-jam hingga informasi didapatkan. Hal tersebut menguras tenaga pewawancara. Ketika pewawancara lelah, maka pewawancara tidak dapat lagi fokus pada apa yang harus ia tanyakan untuk mendapatkan informasi yang berguna. Bias-bias seperti penampilan awal yang membuat pewawancara merasa bahwa klien adalah orang yang baik juga dapat mempengaruhi hasil wawancara.
     Masalah-masalah yang sering dialami oleh kedua psikolog pada saat melakukan wawancara adalah klien yang tidak mau berbicara dan mengungkapkan informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut membuat pewawancara harus menunggu hingga informasi tersebut diungkapkan oleh klien. Pada klien anak, anak tersebut dapat diajak bermain terlebih dahulu hingga kondisinya membuat anak merasa nyaman. Pertanyaan dapat diajukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan lingkungannya. Jika anak tetap tidak mau bicara, maka orangtua juga dapat diwawancarai untuk mendapatkan data penting mengenai perilaku anak. Anak yang tidak mau bicara atau diam seribu bahasa merupakan masalah yang sering ditemui pada kasus klinis anak. Selective mutism merupakan istilah yang mengacu pada anak yang tidak mau bicara walaupun sebenarnya dapat berbicara.
     Pada klien dewasa, pewawancara dapat menunggu hingga klien menyampaikan informasi yang dibutuhkan dan hal tersebut memakan waktu yang cukup lama. Wawancara dapat dilakukan dalam banyak sesi hingga informasi yang dibutuhkan terlengkapi.
     Sekian simpulan yang dapat saya sampaikan dari materi yang saya dapatkan dari kelas ini. Masih banyak kelebihan, kekurangan, masalah, dan penanganan lainnya dari teknik wawancara yang mungkin belum dibahas dalam kelas ini. Namun saya berharap wacana ini dapat berguna bagi siapapun yang membutuhkannya. Terima kasih.

2 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar