Pada hari senin siang, tanggal 25 Februari
2013, pukul 13.00 - 16.00, saya mengikuti mata kuliah teknik wawancara. Materi
pada kelas ini adalah presentasi oleh 4 kelompok mengenai teknik wawancara yang
digunakan oleh psikolog klinis anak dan klinis dewasa. Setelah 4 kelompok
mempresentasikan apa yang telah mereka dapatkan dari wawancara yang mereka
lakukan pada psikolog klinis anak ataupun dewasa, saya berusaha untuk
menyimpulkan materi yang telah kelompok presentasikan.
Saya menyimpulkan bahwa psikolog klinis anak dan psikolog klinis
dewasa mengatakan wawancara merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan data atau interaksi antara dua orang atau lebih yang mana terjadi
pertukaran informasi di dalamnya. Tujuan wawancara, baik menurut psikolog
klinis anak ataupun psikolog klinis dewasa, adalah dapat mempertajam dan
menggali informasi yang didapatkan dari klien sendiri. Informasi yang didapat
menjadi lebih banyak dan asli.
Kelebihan wawancara untuk kedua psikolog
adalah mendapatkan baik data verbal dan nonverbal dari klien. Data verbal
didapatkan dari informasi langsung oleh klien yang dicatat. Data nonverbal
didapatkan dari hasil observasi. Banyak hal yang dapat diobservasi ketika
wawancara berlangsung, seperti gerak tubuh, kedipan mata, cara berbicara, gaya
berbahasa. Sebagai tambahan, wawancara dan observasi adalah teknik yang
berjalan beriringan untuk mendapatkan informasi yang relevan.
Kekurangan wawancara untuk kedua psikolog
adalah tidak terlepasnya manusia dari rasa lelah. Wawancara pada baik klien
anak maupun dewasa dapat berlangsung selama berjam-jam hingga informasi
didapatkan. Hal tersebut menguras tenaga pewawancara. Ketika pewawancara lelah,
maka pewawancara tidak dapat lagi fokus pada apa yang harus ia tanyakan untuk
mendapatkan informasi yang berguna. Bias-bias seperti penampilan awal yang
membuat pewawancara merasa bahwa klien adalah orang yang baik juga dapat
mempengaruhi hasil wawancara.
Masalah-masalah yang sering dialami oleh
kedua psikolog pada saat melakukan wawancara adalah klien yang tidak mau
berbicara dan mengungkapkan informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut membuat
pewawancara harus menunggu hingga informasi tersebut diungkapkan oleh klien.
Pada klien anak, anak tersebut dapat diajak bermain terlebih dahulu hingga
kondisinya membuat anak merasa nyaman. Pertanyaan dapat diajukan ketika anak
sudah merasa nyaman dengan lingkungannya. Jika anak tetap tidak mau bicara,
maka orangtua juga dapat diwawancarai untuk mendapatkan data penting mengenai
perilaku anak. Anak yang tidak mau bicara atau diam seribu bahasa merupakan
masalah yang sering ditemui pada kasus klinis anak. Selective mutism merupakan istilah yang mengacu pada anak yang
tidak mau bicara walaupun sebenarnya dapat berbicara.
Pada klien dewasa, pewawancara dapat
menunggu hingga klien menyampaikan informasi yang dibutuhkan dan hal tersebut
memakan waktu yang cukup lama. Wawancara dapat dilakukan dalam banyak sesi
hingga informasi yang dibutuhkan terlengkapi.
Sekian simpulan yang dapat saya sampaikan
dari materi yang saya dapatkan dari kelas ini. Masih banyak kelebihan,
kekurangan, masalah, dan penanganan lainnya dari teknik wawancara yang mungkin
belum dibahas dalam kelas ini. Namun saya berharap wacana ini dapat berguna
bagi siapapun yang membutuhkannya. Terima kasih.2 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar