Ketika pertama kali masuk Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara,
saya masih “gelap” mengenai bidang-bidang psikologi. Dari semester satu
sampai sekarang semester enam, saya baru sedikit-sedikit mengetahui
bidang-bidang psikologi seperti klinis anak, klinis dewasa, psikologi
industri dan organisasi, psikologi pendidikan, dan masih banyak lagi.
Mungkin yang masih dalam satu bidang adalah klinis dewasa dan klinis
anak.
Untuk menjadi psikolog yang baik, semua dosen saya dari berbagai
bidang psikologi memberikan wejangan mengenai skill apa saja yang harus
dikuasai oleh seorang (well, at least) sarjana S1 psikologi, yaitu skill
observasi dan wawancara. Kedua skill ini susah untuk dipisahkan, karena
saat wawancara memang harus mengobservasi, dan saat observasi alangkah
lebih baik jika informasi yang didapat dapat dikonfirmasi melalui
wawancara. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah: Apa sih perbedaan
teknik wawancara dari psikologi klinis dewasa dan anak? Atau sama saja?
Dari penjelasan kelompok-kelompok kelas Teknik Wawancara Semester
genap Universitas Tarumanagara, yang mewawancarai psikolog klinis
dewasa, saya mendapatkan informasi bahwa psikolog dewasa lebih memakai
wawancara yang langsung tanpa terlalu banyak basa-basi jika rapport
sudah terbina dengan baik. Hal ini dikarenakan orang dewasa sudah dapat
merasakan bahwa dirinya membutuhkan bantuan dan dapat mendeteksi apa
yang menjadi inti permasalahan mereka (dengan arahan psikolog dari
pertanyaan dalam wawancara). Psikolog klinis dewasa dapat menggali
informasi lebih dalam dari sudut pandang klien dan dapat memberi
diagnosa dan intervensi yang lebih sesuai.
Kelompok-kelompok yang mewawancarai psikolog klinis anak mendapatkan
temuan yang sedikit berbeda. Dari penjelasan yang saya tangkap,
anak-anak tidak akan terbuka dengan orang yang membuatnya merasa tidak
nyaman, karena mereka tidak akan berbincang jika merasa demikian, maka
psikolog klinis anak memakai cara lain untuk membina rapport. Hal-hal
yang dilakukan untuk ,membangun rapport dengan seorang anak antara lain
adalah dengan mengajaknya bermain (mainan harus tersedia di tempat
praktek tentunya), menggambar, atau melakukan hal yang menurutnya
menarik. Wawancara dalam klinis anak sendiri agak berbeda, karena anak
belum dapat memberi informasi yang detil mengenai perasaannya. Biasanya
wawancara pada anak akan didampingi dengan wawancara kepada orangtua,
pengasuh, atau significant others lainnya. Hal yang ditanyakan pada anak
biasanya mengenai kesehariannya dan informasi ini dapat dipakai untuk
dicocokkan dengan hasil wawancara orangtua.
1 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar