Minggu, 10 Maret 2013

Interview on Clinical Psychology: What’s inside? (Christiona Ds.)

      Apa yang pertama kali dalam benak kita ketika mendengar ‘Teknik Wawancara’? Ya, salah satu di antaranya adalah bagaimana cara / teknik dalam melakukan wawancara kepada narasumber. Sebelum mengetahui bagaimana teknik wawancara yang baik bagi seorang psikolog, kita harus memahami apa itu wawancara itu sendiri. Berdasarkan presentasi kelompok, wawancara adalah salah satu metode, teknik dan cara bagi kita untuk mendapatkan informasi dari seseorang. Banyak ditekankan bahwa modal psikolog tidak hanya menguasai alat tes psikologi, namun juga termasuk wawancara dan observasi. Ketiganya ini saling mendukung satu sama lain. Apabila wawancara sudah dilakukan, observasi selama wawancara ataupun pertemuan berikutnya dapat mendukung kebenaran dari perkataan narasumber. Tes psikologi dapat mendukung secara kuat apakah jawaban yang diberikan klien tersebut benar ataupun menambahkan apa yang klien tidak ketahui. Gabungan dari ketiga metode tersebut menjadi hasil yang baik guna menentukan keluhan klien yang sebenarnya.
     Pada umumnya, teknik wawancara itu sendiri dimulai dengan cara pembinaan rapport terlebih dulu. Rapport dalam hal ini adalah psikolog memulai wawancaranya dengan obrolan-obrolan yang lebih ringan terlebih dahulu, untuk membuat klien lebih nyaman untuk berbicara. Rapport sendiri tidak berlalu begitu saja, melainkan dapat digunakan untuk mengenal latar belakang narasumber. Perlahan, kemudian psikolog mulai menanyakan apa maksud kedatangan klien dan memulai wawancara yang sebenarnya. Pertanyaan yang diajukan oleh psikolog saat wawancara biasanya disusun terlebih dahulu untuk memudahkan apa yang ingin ditanyakan dan tidak keluar dari topik. Namun beberapa psikolog yang sudah berpengalaman bertahun-tahun dalam melakukan wawancara mengatakan bahwa mereka sudah tidak memakai panduan pertanyaan, melainkan sudah mengalir begitu saja. Salah satu narasumber psikolog mengatakan butuh beberapa tahun agar dapat mewawancarai klien dengan baik dan lancar.
     Dalam praktik sebagai Psikolog Klinis Anak maupun Psikolog Klinis Dewasa, wawancara diperlukan untuk memahami apa keluhan klien dengan cara menanyakan langsung kepada narasumber. Ada perbedaan dalam pelaksanaan wawancara antara psikolog klinis anak dan dewasa. Dari namanya sendiri, psikolog klinis dewasa, klien psikolog adalah orang dewasa, yang berarti, psikolog dapat menanyakan secara langsung kepada narasumber yang memiliki keluhan. Sedangkan psikolog klinis anak, klien psikolog adalah anak-anak. Psikolog biasanya mewawancarai orangtuanya terlebih dahulu mengenai keluhan yang ada dan kemudian beralih kepada anak itu sendiri. Cara mewawancarai anak memiliki banyak sekali perbedaan daripada mewawancarai orang dewasa, apalagi ketika anak masih belum bisa memberikan perhatian dalam jangka yang panjang terhadap wawancara itu sendiri. Psikolog dapat merubah bahasanya menjadi informal, melakukan pendekatan kepada sang anak dengan cara mengajaknya bermain. Di sela-sela bermain itulah, psikolog dapat menyelipkan pertanyaan-pertanyaan wawancara. Saat wawancara, para psikolog biasanya memiliki cara sendiri untuk mencatat informasi-informasi yang ada. Beberapa cara di antaranya yaitu dengan mencatat, menggunakan alat perekam hingga memerlukan bantuan asisten untuk mencatat.  
     Wawancara sendiri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya adalah jawaban-jawaban yang diberikan narasumber belum tentu akurat dan benar, Untuk itulah, diperlukan metode-metode lain yang dapat mendukung wawancara seperti observasi dan alat-alat tes. Kekurangan yang lainnya yaitu narasumber seringkali merasa bosan dan lelah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di wawancara yang jumlahnya tidak sedikit. Kelebihannya adalah psikolog mendapatkan informasi yang banyak secara langsung dari klien itu sendiri.

2 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar