Komisi Pemberantasan Korupsi
(2010) menyatakan bahwa:
Korupsi berasal dari bahasa Latin, corruption atau corpurtus. Corruption
berasal dari kata corrumpere,
suatu kata latin yang lebih tua.
Dari bahasa latin itulah maka turun kebahasa lain, seperti bahasa Inggris yaitu corruption, corrupt;
Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptive,
korruptie. Dari bahasa Belanda inilah turun ke dalam bahasa
Indonesia yaitu korupsi. Korupsi berarti kebejatan,
ketidakjujuran, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, penyuapan,
dan pemalsuan (h. 12).
Ciri-ciri dari Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi
(dikutip dalam Alatas, 1983) mengatakan bahwa:
Korupsi adalah masalah yang sampai saat ini susah untuk diberantas terutama di Negara Indonesia.
Ciri-ciri dari korupsi yaitu (a) dilakukan lebih dari 1 orang, (b) merahasiakan keinginan yang ingin diraih, (c) berhubungan dengan kewenangan tertentu,
(d) sering berlindung di balik kekuasaan hukum, (e) melanggar norma hokum dan kejujuran, serta (f) mengkhianati orang yang telah mempercayai kita.
Penyebab Terjadinya Korupsi
Pamungkas (2013) mengungkapkan bahwa:
Banyak penyebab yang memotivasi seseorang mau melakukan dan terjadi korupsi, yaitu (a) rasa kurang puas yang dimiliki seseorang, (b) penyalahgunaan kekuasan yang dimiliki, (c) rendahnya pendapatan yang didapat dari pekerjaan, (d) serakah, (e) Negara kita memiliki hokum yang lemah khususnya untuk korupsi, dan
(f) hukuman yang didapat oleh koruptor tidak sebanding dengan hasil korupsi
yang didapat.
Pertama,
rasa kurang puas yang dimiliki seseorang, manusia memiliki sifat yang tidak akan pernah puas terhadap
yang sudah dimilikinya sehingga ia berusaha keras untuk menghasilkan uang yang tanpa disadari sudah melakukan korupsi. Kedua, penyalahgunaan kekuasan yang dimiliki, misalnya seorang direktur yang memimpin suatu perusahaan,
dia bias menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan korupsi. Ketiga, rendahnya pendapatan yang didapat dari pekerjaan, dengan penghasilan
yang sedikit sehingga memotivasi seseorang untuk melakukan korupsi.
Keempat,
serakah adalah sifat yang paling utama yang dimiliki oleh seorang koruptor. Koruptor serakah pada uang rakyat padahal rakyat Indonesia banyak yang miskin dan kurang mampu. Kelima, Negara kita memiliki hukum yang lemah khususnya untuk korupsi. Tidak ada hokum korupsi
yang tegas. Hukum dan system pemberantasan korupsi hanya sebagai formalitas dan tidak ada wujud nyatanya. Keenam, hukuman yang didapat oleh koruptor tidak sebanding dengan hasil korupsi
yang didapat sehingga banyak yang merasa tidak segan ataupun takut untuk melakukan korupsi.
DampakKorupsi
Korupsi adalah perilaku
yang sangat tidak menguntungkan. Korupsi hanya menyenangkan sesaat tetapi derita dan dosanya sangat berat. Seorang koruptor dengan bahagia melakukan korupsi tanpa memikirkan nasib rakyat miskin
yang mengharapkan bantuan pemerintah. Banyak dampak yang didapat jika adanya korupsi. Kurniawan
(2010) menyatakan bahwa korupsi dapat berdampak bagi:
Dampak bagi
orang lain. Dengan terjadi korupsi,
yang paling merasakan dampak negatifnya adalah orang lain yang tidak mengetahuinya atau masyarakat sehingga banyak mengalami kesulitan, seperti (a) kenaikan harga BBM, (b) banyak yang di PHK
karena berkurangnya lapangan pekerjaan, (c) biaya besar
yang dikeluarkan misalnya untuk pendidikan dan kesehatan, serta (d) bertambahnya rakyat miskin.
Dampak bagi keluarga. Jika salah 1 anggota keluarga menjadi seorang koruptor, yang paling pertama dirasakan oleh keluarga tersebut adalah rasa malu
yang sangat besar. Selain itu, jika ayah
atau ibu dari 1 keluarga menjadi koruptor, dampak yang paling dirasakan adalah terhadap anak. Anak yang mengetahui ayah atau ibunya koruptor bukan hanya merasa malu tetapi akan terganggu dalam kehidupan bersosialisasinya,
sering menyendiri dan merasa tidak aman.
Dampak bagi diri sendiri. Seorang koruptor di Indonesia jarang merasa frustrasi berat jika tertangkap melakukan korupsi. Mereka merasa bahwa korupsi hanyalah masalah yang gampang dan dapat diselesaikan dengan ‘menyuap’ pihak berwenang agar masalahnya tidak terlalu dipublikasikan. Akan tetapi bagi beberapa koruptor yang merasa khilaf, mereka akan malu terhadap masyarakat dan keluarga yang dirugikannya.
Cara Memberantas Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (2010), mengatakan bahwa:
Cara memberantas korupsi yang efektif, yaitu (a) memperbaiki peraturan yang ada mengenai korupsi agar mengantisipasi terjadinya perkembangan korupsi yang semakin parah, (b) memperbaiki cara kerja pemerintah agar menjadi jujur dan objektif,
(c) memberikan peraturan yang jelas untuk membedakan kepemilikan fasilitas pribadi dan fasilitas negara, (d) memperketat sanksi yang ditujukan pada koruptor, (e) memperbaiki moral manusia khusunya dalam sebagai umat beriman, (f) meningkatkan kesadaran hukum dengan cara sosialisasi dan pendidikan anti korupsi, dan (g) memilih pemimpin yang bersih, jujur,
berkepedulian yang tinggi, sigap, dapat diteladani dan terutama anti korupsi (h. 23).
DaftarPustaka
Anonimus. (2010). Dampak negative yang ditimbulkan dari korupsi. Diunduh dari http://fahri-3192.blogspot.com/2010/10/dampak-negatif-yang-ditimbulkan-dari_31.html/m=l
Anonimus. (2011). Korupsi dan dampaknya bagi masyarakat. Diunduh dari http://www.harmoniharmoni.wordpress.com/2011/10/05/korupsi-dan-dampaknya-bagi-masyarakat
Galih, P. (2013). Faktor-faktor penyebab korupsi. Diunduh dari
http://berita galihpamungkas.com/factor-faktor-penyebab-korupsi
Gramedia Pustaka Utama. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia
(ke-4). Jakarta: Penulis.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2010). Mengenali & memberantas korupsi. (E. S. Tjiptadi., A. Muliawan., E.
O. S. Hiariej, Ed.). Jakarta: Penulis.
1 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar