Fakta tersebut berhubungan dengan gangguan makan yang biasanya dilakukan oleh perempuan. Gangguan makan yang berhubungan dengan body image adalah anorexia nervosa dan bulimia. Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa merupakan suatu bentuk ganguan makan yang memiliki keengganan untuk menetapkan berat badan kira-kira 85% dari yang diprekdisi. Selain itu, terdapat ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan dan tidak mengalami menstruasi selama siklus berturut-turut. Jadi anoreksia nervosa adalah suatu gangguan yang ditandai oleh penurunan berat badan yang disengaja. Sedangkan bulimia nervosa merupakan gangguan makan yang digambarkan dengan episode makan berulang secara berlebihan (binge eating) dan diikuti dengan perlakuan kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, dan lain-lain).
Perempuan yang melakukan kedua aktivitas gangguan makan tersebut, menjadi sangat kemungkinan jika perempuan ingin memiliki tubuh yang ideal menurut persepsinya sendiri. laki-laki ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil percaya diri di depan teman-temannya dan mengikuti trend yang sedang berlangsung. Usaha yang dilakukan laki-laki untuk membuat tubuh lebih berotot dipengaruhi oleh gambar dimedia massa yang memperlihatkan model laki-laki yang kekar dan berotot. Sedangkan perempuan cenderung untuk menurunkan berat badan disebabkan oleh artikel dalam majalah perempuan yang sering memuat artikel promosi tentang penurunan berat badan (Anderson & Didomenico, 1992). Kedua adalah usia. Menurut Papalia dan Olds (2004), pada tahapan perkembangan remaja, body image menjadi penting. Hal ini berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengontrol berat badan. Umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri dari pada remaja putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat badan pada masa pubertas dan menjadi tidak bahagia tentang penampilan dan hal ini dapat menyebabkan remaja putri mengalami gangguan makan (eating disorder) seperti yang dijelaskan sebelumnya. Ketidakpuasan remaja putri pada tubuhnya meningkat pada awal hingga pertengahan usia remaja sedangkan pada remaja putra yang semakin berotot juga semakin tidak puas dengan tubuhnya.
Ketiga adalah media massa. Tidak dapat dipungkiri jika media massa dapat memberikan pengaruh terhadap setiap orang. Media massa seringkali menampilakan model secara visual, misalnya menampilkan gambar perempuan dan laki-laki yang bertubuh ideal. Ternyata keluarga bisa merupakan faktor yang keempat. Menurut teori social learning, orang tua merupakan model yang paling penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak anaknya melalui modelling, feedback dan instruksi. Tidak perlu diherankan jika orangtua sering memberikan komentar mengenai postur tubuh anaknya sendiri. Hal itu yang menyebabkan anaknya membuat persepsi sendiri mengenai tubuhnya. Faktor terakhir adalah hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain. Feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dangugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya.
Ada berbagai cara untuk membangun body image menjadi lebih positif. Hal pertama adalah mencintai dan menghargai diri sendiri. Kedua adalah dengan menghilangkan keinginan untuk memiliki tubuh seperti model. Di samping itu, setiap orang harusnya berbelanja sesuai dengan kondisi dirinya sendiri. Langkah terakhir adalah berolahraga dan memanjakan diri. Setiap individu harus bisa menerima keadaan dirinya.
Cash (2000), menyebutkan bahwa ada lima dimensi body image, yaitu (a) Appearance Evaluation (Evaluasi penampilan), yaitu mengukur evaluasi dari penampilan dan keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan dan tidak memuaskan. (b) Appearance Orientation (Orientasi penampilan), yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya. (c) Body Area Satisfaction (Kepuasan terhadap bagian tubuh), yaitu mengukur kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan. (d) Overweight Preocupation (Kecemasan menjadi gemuk), yaitu mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan. (e) Self-Classified Weight (Pengkategorian ukuran tubuh), yaitu mengukur bagaimana individu mempersepsi dan menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk.
Body Dysmorphic Disorder (BDD) dapat di indikasikan dengan gejala ketidak-puasan tingkat tinggi terhadap tubuh, pemikiran negatif atau hubungan kognisi terhadap bagian-bagian tubuh tertentu atau bahkan tingkatan yang tinggi dari penghindaran situasi sosial yang disebabkan perasaan-perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri. Biasanya, individu yang mengalami gejala BDD sering menanyakan pendapat orang lain mengenai kondisi tubuhnya. Gawatnya, kebanyakan dari mereka melakukan operasi demi mendapatkan tubuh yang ideal menurut orang lain.
Dalam hal ini, setiap individu harus mau menerima keadaan dirinya. Tidak ada yang perlu didengarkan dari komentar orang lain, jika komentar tersebut belum tentu membuat individu menjadi bahagia. Kebahagian berasal dari diri sendiri, bukan pembicaraan semata dari orang lain.
14 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar