Rabu, 27 November 2013

Awal dan Akhir (Gayatri Ardhinindya)


Menikah bukanlah akhir atau tujuan dari semua masalah percintaan. Justru sebaliknya, menikah adalah suatu awal dari masalah-masalah baru bagi kehidupan dua manusia yang baru saja mencoba untuk bersama setiap harinya. Ketika kita akan menikah, pasti amat senang dan bersemangat sekal untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan sesempurna mungkin, bahkan kalau bisa, pastinya setiap orang ingin mewujudkan bagaimana kostum dan pelaminan pernikahan impiannya yang telah dibayangkannya sejak kecil (seperti dalam dongeng). Tetapi semua itu hanya bersifat sementara dan hanya berlangsung semalam saja, dan setelahnya akan berlanjut kepada realita yang sangat berbeda untuk dijalani sepasang manusia. Yaa mungkin beberapa pasangan ada yang bisa mempertahankan kebahagiaan dan kemesraan itu dengan cara mereka sendiri, tetapi banyak juga yang tidak bisa mempertahankannya.
Cinta dengan infatuasi atau nafsu sangatlah erat hubungannya, cinta yang dipenuhi infatuasi dan hasrat nafsu memang sangat menggebu-gebu rasanya. Tetapi nyatanya, menikah tidaklah hanya bermodalkan cinta dan nafsu semata. Infatuasi yang sangat bergelora di awalnya , bisa cepat kandas ditengah jalan begitu saja, karena dalam hal ini, seseorang hanyalah memikirkan nafsu semata, dan tidak mempunyai rencana bagaimana kedepannya. Setelah menikah, akan ada tanggung jawab baru yang akan diemban seseorang, entah menjadi suami sang pencari nafkah, istri sang pengatur urusan rumah tangga (walaupun kini juga banyak istri yang bekerja), ataupun kelak mereka akan mempunyai anak dan berperan sebagai orangtua. Ketika mempersiapkan pernikahan pun butuh perencanaan yang baik, agar kedua belah pihak sama-sama tidak ada yang merasa dirugikan secara finansial.
Setelah beberapa lama pernikahan berjalan, pastinya akan berlanjut kepada regenerasi. Yaitu kemunculan anggota baru keluarga (bayi). Tetapi proses dari awal kehamilan hingga nantinya melahirkan tidaklah mudah. Ketika seorang perempuan mengalami keterlambatan siklus haid, baiknya langsung memeriksakan ke dokter agar tahu penyebabnya apakah ada gangguan, atau adanya mahluk kecil di dalam perutnya. Karena calon bayi ini sangatlah mempengaruhi emosi, fisik dan nafsu makan sang ibu. Hingga tibalah saatnya melahirkan dan menyusui, ibu dari si bayi ini pasti akan lebih sensitif lagi perasaanya. Karena ibu baru, pasti bingung untuk menyesuaikan diri dengan si bayi yang setiap beberapa jam menangis dan minta susu atau digendong. Hal ini membuat ibu baru mengalami kurang tidur yang akan berdampak pada moodnya. Untuk mengatasi hal ini, maka baiknya ibu baru harus tidur ketika bayinya juga tidur, karena bayi yang baru lahir tidak bisa membedakan mana siang dan malam. Untuk itu, proses adaptasi ibu dan bayi ini setidaknya berlangsung selama 3 bulan.
Untuk pasangan yang mempunyai finansial yang baik ataupun perencanaan finansial yang baik, pasti tidak masalah bagi mereka untuk biaya si bayi. Tetapi untuk pasangan yang secara mental dan finansial belum siap untuk mempunyai bayi, ini adalah suatu hal yang sangat besar dampaknya. Mungkin saja mereka menjadi kurang waktu untuk bersosialisasi, kurang waktu untuk bermesraan, kurang waktu istirahat dan harus berhemat untuk kebutuhan anak mereka. Maka dari itu, penyesuaian dan penerimaan seseorang pada tahap ini sangat dibutuhkan agar segalanya lebih baik.
Waktu terus berlalu, anakpun mulai tumbuh kembang hingga akhirnya dewasa dan siap keluar dari rumah (entah itu menikah ataupun kuliah di lain kota). Pada masa ini disebut dengan Empty-Nest. Jika segala rintangan dan perjalanan terjal dalam pernikahan bisa di tempuh oleh pasangan, maka ini adalah saat yang tepat untuk quality-time bersama pasangan dan mungkin untuk bermesraan dan plesir bulan madu untuk kesekian kalinya.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perempuan yang akan memilih siapa nanti pasangan hidupnya, agar keluarga dan anaknya kelak bisa hidup dengan harmonis. Dan juga untuk laki-laki agar lebih memperhatikan tanggung jawabnya ketika akan menikahi seorang perempuan. Amin J

Menikah bukanlah akhir atau tujuan dari semua masalah percintaan. Justru sebaliknya, menikah adalah suatu awal dari masalah-masalah baru bagi kehidupan dua manusia yang baru saja mencoba untuk bersama setiap harinya. Ketika kita akan menikah, pasti amat senang dan bersemangat sekal untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan sesempurna mungkin, bahkan kalau bisa, pastinya setiap orang ingin mewujudkan bagaimana kostum dan pelaminan pernikahan impiannya yang telah dibayangkannya sejak kecil (seperti dalam dongeng). Tetapi semua itu hanya bersifat sementara dan hanya berlangsung semalam saja, dan setelahnya akan berlanjut kepada realita yang sangat berbeda untuk dijalani sepasang manusia. Yaa mungkin beberapa pasangan ada yang bisa mempertahankan kebahagiaan dan kemesraan itu dengan cara mereka sendiri, tetapi banyak juga yang tidak bisa mempertahankannya.
Cinta dengan infatuasi atau nafsu sangatlah erat hubungannya, cinta yang dipenuhi infatuasi dan hasrat nafsu memang sangat menggebu-gebu rasanya. Tetapi nyatanya, menikah tidaklah hanya bermodalkan cinta dan nafsu semata. Infatuasi yang sangat bergelora di awalnya , bisa cepat kandas ditengah jalan begitu saja, karena dalam hal ini, seseorang hanyalah memikirkan nafsu semata, dan tidak mempunyai rencana bagaimana kedepannya. Setelah menikah, akan ada tanggung jawab baru yang akan diemban seseorang, entah menjadi suami sang pencari nafkah, istri sang pengatur urusan rumah tangga (walaupun kini juga banyak istri yang bekerja), ataupun kelak mereka akan mempunyai anak dan berperan sebagai orangtua. Ketika mempersiapkan pernikahan pun butuh perencanaan yang baik, agar kedua belah pihak sama-sama tidak ada yang merasa dirugikan secara finansial.
Setelah beberapa lama pernikahan berjalan, pastinya akan berlanjut kepada regenerasi. Yaitu kemunculan anggota baru keluarga (bayi). Tetapi proses dari awal kehamilan hingga nantinya melahirkan tidaklah mudah. Ketika seorang perempuan mengalami keterlambatan siklus haid, baiknya langsung memeriksakan ke dokter agar tahu penyebabnya apakah ada gangguan, atau adanya mahluk kecil di dalam perutnya. Karena calon bayi ini sangatlah mempengaruhi emosi, fisik dan nafsu makan sang ibu. Hingga tibalah saatnya melahirkan dan menyusui, ibu dari si bayi ini pasti akan lebih sensitif lagi perasaanya. Karena ibu baru, pasti bingung untuk menyesuaikan diri dengan si bayi yang setiap beberapa jam menangis dan minta susu atau digendong. Hal ini membuat ibu baru mengalami kurang tidur yang akan berdampak pada moodnya. Untuk mengatasi hal ini, maka baiknya ibu baru harus tidur ketika bayinya juga tidur, karena bayi yang baru lahir tidak bisa membedakan mana siang dan malam. Untuk itu, proses adaptasi ibu dan bayi ini setidaknya berlangsung selama 3 bulan.
Untuk pasangan yang mempunyai finansial yang baik ataupun perencanaan finansial yang baik, pasti tidak masalah bagi mereka untuk biaya si bayi. Tetapi untuk pasangan yang secara mental dan finansial belum siap untuk mempunyai bayi, ini adalah suatu hal yang sangat besar dampaknya. Mungkin saja mereka menjadi kurang waktu untuk bersosialisasi, kurang waktu untuk bermesraan, kurang waktu istirahat dan harus berhemat untuk kebutuhan anak mereka. Maka dari itu, penyesuaian dan penerimaan seseorang pada tahap ini sangat dibutuhkan agar segalanya lebih baik.
Waktu terus berlalu, anakpun mulai tumbuh kembang hingga akhirnya dewasa dan siap keluar dari rumah (entah itu menikah ataupun kuliah di lain kota). Pada masa ini disebut dengan Empty-Nest. Jika segala rintangan dan perjalanan terjal dalam pernikahan bisa di tempuh oleh pasangan, maka ini adalah saat yang tepat untuk quality-time bersama pasangan dan mungkin untuk bermesraan dan plesir bulan madu untuk kesekian kalinya.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perempuan yang akan memilih siapa nanti pasangan hidupnya, agar keluarga dan anaknya kelak bisa hidup dengan harmonis. Dan juga untuk laki-laki agar lebih memperhatikan tanggung jawabnya ketika akan menikahi seorang perempuan. Amin J

19 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar