Minggu, 02 Maret 2014

Mengenal Wawancara (Carnesya Hergiani)


Bagi sebagian orang kata "wawancara" mungkin sudah tidak asing di telinga. Meskipun kata "wawancara" sudah tidak asing untuk didengar, namun tidak menutup kemungkin bahwa tidak semua orang mengetahui apa definisi dari wawancara. Menurut Ivey, Ivey & Zalaquett (2010), wawancara adalah proses paling
dasar untuk mengumpulkan informasi, penyelesaian masalah dan informasi psikososial.


Wawancara adalah salah satu cara untuk mengumpulkan informasi dari klien. Untuk mendapatkan informasi yang mendalam dari klien, tentunya diperlukan rapport yang baik antara psikolog dan klien. Informasi ini nantinya yang akan dipergunakan untuk membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya. Sebelum mencapai tujuannya, yaitu membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya. Psikolog perlu memperluas knowledge seperti, dasar psikopatologi dan kebudayaan klien. Mengapa kebudayaan klien perlu dipelajari oleh psikolog?. Karena psikolog perlu mengetahui seberapa besar kebudayaan itu berpengaruh dalam hidup klien dan bisa jadi kebudayaan itu yang menjadi penyebab dari masalah klien.


Selain knowledge, psikolog tentunya harus memiliki skills. Skills yang diperlukan misalnya seperti, kemampuan untuk menyesuaikan bahasa yang sesuai dengan latar belakang klien. Hal ini diperlukan untuk memudahkan proses wawancara. Sehingga klien dapat dengan mudah memahami apa yang ditanyakan. Hal ini juga diperlukan untuk meminimalkan gap dan menunjukan bahwa posisi psikolog dengan klien adalah sejajar, terutama ketika klien memiliki latar belakang kelas menengah ke bawah.

Wawancara tidak semudah percakapan sehari-hari. Wawancara memerlukan urutan yang terarah dibandingkan dengan percakapan sehari-hari. Wawancara juga perlu sangat hati-hati dalam menjalankanya. Karena ini menyangkut dengan masalah klien, yang akan sangat berpengaruh pada hidup klien tersebut.
Psikolog juga perlu hati-hati dengan adanya bias yang dapat muncul pada wawancara. Bias yang dapat mucul yaitu, hallo effect. Hallo effect ini muncul ketika kecenderungan psikolog untuk mengembangkan impresi umum tentang seseorang dan menyimpulkan hal lain berdasarkan impresi tersebut.

Bias yang kedua adalah confirmatory bias. Confirmatory bias adalah bias yang muncul akibat psikolog membuat kesimpulan mengenai klien dan mengarahkan klien untuk mendapatkan informasi yang membenarkan kesimpulannya. Sehingga psikolog hanya mewawancarai mengenai hal-hal yang mengarah kepada simtomnya saja dan menutup informasi lain. Bias yang terakhir adalah primacy effect. Primacy effect terjadi ketika psikolog mengetahui status atau tingkat pendidikan dari klien dan membuat psikolog menilai dari karakteristik tersebut. Sehingga psikolog tidak fokus dalam wawancara.

Bias terjadi tidak hanya pada psikolog, tetapi juga terjadi pada klien. Bias yang terjadi pada klien adalah ketika klien hanya menyajikan hal-hal yang baik saja mengenai dirinya kepada psikolog. Selain itu klien menyajikan data yang tidak akurat. Hal ini biasanya disebabkan karena rasa malu untuk mengungkapkannya dan merasa bahwa hal tersebut adalah aib.

Untuk dapat membuat klien menceritakan masalahnya secara lengkap tanpa adanya rasa malu. Tentu sangat diperlukan rapport yang baik. Sehingga klien nyaman untuk bercerita. Diperlukan juga adalanya confidentiality. Confidentiality adalah jaminan kerahasiaan klien. Sehingga klien tidak perlu takut masalahnya diketahui orang lain tanpa seizinya. Dan sebaiknya psikolog juga tidak memaksa apabila klien belum ingin bercerita. Tetapi secara perlahan psikolog perlu melakukan pendekatan agar klien mau sedikit demi sedikit menceritakan masalahnya.

18 Feb 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar