Wawancara mungkin terlihat mudah bagi sebagian orang, namun ternyata tidak semudah itu loh! Terdapat beberapa keterampilan-keterampilan dasar wawancara yang harus dikuasai agar wawancara dapat berjalan dengan baik. Terdapat 6 keterampilan dasar wawancara yang dibutuhkan oleh pewawancara, yaitu :
- Kemampuan membina rapport
- Empati
- Attending behavior
- Teknik bertanya
- Kemampuan observasi
- Active listening
Pertama adalam kemampuan membina rapport. Rapport adalah kondisi yang nyaman dan hangat yang diciptakan oleh pewawancara untuk mendorong klien berbicara secara TERBUKA dan JUJUR mengenai topik yang relevan dalam wawancara. Kunci utama untuk melihat keberhasilan membina rapport adalah kejujuran dan keterbukaan klien kepadatherapist ketika proses wawancara. Membina rapport dapat dilakukan dalam berbagai hal yaitu dengan memberikan senyuman yang hangat, mempersilakan duduk, dan melakukan percakapan-percakapan kecil sebelum wawancara. Hal yang menurut saya sangat perlu diperhatikan adalah raut wajah. Tanpa disadari kadang ketika kita sedang mendengar suatu cerita yang kurang menyenangkan, kita akan mengerutkan dahi kita. Ketika sedang wawancara dengan klien hal tersebut haruslah dihindari, karena klien akan menilai bahwa pewawancara sedang memberikan penilaian atau judgment yang buruk dilihat dari raut wajahnya. Klien dapat menjadi tidak nyaman dan enggan berbicara secara terbuka. Hal kecil seperti itu tentu akan berpengaruh terhadap wawancara, maka latihanlah membuat raut muka yang tidak menghakimi.
Kedua adalah Empati—kemampuan mengerti dan memahami perasaan orang lain. Keefektifan empati bergantung pada kualitas dalam membina rapport dengan klien. Apabila kita membangun rapport yang baik maka kemungkinan besar kita mampu berempati dengan baik. Empati tidak semata-mata kita mendengarkan cerita klien namun kita harus memahami dan mencoba menempatkan diri kita di posisi klien (standing in her shoes). Ketika kita mencoba memposisikan diri kita di posisi klien, maka itu akan membantu kita untuk memahami perasaan yang ia alami. Salah satu kunci untuk proses ini adalah selalu memfokuskan perhatian kita kepada cerita klien sepanjang waktu. Kita harus mampu mendengarkan serta memahami apa yang klien rasakan sehingga membantu kita dalam menangani masalah klien.
Ketiga adalah Attending behavior. Kunci dari attending behavior adalah mengurangi kuantitas bicara interviewer dan memberikan klien waktu untuk menceritakan tentang diri mereka. Terdapat dimensi penting dari attending behavior yaitu (1) visual : pattern of eye contact. Kita harus menatap klien, dan jangan mengalihkan pandangan kita kepada hal lain. Tetap fokus pada klien merupakan hal yang penting dalam wawancara; (2) vocal qualities : tone and speech rate. Nada dan kecepatan bicara Anda mengindikasikan seberapa besar ketertarikan dan rasa empati Anda terhadap cerita klien. Jangan berbicara terlalu lambat dan jangan juga berbicara terlalu cepat ketika wawancara berlangsung; (3) verbal tracking : following the client or changing the topic. Jangan mengubah tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan dari awal. Berikan perhatian khusus kepada pernyataan yang relevan dengan tujuan wawancara dan abaikan yang tidak relevan ; (4) body language. Bahasa tubuh apa adanya dan jangan terlalu dibuat buat.
Keempat adalah teknik bertanta atau questioning technique. Terdapat dua jenis teknik bertanya yaitu open question dan closed question. Open question bersifat tidak mengarahkan. Melalui jenis pertanyaan ini klien dapat mengekspresikan perasaannya secara bebas. Contoh pertanyaan ini seperti : “Dapatkan Anda jelaskan mengenai perasaan yang Anda rasakan saat ini?” “Apa yang Anda maksud dengan menyakiti?”. Sebaliknya, closed question bersifat mengarahkan pertanyaan ini “Apakah Anda marah?”, “Apakah Anda tidak bahagia dengan kehidupan Anda?”
Kelima adalah observation skills atau keterampilan observasi. Keterampilan observasi berfokus pada tiga area yaitu perilaku non verbal, perilaku verbal, dan konflik, diskrepansi dan inkongruensi. Perilaku verbal itu mencakup ekspresi wajah, bahasa tubuh, dsb. Kita harus mampu mengobservasi dengan baik gerakan-gerakan tubuh apa yang ditunjukkan klien saat wawancara.. Perilaku verba yaitu kata-kata yang diucapkan klien. Perhatikan kata-kata yang diberi tekanan oleh klien, kata yang selalu di ucapkan secara terus-menerus. Lalu yang ketiga kita juga harus mampu mengobservasi diskrepansi yaitu inkonsistensi antara perilaku verbal dan non verbal. Apabila ucapannya tidak sesuai dengan bahasa tubuhnya, maka hal ini mengindikasikan klien tidak nyaman dan tidak jujur saat wawancara.
Lalu yang terakhir adalah active listening yang terdiri dari tiga hal yaitu encouraging, paraphrase dan reflection of feeling, dan summarizing. Encouraging adalah perilaku non verbal maupun verbal yang mendorong klien untuk tetap berbicara. Terdapat dua bentukencouraging yaitu verbal dan non verbal. Encouraging verbal dapat berupa ucapan-ucapan seperti “Ya…”, “oke..” , “Lalu..”, sedangkan encouraging non verbal dapat berupa anggukan kepala, tersenyum, dsb. Paraphrase adalah menyimpulkan isi dari cerita kien dengan menggunakan bahasa interviewer. Paraphrase akan mengindikasikan kepada klien bahwainterviewer mendengar serta memahami apa yang disampaikan oleh klien dan klien diminta untuk melanjutkan pembicaraan. Jika paraphrase berfokus pada isi pembicaraan, reflection of feeling berfokus pada emosi atau perasaan yang dialami klien. Pada momen tertentu, pewawancara menyimpulkan perasaan yang di alami klien. Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi, apakah pewawancara memiliki pemahaman yang sama dengan apa yang klien maksudkan. DI akhir sesi wawancara, interviewer diharuskan menyimpulkan keseluruhan sesi wawancara yang disebut dengan summarizing,
19 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar