Selasa, 25 Maret 2014

Basic Skills of Interview: You Need It (Miyunda Anastasia)


Hari ini, saya akan menulis mengenai keterampilan dasar wawancara.
Sebenarnya, topik ini merupakan topik yang menarik dan topik yang paling penting untuk kita ketahui. Setelah mengetahui topik ini, maka usahakan kita dapat mengembangkan keterampilan dasar wawancara dengan baik.
Berikut adalah sekilas contoh agar kita dapat lebih memahami tentang keterampilan dasar wawancara:

Interviewer: Selamat Pagi Ibu Elisa (sambil berjabat tangan).
IntervieweeSelamat Pagi juga Ibu Miyunda (sambil berjabat tangan).
InterviewerSilahkan duduk Bu (sambil mempersilahkan duduk). Bagaimana kabar Ibu dan Ibu naik apa kesini?
IntervieweeOh Baik Ibu... (tersenyum). Saya naik angkutan umum kesini.
InterviewerOh begitu... Apakah tadi jalanan macet Bu?
Interviewee: Untungnya sih tidak Bu... Makanya saya hanya setengah jam saja di perjalanan. Kalau macet, bisa satu jam.



Percakapan di atas merupakan contoh singkat dari keterampilan dasar wawancara yang pertama yaitu kemampuan membina rapport. Rapport adalah usaha untuk menciptakan suasana atau lingkungan atau atmosfer yang hangat dan menyenangkan, yang diciptakan oleh pewawancara agar dapat mendukung atau menguggah klien bercerita secara jujur dan terbuka tentang topik yang sesuai dengan wawancara tersebut. Lalu bagaimana cara membina rapport? Caranya adalah kita dapat memberikan senyum hangat, sambutan yang bersahabat, berjabat tangan, percakapan kecil, dan mempersilahkan duduk. Penting diperhatikan untuk melihat budaya klien. Contoh, berjabat tangan itu memiliki ciri dan gaya khas masing-masing tergantung dari negara mana ia berasal. Jadi, kita perlu mengetahui budaya klien kita agar rapport dapat terbina dengan baik. Rapport dapat terbina seiring dengan berjalannya waktu. Ada beberapa hal yang perlu kita hindari seperti raut muka yang datar, menampikan wajah yang penuh penghakiman, menerima telpon dan mengerjakan hal-hal yang dapat menggangu percakapan, jangan bertindak seolah-olah kita tahu semuanya, menjaga sikap kita ketika menghadapi cerita klien yang membuat kita terkejut, berhati-hati dengan humor yang dilontarkan, hindari jargon-jargon psikologi, dan sebagainya. Penting juga bagi kita untuk memperhatian karakteristik ruangan, tingkat pendidikan klien dan sebagainya. Contoh: Klien hanya menempuh pendidikan sampai SMP saja. Akan tetapi, kita menggunakan bahasa yang sulit dipahami oleh klien seperti inteligensi, defensif, dan sebagainya. Sehingga, kita juga harus menyesuaikan bahasa kita dengan latar belakang klien seperti tingkat pendidikannya.

Keterampilan dasar kedua adalah empati. Empati akan tercipta bila kita dapat membina rapportdengan baik. Empati tidak hanya ikut merasakan perasaan yang dialami klien. Contoh: ketika klien kita menangis, kita ikut menjadi sedih ketika mendengar ceritanya. Tetapi, empati juga meliputi pemahaman kita mengenai peristiwa yang terjadi pada klien (mencoba memahami masalahnya) dan peran klien di dalam masalah tersebut. Intinya, kita harus befokus pada klien sepanjang waktu, menerima, memahami, dan mengonfirmasi dunianya tanpa membuat judgment.


Keterampilan dasar yang ketiga adalah attending behavior. Attending behavior artinya mengurangi kuantitas bicara interviewer dan memberikan waktu untuk menceritakan tentang diri mereka. Kembali lagi ke inti dari attending behavior yaitu kita harus fokus pada klien kita daripada diri sendiri. Ketika kita mendengarkan cerita klien tersebut, kita dapat memberikan sikap empati nonverbal seperti kontak mata dan sebagainya. Hal yang harus dilakukan adalah mencatat apa yang klien bicarakan, menanyakan pertanyaan, dan membuat pendapat atau komentar tentang topik klien tersebut. Ada 4 hal yang penting yaitu 3V + 1B = visual, vocal qualities, verbal tracking, body language. Visual artinya tetap mempertahankan kontak mata. Vocal qualities artinya mengatur nada dan kecepatan bicara yang sesuai, jangan terlalu cepat atau terlalu lambat sebab kualitas suara mengindikasikan seberapa besar ketertarikan dan rasa empati kita terhadap klien. Verbal trackingartinya mempertahankan tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan sejak awal. Body language,artinya kita harus menjadi diri sendiri (Just be Yourself!) meliputi perhatian dan keaslian (otentik).


 Keterampilan dasar wawancara yang keempat adalah teknik bertanya. Pertanyaan dibagi menjadi dua tipe yaitu open question dan closed question. Hal yang perlu diingat adalah gunakan pertanyaan terbuka di awal wawancara. Hal ini membuat informasi yang kita peroleh lebih kaya, klien bebas mengekspresikan perasaannya. Contoh: Dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda di tempat kerja? (open question). Jangan memberikan pertanyaan yang sifatnya mengarahkan, di awal wawancara. Contoh: Dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda yang paling buruk di tempat kerja? (closed question). Ketika kita memberikan pertanyaan terbuka, seperti contoh di atas mungkin kita akan mendapatkan berbagai informasi mengenai pengalaman baik maupun pengalaman buruk dari klien. Sehingga, informasi yang kita peroleh lebih detail (kaya). Jika kita memberikan pertanyaan yang bersifat tertutup (mengarahkan) pada awal wawancara, maka kita akan memperoleh informasi yang terbatas. Misal pada contoh di atas, kita hanya mendapatkan informasi mengenai pengalaman buruknya saja. Akan tetapi, kita tidak memiliki informasi mengenai pengalaman baiknya. Pertanyaan tertutup (closed question) adalah pertanyaan yang merujuk pada jawaban tertentu, bersifat mengarahkan, jawabannya pendek dan terbatas seperti ya atau tidak serta pertanyaan tertutup ini biasanya digunakan oleh psikolog ketika menjelang diagnosa. Ada lima hal yang harus dihindari dalam teknik bertanya yaitu menjadi intrusif (memaksa klien untuk bercerita), menginterogasi klien (membuat dafar pertanyaan yang sangat panjang), mengontrol eksplorasi jawaban klien (pertanyaan terus-menerus), menggunakan kata 'mengapa' (dapat memunculkan rasionalisasi, dan klien merasa ia harus bertanggung jawab akan segala sesuatu), dan memuaskan rasa ingin tahu pewawancara.


 Keterampilan dasar yang kelima adalah keterampilan observasi mengenai perilaku non verbal, perilaku verbal, konflik, diskrepansi, dan inkongruensi. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan ketika mengobservasi perilaku non verbal yaitu memperhatikan ekspresi wajah (alis, bibir, mata, dsb) bahasa tubuh (postur tubuh, posisi duduk, gerakan tangan, napas, dsb). Jangan membuatstereotype ketika melakukan observasi perilaku non verbal ini. Pada observasi perilaku verbal, kita dapat memberikan perhatian selektif dan memperhatikan kata kunci dari perkataan klien. Contoh: orang yang memiliki kecenderungan untuk untuk bunuh diri, dapat menggunakan kata kunci 'tak berguna', 'tak berharga', 'hidup tak berarti', 'kesepian', 'hidup sendiri' dan sebagainya. Selanjutnya, kita dapat mengobservasi kesenjangan pernyataan yang diungkapkan oleh klien maupun kesenjangan antara tindakan verbal dan nonverbal. Ini dapat menjadi indikasi bahwa klien tidak nyaman untuk menceritakan masalahnya, sehingga ia tidak sepenuhnya berkata jujur.


Keterampilan dasar yang terakhir adalah mendengarkan secara aktif yang meliputi encouraging,refleksi konten cerita (parafrase) dan refleksi perasaan klien, serta meringkas (summarizing). Encouraging adalah teknik verbal dan non verbal yang digunakan untuk membuat klien tetap berbicara seperti tersenyum, mengangguk, dan sebagainya. Parafrase berfokus pada isi wawancara dan mengklarifikasi apa yang telah dibicarakan sehingga klien tahu bahwa kita mendengarkan ceritanya dengan jelas. Refleksi perasaan klien dapat dilakukan dengan mengidentifikasi emosi klien dan menanggapinya untuk mengklarifikasi emosi tersebut. Refleksi perasaan sering dikombinasikan dengan parafrase dan rangkuman (summarizing). Meringkas (summarizing) adalah kesimpulan dari satu sesi wawancara. Biasanya, ringkasan ini digunakan untuk mengakhiri wawancara, memulai topik baru, dan mengklarifikasi isu. Ringkasan sangat berguna untuk melihat proses yang telah terjadi di dalam wawancara. 



Berdasarkan teori dan contoh mengenai keterampilan dasar teknik wawancara di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa ada enam keterampilan yang harus dibutuhkan oleh pewawancara yaitu kemampuan membina rapport, empati, attending behavior, teknik bertanya, kemampuan observasi, dan mendengarkan secara aktif. Keterampilan ini dapat diasah secara perlahan-lahan melalui berbagai pengalaman yang dihadapi oleh pewawancara. 

16 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar