Jumat, 28 Maret 2014

Mendekati Anak yang Tertutup (Elaine Magracia Wingardi)

 Dunia psikologi anak, biasanya berputar dalam berbagai masalah yang tentunya muncul dalam diri anak. Bagaimana kita dapat mengerti perasaan dan kemauan anak. Masalah yang muncul dapat berkisar dari pendidikan, ataupun sosial mereka. Dalam konteks ini, saya akan membahas bagaimana menerapkan teknik wawancara untuk membuat orang tua menjadi lebih dekat dengan anak yang tertutup. Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik dalam pekembangan anaknya. Baik itu perkembangan fisik, kognitif, ataupun psikososialnya. Orang tua seharusnya menjadi orang-orang utama yang selalu ada dengan anaknya saat anak membutuhkan mereka. Sudah semestinya pula anak-anak akan menjadikan orang tua meraka sebagai tempat utama dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran mereka. Namun bagaimana bila orang tua tidak peka akan hal ini? Tidak sedikit orang tua yang sibuk dan hanya bepikir bahwa dengan melengkapi kebutuhan materi anaknya maka tugas utama mereka sebagai orang tua telah dilakukan dengan baik.


Absennya keberadaan orang tua saat tahap perkembangan awal anak membuat ikatan kepercayaan anak dan orang tua menjadi melemah. Pada akhirnya membuat anak menjadi tertutup sehingga sulit mengungkapkan apa yang terjadi pada mereka dan apa mereka rasakan. Biasanya hal ini terjadi pada anak yang baru saja masuk sekolah. Di mana anak- mulai benyak bertemu dengan relasi baru selain anggota keluarganya, bisa saja teman-temanya, atau mungkin guru di sekolah mereka. Tentunya orang tua tidak begitu berharap kalau anak-anaknya lebih memilih dekat dengan orang lain dibandingkan mereka sendiri. Orang tua harus lebih peka dalam mendeteksi hal ini, sebaiknya orang tua melakukan koreksi diri tentang seberapa banyak pengetahuan mengenai anak mereka. Apakah mereka tahu apa saja yang telah dilakukan anak mereka hari ini? Bagaimana perasaan anak mereka? Apa kejadian-kejadian khusus yang mempengaruhi perilaku anak mereka?
Belajar untuk lebih mengenali anak dapat dilakukan dengan teknik wawancara, tentunya “bertanya”. Bukan mengenai bagaimana orang tua menginterogasi anaknya secara formal ataupun layaknya persidangan. Namun dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan pada anak. Orang tua dapat mengawalinya dengan mulai menanyakan kegiatan anak mereka, misalnya seperti ini “Hai sayang, bagaimana harimu di sekolah tadi?”. Bilamana anak hanya diam dan merasa bingung dengan pertanyaan anda, mungkin ada baiknya anda mengatur jarak yang lebih dekat dengan mereka dan memberikan sentuhan fisik seperti mengusap kepala anak dan kembali menanyakan “Kamu senang hari ini?”. Mungkin anak hanya akan memberikan respon pasif seperti “Ya” atau “Tidak begitu”. Maka selayaknya irang tua mulai dapat memancing kembali apa yang membuat mereka senang ataupun tidak senang dengan kembali bertanya “Oh ya? Apa yang membuatmu senang?” atau “Oh ya? Wahh, apa yang membuatmu jadi tidak begitu senang?”.  Ada kemungkinan anak akan kembali menjawab dengan respon yang pasif, mencairkan suasana kaku adalah hal yang terpenting yang harus dilakukan orang tua.

Melakukan pendekatan dengan anak yang tertutup memang bukanlah hal yang mudah. Namun kuncinya hanya satu: kenyamanan. Bila anak merasa nyaman dengan seseorang, tentu orang itu akan menjadi orang kepercayaan baginya. Masalahnya bagaimana membuat anak menjadi nyaman? Awali dengan mengenal hobinya. Biasanya anak akan sangat senang membicarakan tentang apa yang mereka sukai. Maka orang tua harus mengenali apa yang anak suka dan tidak suka. Misalnya saja dengan memperhatkan minat anak. Bila anak senang menari, mungkin orang tua dapat melihatnya menari ataupun meminta anaknya untuk mengajarkan mereka, misalnya berkata begini “Wah, kamu pandai menari yah. Ajarin mama papa mau gak?” Pertama, anak akan merasa senang dengan pujian orang tua mereka. Kedua, anak akan merasa dihargai karena orang tua mereka memintanya untuk mengajarkan mereka. Berawal dari kegiatan ini maka akan terbentuk rasa nyaman dari anak. Terlepas dari sekonyol apapun kegiatan yang anda sebagai orang tua lakukan dengan anak, hargailah kebersamaan yang terjalin dari kegiatan tersebut.
Dengan adanya rasa nyaman, maka akan disusul dengan timbulnya kepercayaan. Anak yang tertutup memang tidak akan secara langsung membuka diri. Tapi ketika mereka tampak mulai merasa nyaman, mereka akan mulai memperlihatkan hal-hal kecil yang telah mereka lakukan. Misalnya menunjukkan hasil karya mereka di sekolah. Memperlihatkan apa yang telah mereka buat bukan hal yang mudah bagi mereka, karena mereka sesungguhnya dapat merasa takut bahwa apa yang telah mereka buat tidak begitu memuaskan untuk diperlihatkan kepada orang lain. Maka orang tua sangat memegang peranan penting dalam membangun kepercayaan diri anak mereka. Hargailah setiap hal yang telah mereka lakukan. Apapun hasil karya mereka, saya pernah mendengar sebuah kisah nyata tentang seorang anak perempuan yang merasa selalu mendapatkan penghargaan dari kedua orang tuanya, dan kini anak tersebut tumbuh menjadi wanita yang sangat percaya diri. Anak perempuan itu selalu memberikan kado para ibu dan ayahnya saat mereka berulang tahun. Kado itu biasanya adalah barang-barang yang memang terdapat di rumah merea, misalnya saja buku. Maka pada saat ulang tahun ibunya, anak tersebut akan memili sebuah buku, membungkusnya dengan kertas HVS dan mewarnainya dengan pensil warna. Kemudian dengan bangga anak tersebut memberikan hadiah spesialnya pada ibunya dan ibunya menerima hadiah tersebut dengan sangat bangga dan terharu. Bukan mengenai apa yang “diberikan”, tapi ini semua mengenai apa yang “telah dilakukan”.

Apa yang terjadi pada masa kanak-kanak akan sangat berpengaruh pada masa dewasa mereka nanti. Sikap tertutup akan membuat anak tersebut menjadi sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya saat anak tersebut masuk ke jenjang sekolah yang lebih tikati Anak yang Tertutu

Dunia psikologi anak, biasanya berputar dalam berbagai masalah yang tentunya muncul dalam diri anak. Bagaimana kita dapat mengerti perasaan dan kemauan anak. Masalah yang muncul dapat berkisar dari pendidikan, ataupun sosial mereka. Dalam konteks ini, saya akan membahas bagaimana menerapkan teknik wawancara untuk membuat orang tua menjadi lebih dekat dengan anak yang tertutup. Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik dalam pekembangan anaknya. Baik itu perkembangan fisik, kognitif, ataupun psikososialnya. Orang tua seharusnya menjadi orang-orang utama yang selalu ada dengan anaknya saat anak membutuhkan mereka. Sudah semestinya pula anak-anak akan menjadikan orang tua meraka sebagai tempat utama dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran mereka. Namun bagaimana bila orang tua tidak peka akan hal ini? Tidak sedikit orang tua yang sibuk dan hanya bepikir bahwa dengan melengkapi kebutuhan materi anaknya maka tugas utama mereka sebagai orang tua telah dilakukan dengan baik.

Absennya keberadaan orang tua saat tahap perkembangan awal anak membuat ikatan kepercayaan anak dan orang tua menjadi melemah. Pada akhirnya membuat anak menjadi tertutup sehingga sulit mengungkapkan apa yang terjadi pada mereka dan apa mereka rasakan. Biasanya hal ini terjadi pada anak yang baru saja masuk sekolah. Di mana anak- mulai benyak bertemu dengan relasi baru selain anggota keluarganya, bisa saja teman-temanya, atau mungkin guru di sekolah mereka. Tentunya orang tua tidak begitu berharap kalau anak-anaknya lebih memilih dekat dengan orang lain dibandingkan mereka sendiri. Orang tua harus lebih peka dalam mendeteksi hal ini, sebaiknya orang tua melakukan koreksi diri tentang seberapa banyak pengetahuan mengenai anak mereka. Apakah mereka tahu apa saja yang telah dilakukan anak mereka hari ini? Bagaimana perasaan anak mereka? Apa kejadian-kejadian khusus yang mempengaruhi perilaku anak mereka?
Belajar untuk lebih mengenali anak dapat dilakukan dengan teknik wawancara, tentunya “bertanya”. Bukan mengenai bagaimana orang tua menginterogasi anaknya secara formal ataupun layaknya persidangan. Namun dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan pada anak. Orang tua dapat mengawalinya dengan mulai menanyakan kegiatan anak mereka, misalnya seperti ini “Hai sayang, bagaimana harimu di sekolah tadi?”. Bilamana anak hanya diam dan merasa bingung dengan pertanyaan anda, mungkin ada baiknya anda mengatur jarak yang lebih dekat dengan mereka dan memberikan sentuhan fisik seperti mengusap kepala anak dan kembali menanyakan “Kamu senang hari ini?”. Mungkin anak hanya akan memberikan respon pasif seperti “Ya” atau “Tidak begitu”. Maka selayaknya irang tua mulai dapat memancing kembali apa yang membuat mereka senang ataupun tidak senang dengan kembali bertanya “Oh ya? Apa yang membuatmu senang?” atau “Oh ya? Wahh, apa yang membuatmu jadi tidak begitu senang?”.  Ada kemungkinan anak akan kembali menjawab dengan respon yang pasif, mencairkan suasana kaku adalah hal yang terpenting yang harus dilakukan orang tua.

Melakukan pendekatan dengan anak yang tertutup memang bukanlah hal yang mudah. Namun kuncinya hanya satu: kenyamanan. Bila anak merasa nyaman dengan seseorang, tentu orang itu akan menjadi orang kepercayaan baginya. Masalahnya bagaimana membuat anak menjadi nyaman? Awali dengan mengenal hobinya. Biasanya anak akan sangat senang membicarakan tentang apa yang mereka sukai. Maka orang tua harus mengenali apa yang anak suka dan tidak suka. Misalnya saja dengan memperhatkan minat anak. Bila anak senang menari, mungkin orang tua dapat melihatnya menari ataupun meminta anaknya untuk mengajarkan mereka, misalnya berkata begini “Wah, kamu pandai menari yah. Ajarin mama papa mau gak?” Pertama, anak akan merasa senang dengan pujian orang tua mereka. Kedua, anak akan merasa dihargai karena orang tua mereka memintanya untuk mengajarkan mereka. Berawal dari kegiatan ini maka akan terbentuk rasa nyaman dari anak. Terlepas dari sekonyol apapun kegiatan yang anda sebagai orang tua lakukan dengan anak, hargailah kebersamaan yang terjalin dari kegiatan tersebut.
Dengan adanya rasa nyaman, maka akan disusul dengan timbulnya kepercayaan. Anak yang tertutup memang tidak akan secara langsung membuka diri. Tapi ketika mereka tampak mulai merasa nyaman, mereka akan mulai memperlihatkan hal-hal kecil yang telah mereka lakukan. Misalnya menunjukkan hasil karya mereka di sekolah. Memperlihatkan apa yang telah mereka buat bukan hal yang mudah bagi mereka, karena mereka sesungguhnya dapat merasa takut bahwa apa yang telah mereka buat tidak begitu memuaskan untuk diperlihatkan kepada orang lain. Maka orang tua sangat memegang peranan penting dalam membangun kepercayaan diri anak mereka. Hargailah setiap hal yang telah mereka lakukan. Apapun hasil karya mereka, saya pernah mendengar sebuah kisah nyata tentang seorang anak perempuan yang merasa selalu mendapatkan penghargaan dari kedua orang tuanya, dan kini anak tersebut tumbuh menjadi wanita yang sangat percaya diri. Anak perempuan itu selalu memberikan kado para ibu dan ayahnya saat mereka berulang tahun. Kado itu biasanya adalah barang-barang yang memang terdapat di rumah merea, misalnya saja buku. Maka pada saat ulang tahun ibunya, anak tersebut akan memili sebuah buku, membungkusnya dengan kertas HVS dan mewarnainya dengan pensil warna. Kemudian dengan bangga anak tersebut memberikan hadiah spesialnya pada ibunya dan ibunya menerima hadiah tersebut dengan sangat bangga dan terharu. Bukan mengenai apa yang “diberikan”, tapi ini semua mengenai apa yang “telah dilakukan”.

Apa yang terjadi pada masa kanak-kanak akan sangat berpengaruh pada masa dewasa mereka nanti. Sikap tertutup akan membuat anak tersebut menjadi sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya saat anak tersebut masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi ataupun saat mereka bekerja. Peran orang tua sangat penting di bagian ini, karena hanya proses pendampingan yang berhasil yang akan memberikan hasil yang baik juga nantinya. Ingatlah untuk selalu berusaha membangun kepercayaan antara anak dan orang tua, buatlah dengan menciptakan kenyamanan, pengertian, dan pengkuan atas hal sekecil apapun yang diperbuat oleh anak. Bila benar pujilah, bila salah maka tanyakan alasannya. Perhatikan, dalam menyampaikan pertanyaan sadarlah secara penuh untuk “bertanya” dan bukan “mempertanyakan”.



12 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar