Selasa, 25 Maret 2014

Basic Skills of Interview (Lily Lee)



"Aduh, besok mau wawancara si X. Lancar gak ya...? Bisa dapetin data-datanya gak yaa? Apa saja yang mau disiapkan? Aduh...."

Kutipan diatas adalah kekhawatiran yang saya alami saat tugas wawancara pertama kali yang pernah saya bahas sedikit di post sebelumnya. Sebenarnya, kalau sudah menguasai beberapa basic skills dalam wawancara yang akan di bahas dalam post ini, kekhawatiran seperti itu tidak akan muncul. 
So, lets get started! 

1. Kemampuan Membina Rapport
Nah, saat wawancara ada baiknya, Anda, sebagai interviewer menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan dengan interviewee agar interviewee mau berbicara dengan bebas dan apa adanya mengenai topik yang diwawancarakan. Bagaimana caranya? Caranya banyak kok, Anda dapat berikan senyuman yang hangat dan suasana yang bersahabat sambil sedikit mengobrol hal-hal yang ringan seperti "Bagaimana kabar Anda?" di awal pertemuan wawancara, bahkan di akhir sesi wawancara.
Membina rapport yang baik tidak terjadi secara instan tetapi tercipta secara berangsur-angsur. Kayak cicilan ya, memang! Menciptakan lingkungan dan relationship yang nyaman bagi interviewee atau klien untuk bercerita dibuat secara perlahan. Tidak hanya dari awal pertemuan, tetapi saat wawancara berlangsung juga. 
Saat wawancara berlangsung, membina rapport dapat dilakukan dengan menunjukkan ekspresi yang peduli dan tertarik dengan penjelasan dari interviewee. Tetapi jangan lebay! Hehehehe... Interviewer, jika bisa, mengerti dengan apa yang dijelaskan dan dirasakan oleh interviewee atau klien. Dan sama seperti sebelumnya, jangan lebay, jangan sok tau...Kalau memang tidak tahu, cukup Anda bayangkan.
Lalu, karakteristik ruangan juga berpengaruh, interviewee atau klien mana mau cerita atausharing masalah mereka di tempat yang berisik, sempit, sumpek, panas, dsb... 
Perhatikan juga sikap interviewer dalam wawancara, jangan over reacted terhadap cerita dari interviewee. Penggunaan bahasa juga perlu untuk disesuaikan dengan tingkat pendidikan dari interviewee agar interviewee dapat mengerti apa yang ditanyakan.

2. Empati
Pahami perasaan apa yang dirasakan interviewee atau klien saat sedang menceritakan masalah mereka. Dengan berempati, interviewee atau klien akan merasa interviewer dapat menerima dan memahami interviewee atau klien tanpa menilai apa pun dari interviewee atau klien. 
Untuk dapat berempati yang perlu dilakukan adalah tetap fokus terhadap interviewee atau klien setiap saat. Jangan sampai niatnya mau berempati tetapi malah terdengar tidak nyambung karena interviewer tidak fokus,  sehingga interviewee merasa tidak diperhatikan ceritanya. 

3. Attending Behavior
Saat wawancara jangan kira interviewer ngomong terus ya... Kalau memang si interviewer ngomong terus berarti ia belum menguasai basic skill yang satu ini.
Attending behavior, adalah saat dimana interviewer mengurangi kuantitas bicara dan memberikan interviewee waktu untuk berbicara tentang diri mereka. Berikan perhatian penih saat interviewee atau klien berbicara, Anda tidak akan dapat memahami cerita dari interviewee atau klien dengan jelas kalau And terus berbicara. Just give her/his time.
Lalu, jangan takut bila ada sesi diam dalamwawancara yang Anda lakukan. Diam atau keadaan hening ini kadang digunakan oleh interviewee atau klien untuk mengingat apa yang ia rasakan saat mengalami hal yang ia ceritakan. Keadaan hening ini juga menunjukkan sikap empati interviewer yang ditunjukkan dalam bentuk nonverbal, seperti kontak mata.
Dalam Attending behavior terdapat 4 dimensi utama (3V+1B). Pertama, visual, saat wawancara berlangsung terutama saat interviewee atau klien bercerita, tatap klien, jangan alihkan pandangan.
Kedua, vocal qualities, perhatikan nada dan kecepatan Anda dalam berbicara. Jangan sampai Interviewer berbicara terlalu cepat sehingga interviewee melewatkan hal tertentu. Dan jangan sampai interviewee merasa interviewer tidak tertarik dan tidak berempati dengan cerita interviewee dikarenakan nada berbicara yang tidak sesuai. Ketiga, verbal tracking, jangan keluar dari topik wawancara dan jangan terbawa dengan pembicaraan interviewee atau klien yang melenceng dari topik. Kalaupun ada pernyataan dari interviewee atau klien diluar dari pedoman wawancara, interviewer harus peka dan memberikan perhatian penuh agar wawancara tetap dalam 1 jalur. Dan yang terakhir, body languagebe yourself! Saat wawancara, interviewer cukup menjadi dirinya apa adanya. Jamgan berlebihan sehingga interviewee merasa tidak nyaman dengan penampilan interviewer. Cukup dengan menunjukkan sikap yang perhatian dan tidak berlebihan, interviewee dapat merasa diterima dalam wawancara.

4. Question Technique
Dalam wawancara, berikan pertanyaa yang bersifat open question, yaitu pertanyaan yang sifatnya tidak mengarahkan sehingga interviewee atau klien dapat dengan bebas mengekspresikan jawaban serta perasaanya. Teknik bertanya open question dapat digunakan saat pembuka ("Halo, apa kabar? Ada yang dapat saya bantu?"), saat ingin mengelaborasi dan memperkaya cerita interviewee ("Bisa ceritain lagi tidak tentang apa yang Anda rasakan saat itu?"), dan untuk memperjelas sudut pandang interviewee ("Apa yang Anda maksud dengan memberikan perhatian saat itu?").
Pernyan sebaiknya jangan bersifat closed question, atau merujuk pada jawaban tertentu. Misalnya jawaban hanya sebatas pada "Ya" atau "Tidak". Kalaupun ingin menggunakan teknik closed question, gunakan di akhir sesi wawancara untuk menyimpulkan penjelasan atau cerita dari interviewee

5. Observational Skills
Seringkali dikatakan bahwa kemampuan observasi sangat sering digunakan dalam wawancara. Yap! Bagi yang sudah sering melakukan wawancara pasti juga menggunakan teknik yang satu ini.
Keterampilan observasi dalam wawancara berfokus pada 3 area. Pertama, pada perilaku nonverbal, misalnya pada ekspresi wajah yang menaikkan alis, merapatkan bibir, dsb, ekspresi tersebut dapat menunjukkan emosi dari interviewee. Perhatikan juga bahasa tubuh interviewee, seperti postur tubuh, posisi duduk, gerakkan tangan, atau tarikkan napas. Lalu, observasi juga perilaku verbal interviewee. Dalam hal ini, interviewee dapat melakukan selective attention, yaitu membicarakan hal-hal yang mau didengar dan menarik oleh interviewer. Perhatikan pula penggunaan keywords yang sering digunakan oleh interviewee. Yang terakhir, observasi terhadap perilaku inkongruensi atau tidak sesuai. Munculnya hal tersebut mengindikasikan rasa tidak nyaman pada interviewee dalam menceritakan suatu hal sehingga interviewee tidak jujur dalam bercerita.

6. Active Listening Skills
Yang terakhir dan tidak kalah penting dari basic skills lainnya adalah keterampilan untuk menjadi pendengar yang aktif. Dalam menjadi pendengar yang aktif, interviewer juga menjadi encouragers yang berusaha untuk membuat interviewee atau klien bercerita lebih lanjut. Dalam encouraging terbagi menjadi verbal encouragement dan nonverbal encouragement. Verbal encouragement dapat dilakukan dengan mengulangi kata terakhir yang interviewee atau klien ucapkan dengan nada yang berbeda (Interviewee: "Jadi pas itu terjadi begitu saja.",Interviewer: "Begitu saja?" *nada bertanya), selain itu interviewer juga dapat menguraikan kembali perkataan yang diucapkan imterviewee sebelumnya. Atau yang lebih sering digunkan, yaitu dengan 'hm...','ya...','terus....','lalu...'  Terus menerus sampai menemukan jawaban yang sesuai. Kemudian nonverbal encouragement dilakukan dengan cara memberikan waktu untuk diam tetapi jangan terlalu lama sehingga interviewee merasabahwa interviewer tidak tertarik dengan ceritanya atau dengan menggunakan body languange dan kontak mata.
Dalam proses ini juga melibatkan reflection of content atau merefleksikan kembali apa yang sudah dibicarakan sebelumnya dengan interviewee. Reflection of content ini berfokus dengan isi wawncara dan berusaha untuk mengklarifikasinya, oleh karena itu hal ini dillakukan biasanya setiap 15 menit sekali dan bersifat parafrase atau paraphrasing bukan meringkas atau summarizing yang biasanya di akhir sesi wawancara. Jangan samakanparaphrasing dengan parroting. Parroting adalah saat interviewer mengulang apa yang dikatakan oleh klien sama persis, berbeda dengan paraphrasing yamg meringkas perkataan interviewee dengan menggunakan kata-kata sendiri dan hanya menggunkan kata yang utama dalam cerita interviewee. Kalau paraphrasing bertujuan untuk mengklarifikasi pernyataan interviewee, maka parroting bertujuan untuk meminta klien menjelaskan lebih lanjut mengenai pernyataan yang belum selesai.
Lalu reflection of feelings atau merefleksikan apa yang dirasakan oleh interviewee. Dalam reflection of feelings, interviewer mencari tahu emosi yang menjadi kunci pada interviewee atau klien saat bercerita dan menanyakan kembali untuk mengklarifikasi pengalaman yang dirasakan sebelumnya. 
Kemudian diakhir sesi wawancara, interviewer perlu melakukan summarizing atau meringkas. Hampir sama dengan paraphrasing hanya saja summarizing dilakukan setelah rentang waktu wawancara yang lebih lama, biasanya digunakan untuk memulai atau mengakhiri sesi wawancara, untuk berpindah ke topik lain, atau untuk mengklarifikasi masalah yang lebih kompleks.

Okay! 6 poin basic skills ini senjata utama yang digunakan seorang interviewer. 
Remember, the expert in anything was once a beginner. 
Jadi, dengan belajar dan berlatih terus untuk menguasai basic skills ini, menjadikan Anda lebih siap dan lebih mampu untuk mencari informasi yang tersirat dari yang tersurat melalui wawancara. 

19 Mar 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar