Hal pertama yang terlintas dalam benak saya ketika menulis post ini adalah Why on earth I emphasized about sexual orientation in my previous post, what should i write now? But I've decided to write it anyway.
Saya akan memulai post ini dengan mencoba menjelaskan tentang orientasi seksual. Orientasi seksual seseorang dapat di bagi ke dalam tiga kategori, yaitu (a). Heteroseksual (tertarik secara seksual dengan lawan jenis, (b). Homoseksual (tertarik secara seksual dengan sesama jenis -gay dan lesbian-) (c). Biseksual (tertarik secara seksual dengan sesama dan dengan lawan jenis).
Jujur saja, selama ini saya selalu berpikir bahwa seseorang memutuskan untuk menjadi gay atau lesbian karena dipengaruhi oleh faktor genetik atau karena adanya faktor trauma yang dialami oleh orang tersebut pada masa lalu. Saya baru tahu, dari pertemuan minggu lalu, bahwa seseorang dapat menjadi homoseksual karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Saya juga baru tahu kita tidak dapat mengkategorikan seseorang langsung ke dalam satu kategori saja, apakah ia seorang heteroseksual atau apakah ia seorang homoseksual. Terdapat sebuah rangkaian skala kesatuan (Skala Kinsey) yang menjelaskan tentang orientasi seksual (dari sepenuhnya heteroseksual sampai sepenuhnya homoseksual).
Kinsey's Continuum Category Number
Sebagai contoh, terdapat seseorang lelaki yang masuk ke dalam penjara karena mencuri. Awalnya ia merupakan seorang heteroseksual, namun karena di dalam sel penjara hanya terdapat lelaki dan orang tersebut memiliki kebutuhan untuk melakukan hubungan seksual, akhirnya ia memutuskan untuk melakukan hubungan seksual dengan lelaki. Akan tetapi, setelah orang tersebut keluar dari penjara, orang tersebut kembali hanya berhubungan seksual dengan perempuan. Dari contoh yang saya berikan, saya ingin memberi gambaran bahwa seseorang dapat menjadi homoseksual karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lalu bagaimana kita mengkategorikan orang tersebut? Apakah ia seorang heteroseksual? Apakah ia seorang homoseksual? Atau ia seorang biseksual? Disinilah kita dapat menggunakan Skala milik Kinsey dalam menjelaskan kategori seksual orang tersebut (orang tersebut sepertinya berada pada kategori incidental homosexual).
Pada saat pertemuan ketiga, sempat ada pertanyaan di dalam kelas tentang apakah baik bagi orangtua homoseksual untuk mengangkat anak (saya lupa apa tepatnya pertanyaan yang disampaikan)? Saya pribadi berpikir mengangkat anak bukanlah hal yang paling bijaksana untuk dilakukan oleh pasangan homoseksual. Selain hilangnya salah satu figur orangtua di dalam kehidupan sang anak (dijelaskan di dalam kelas), saya berpikir pengangkatan anak akan sangat tidak adil bagi diri sang anak. Menurut saya besar kemungkinan anak yang diadopsi oleh pasangan homoseksual akan mengalami banyak tekanan, ejekan, dan bahkan bullyingdari teman sebayanya serta dari masyarakat hanya karena memiliki orangtua yang homoseksual.
Jika saya pribadi ditanya bagaimana pandangan saya tentang homoseksual? Saya akan menjawab saya tidak bisa menyatakan apakah perilaku mereka benar atau salah. I am not God and it feels wrong to judge someone’s sexual orientation. Yang saya dapatkan katakan adalah saya pribadi menerima kaum homoseksual sebagai manusia. Terlepas dari pandangan agama, menurut saya tidak ada yang salah ketika seseorang menyukai sesama jenis, selama tidak merugikan orang lain. Saya sendiri memandang homoseksual hanya sebagai salah satu bentuk keanekaragaman manusia. For me, sexual orientation it’s not a big deal and will never be, it doesn’t define who you are. Your attitude does.
Pada post minggu lalu, saya sempat menyertakan sebuah video. Saya mengetahui video tersebut bukan dengan mencari di youtube. Saya mengetahui video tersebut dari seorang penulis laki-laki yang saya follow di twitter. Lelaki tersebut memiliki 2 akun twitter, dan ia mengakui dalam salah akun twitternya (yang saya follow) bahwa ia adalah seorang gay. Awalnya saya tidak mengetahui ia adalah seorang gay dan jujur saya tidak menyangka ia adalah seorang gay. Ketika ada orang-orang yang menghina dia tentang orientasi seksualnya, dia sempat menulis “it takes more than just words to hurt me”. Lalu selang beberapa bulan (saya tidak menghitung) ia mengupload video dengan caption “Love is what you need” (video yang saya post minggu lalu). Lalu saya berpikir, although he said it takes more than just words to hurt him, i think deep down inside he is hurt and he just want to be accepted for who he really is. Lalu dari sanalah saya berpikir tidaklah baik bagi kita untuk menjudge seseorang hanya karena orientasi seksualnya. Kita sebaiknya menerima diri mereka apa adanya. Saya rasa sudah cukup sulit bagi mereka untuk terbuka kepada dunia bahwa mereka 'berbeda' dari kebanyakan orang.
1 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar