Minggu, 03 November 2013

Keluarga Disharmoni (Farah Ayu Annisa (705130126)

Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang kecil dan umumnya hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Hubungan sosial anggota keluarga didasari atas ikatan darah dan sebuah perkawinan. Pada dasarnya sebuah keluarga dapat terbentuk karena hubungan seks yang tetap antara orangtua. Sebuah hubungan keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab. Fungsi keluarga adalah agar dapat saling melingdungi dan menjaga sesama anggota keluarga yang lain (Khairuddin, 1997).
Ciri-ciri Keluarga
Pada dasarnya terdapat banyak sekali ciri-ciri keluarga yang diungkapkan oleh beberapa ilmuwan. Ciri-ciri tersebut berupa ciri-ciri umum dan khusus, yang di antaranya sebagai berikut:
     Ciri-ciri umum. Khairuddin (1997) mengemukakan bahwa ciri-ciri umum dari keluarga, antara lain (a) sebuah keluarga merupakan hasil dari perkawinan, (b) perkawinan yang berkenaan hubungan perkawinan sengaja dibentuk dan dipelihara, (c) sistem tatanama berdasarkan perhitungan garis keturunan, (d) ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk mempunyai ketentuan khusus berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan, dan (e) rumah atau rumah tangga adlah tempat tinggal yang walau bagaimanapun tidak mungkin akan menjadi terpisah.
Ciri-ciri khusus. Selain ciri-ciri umum, terdapat juga ciri-ciri khusus. Menurut Khairuddin (1997) ciri-ciri khusus dari keluarga, yaitu (a) kebersamaan, (b) dasar-dasar emosional, (c) pengaruh perkembangan, (d) ukuran yang terbatas, (e) posisi unit dalam struktur sosial, (f) tanggung jawab para anggota, (g) aturan kemasyarakatan, dan (h) sifat kekekalan dan kesementaraannya.
Definisi Keluarga Disharmoni
Keluarga disharmoni adalah sebuah keluarga yang keadaannya sudah tidak rukun lagi. Biasanya keluarga disharmoni disebabkan sudah tidak adanya lagi kepercayaan terhadap pasangan dan berujung pada kekerasan terhadap pasangan. Keluarga disharmoni dapat menyebabkan seorang anak yang ada di dalamnya ikut terlibat. Hal ini dapat mengakibatkan seorang anak menjadi trauma dan anak tersebut bisa meniru keadaan yang dia lihat saat dia sudah berkeluarga, tetapi ada juga yang akan sangat menyayangi keluarganya (Arif, 2012).
Penyebab Keluarga Disharmoni
Menurut Arif dan Nitibaskara penyebab keluarga menjadi tidak rukun lagi yaitu (a) kurangnya kepercayaan terhadap pasangan, (b) kecemburuan, (c) bosan dengan pasangan, (d) saling tidak menghargai, dan (e) kekerasan dalam keluarga. Pertama, kurangnya kepercayaan terhadap pasangan, bisa disebabkan seorang pasangan menghianati janji yang mereka buat dan melihat gerak gerik yang mencurigakan dari pasangannya. Kedua, kecemburuan, disebabkan seorang pasangan melihat pasangannya berkomunikasi dengan lawan jenis lainnya dan juga dapat disebabkan kurangnya interaksi dalam keluarga (Arif, 2012; Nitibaskara, 2001).
Ketiga, bosan dengan pasangan, biasanya terjadi pada pasangan yang sudah cukup lama menikah, hal ini terjadi karena kurang keromantisan dalam hubungannya dan juga kurangnya berkomunikasi. Keempat, saling tidak menghargai, terjadi karena keegoisan pribadi saat berpendapat tidak mau mendengarkan pendapat pasangannya, hal ini biasanya menimbulkan rasa malas terhadap pasangan saat sedang berdiskusi dalam keluarganya. Kelima, kekerasan dalam rumah tangga, dari keempat penyebab sebelumnya, biasanya dapat berujung pada kekerasan yang akan dialami oleh sang istri (Arif, 2012; Nitibaskara, 2001).
Akibat Keluarga Disharmoni
Arif (2012) berpendapat bahwa keluarga yang disharmonis berdampak pada hubungan pasangan dan juga terhadap anak, yaitu: (a) dampak terhadap hubungan, jika dalam keluarga terus menerus mengalami keadaan disharmoni keluarga akan berdampak pada hubungan yang sudah mereka bangun seperti perceraian dan perselingkuhan; dan (b) dampak terhadap anak, hal ini akan sangat berdampak buruk terhadap perkembangan anak mulai dari anak susah diatur sampai anak menjadi seorang pengguna narkoba.
Cara Mencegah Keluarga Disharmoni
Menurut Arif (2012) ada dua cara untuk mencegah keadaan disharmoni keluarga, yaitu: (a) terbuka, sikap keterbukaan dan selalu menceritakan kejadian atau hal yang dialami bisa mencegah terjadinya disharmoni keluarga; dan (b) saling menghargai, pasangan yang saling menghargai satu sama lain tanpa mendahulukan egoisnya pribadi dan tidak hanya menganggap dirinya yang harus dipatuhi merupakan salah satu cara untuk mencegah hal ini.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, R. (2012). Keluarga disharmoni. Diunduh dari http://lypyy.blogspot.com/2012/10/maraknya-keluarga-disharmoni-zaman-ini.html.
Khairuddin, H. (1997). Sosiologi keluarga. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Nitibaskara, T. R. R. (2001). Catatan kriminal (edisi ke-2). Jakarta: Jayabaya    University Press.
 
1 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar