Rabu, 18 September 2013

Wawancara untuk Diagnosis - Praktisi Klinis Dewasa (Winne Wijaya)

Kuliah di Fakultas Psikologi bukanlah hal yang mudah. Baru saja masuk kuliah, kemudian ditanya oleh teman atau keluarga kuliah di fakultas apa, sudah disangka dapat membaca wajah orang, apa lagi jika menjalani profesi sebagai psikolog. Ilmu psikologi sendiri dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang klinis, pendidikan, PIO, kriminologi dan forensik. Setiap bidang memiliki klien dan job description-nya masing-masing. Hal yang membuat saya tertarik adalah bidang klinis, khususnya klinis dewasa. Kliennya adalah orang-orang dewasa, dengan masalah atau keluhannya masing-masing. Psikolog klinis dewasa biasanya praktek di rumah sakit. Latar belakang klien yang datang pun bermacam-macam. Ada yang datang karena dirujuk oleh dokter, misalnya dokter kandungan. Setelah melahirkan, misalnya sang ibu mengalami tekanan psikologis, sehingga membutuhkan bantuan psikolog untuk menanganinya. Ada juga yang datang dengan rujukan dari pihak keluarganya, atau ada juga yang datang dengan keinginannya sendiri. Psikolog pun harus memahami bagaimana hingga akhirnya klien datang menemui psikolog.
Klien yang datang menemui psikolog tentu memiliki masalahnya sendiri-sendiri, ditambah lagi masa dewasa sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Setiap tahapan ini, memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda yang mungkin menjadi latar belakang  keluhan klien. Tugas pertama dari seorang psikolog adalah memahami keluhan klien, termasuk mencari penyebab yang melatarbelakanginya, sehingga dapat ditentukan solusi yang tepat, misalnya dengan memberikan terapi atau treatment. Teknik wawancara dapat digunakan untuk diagnosis keluhan klien. Alasan menggunakan teknik wawancara adalah informasi dapat diperoleh langsung dari klien, bahkan tanpa alat seperti yang dalam penggunaan psikotes. Informasi yang diperoleh melalui wawancara pun lebih lengkap, karena dapat diterapkan pada klien (autoanamnesa) maupun pihak keluarga yang mengetahui masalah klien (aloanamnesa). Teknik wawancara sendiri tidak selalu dapat langsung diterapkan pada saat pertama klien datang, terutama jika klien datang dengan rujukan dari dokter atau keluarga. Klien cenderung akan bersikap tertutup atau bahkan berbohong menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Inilah salah satu kelemahan teknik wawancara. Membina hubungan rapport dengan klien dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, misalnya dengan ngobrol-ngobrol santai terlebih dahulu. Buatlah klien terlebih dahulu nyaman dengan Anda, ciptakan trust dari klien, sehingga klien dapat bercerita dengan perasaan yang aman dan nyaman. Apabila diagnosis dilakukan dengan tepat, solusi yang diberikan pun akan sesuai dengan apa yang dikeluhkan klien, sehingga klien dapat menikmati manfaat berkonsultasi dengan psikolog.
 
16 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar