Rabu, 18 September 2013

Wawancara Tidak Sekadar Bertanya (Winne Wijaya)

Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab untuk mendapatkan informasi. Wawancara juga merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam bidang psikologi untuk berbagai keperluan. Tidak hanya sebatas seperti definisinya, wawancara dalam bidang psikologi membutuhkan keterampilan yang tidak mudah dalam prakteknya. Bahkan wawancara tidak dapat dilakukan jika kita tidak dapat memulainya dengan benar. Kemampuan membina rapport adalah salah satu cara untuk “pemanasan” sebelum memulai menggali informasi yang relevan. Subyek atau klien yang datang tidak selalu langsung merasa nyaman untuk membongkar rahasianya kepada interviewer yang belum dikenalnya, yang sudah kenal saja terkadang merasa tidak nyaman. Kunci dari membina rapport adalah sikap interviewer sendiri. interviewer dapat memulainya dengan senyuman hangat, sambutan yang bersahabat, jabat tangan, atau pertanyaan basa-basi. Perhatikan juga latar belakang budaya subyek, sesuaikan pertanyaan-pertanyaan agar tidak menyinggung perasaannya, dan jangan menunjukkan wajah yang judgemental. Selama proses membina rapport, usahakan untuk memberikan perhatian penuh kepada subyek, misalnya jangan menerima telepon, berikan kesan kepada subyek bahwa pada saat itu waktu interviewer hanya untuk subyek.
Empati merupakan keterampilan kedua yang harus dikuasai interviewer, bedakan dengan simpati. Perbedaanya, simpati hanya sekedar merasa tertarik atau kasihan dengan apa yang dihadapi subyek, sedangkan empati, kita berusaha untuk menempatkan diri “seandainya” saya dalam posisi subyek. Kuncinya adalah interviewer harus fokus pada klien sepanjang waktu, dan memahami dunianya tanpa menghakimi.
Keterampilan ketiga adalah attending behavior. Kuncinya adalah berikan kesempatan subyek untuk berbicara menceritakan tentang diri mereka dan kurangi kuantitas bicara interviewer. Terdapat empat dimensi dalam attending behavior, yaitu visual (tatap subyek, jangan alihkan pandangan), vocal qualities (perhatikan nada dan kecepatan bicara, tunjukkan kesan bahwa Anda tertarik), verbal tracking (fokus pada tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan di awal), dan body language (perhatikan subyek dan jangan bersikap “lebay”).
Keterampilan keempat adalah teknik bertanya. Bertanya pun jangan asal bertanya, ada teknik-teknik tertentu yang harus dikuasai interviewer. Teknik bertanya dibagi menjadi dua, yaitu open question dan closed question. Melalui open question, subyek dibebaskan untuk mengekspresikan perasaannya tanpa adanya sifat pengarahan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih lengkap dari subyek. Closed question adalah pertanyaan yang merujuk pada jawaban tertentu dan bersifat mengarahkan, contohnya, “Apakah Anda marah?” Selama proses wawancara, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, misalnya jangan memaksa klien untuk menjawab pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman, jangan membuat kesan subyek seperti diinterogasi, ijinkan klien untuk mengungkapkan seluruh emosi dan perasaannya, hindari pertanyaan “Mengapa”, dan jangan bertanya hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu interviewer.
Selama proses wawancara, observasi pun penting dilakukan, dan hal ini merupakan keterampilan wawancara kelima. Perhatikan perilaku nonverbal subyek (seperti ekspresi wajah dan bahasa tubuh), perilaku verbal (perhatikan kata-kata yang menjadi perhatian subyek), diskrepansi dan konflik (inkongruensi dapat mengindikasikan bahwa subyek merasa tidak nyaman atau berkata tidak jujur).
Keterampilan selanjutnya adalah active listening skills, yang terdiri dari encouraging (mendorong klien untuk bercerita lebih banyak dengan nonverbal encouragement dan verbal encouragement), reflection of content (mengucapkan kembali kalimat klien), reflection of feeling (menyimpulkan perasaan klien), dan summarizing (kesimpulan yang ditangkap selama proses wawancara).
Demikianlah keenam keterampilan yang harus dikuasai interviewer untuk melakukan proses wawancara. Sudahkah Anda menguasai seluruhnya?
 
16 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar