Wawancara
merupakan kegiatan tanya jawab untuk mendapatkan informasi. Wawancara juga
merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam bidang psikologi untuk
berbagai keperluan. Tidak hanya sebatas seperti definisinya, wawancara dalam
bidang psikologi membutuhkan keterampilan yang tidak mudah dalam prakteknya. Bahkan
wawancara tidak dapat dilakukan jika kita tidak dapat memulainya dengan benar.
Kemampuan membina rapport adalah
salah satu cara untuk “pemanasan” sebelum memulai menggali informasi yang
relevan. Subyek atau klien yang datang tidak selalu langsung merasa nyaman
untuk membongkar rahasianya kepada interviewer
yang belum dikenalnya, yang sudah kenal saja terkadang merasa tidak nyaman.
Kunci dari membina rapport adalah sikap interviewer sendiri. interviewer dapat
memulainya dengan senyuman hangat, sambutan yang bersahabat, jabat tangan, atau
pertanyaan basa-basi. Perhatikan juga
latar belakang budaya subyek, sesuaikan pertanyaan-pertanyaan agar tidak
menyinggung perasaannya, dan jangan menunjukkan wajah yang judgemental. Selama proses membina rapport, usahakan untuk
memberikan perhatian penuh kepada subyek, misalnya jangan menerima telepon,
berikan kesan kepada subyek bahwa pada saat itu waktu interviewer hanya untuk
subyek.
Empati
merupakan keterampilan kedua yang harus dikuasai interviewer, bedakan dengan simpati. Perbedaanya, simpati hanya
sekedar merasa tertarik atau kasihan dengan apa yang dihadapi subyek,
sedangkan empati, kita berusaha untuk menempatkan diri “seandainya” saya dalam
posisi subyek. Kuncinya adalah interviewer
harus fokus pada klien sepanjang waktu, dan memahami dunianya tanpa menghakimi.
Keterampilan
ketiga adalah attending behavior.
Kuncinya adalah berikan kesempatan subyek untuk berbicara menceritakan tentang
diri mereka dan kurangi kuantitas bicara interviewer.
Terdapat empat dimensi dalam attending
behavior, yaitu visual (tatap
subyek, jangan alihkan pandangan), vocal
qualities (perhatikan nada dan kecepatan bicara, tunjukkan kesan bahwa Anda
tertarik), verbal tracking (fokus
pada tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan di awal), dan body language (perhatikan subyek dan
jangan bersikap “lebay”).
Keterampilan
keempat adalah teknik bertanya. Bertanya pun jangan asal bertanya, ada
teknik-teknik tertentu yang harus dikuasai interviewer.
Teknik bertanya dibagi menjadi dua, yaitu open question dan closed question.
Melalui open question, subyek dibebaskan untuk mengekspresikan perasaannya
tanpa adanya sifat pengarahan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih
lengkap dari subyek. Closed question adalah pertanyaan yang merujuk pada
jawaban tertentu dan bersifat mengarahkan, contohnya, “Apakah Anda marah?”
Selama proses wawancara, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan,
misalnya jangan memaksa klien untuk menjawab pertanyaan yang membuatnya tidak
nyaman, jangan membuat kesan subyek seperti diinterogasi, ijinkan klien untuk
mengungkapkan seluruh emosi dan perasaannya, hindari pertanyaan “Mengapa”, dan
jangan bertanya hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu interviewer.
Selama
proses wawancara, observasi pun penting dilakukan, dan hal ini merupakan
keterampilan wawancara kelima. Perhatikan perilaku nonverbal subyek (seperti
ekspresi wajah dan bahasa tubuh), perilaku verbal (perhatikan kata-kata yang
menjadi perhatian subyek), diskrepansi dan konflik (inkongruensi dapat
mengindikasikan bahwa subyek merasa tidak nyaman atau berkata tidak jujur).
Keterampilan
selanjutnya adalah active listening
skills, yang terdiri dari encouraging
(mendorong klien untuk bercerita lebih banyak dengan nonverbal encouragement dan verbal
encouragement), reflection of content (mengucapkan kembali kalimat klien),
reflection of feeling (menyimpulkan perasaan klien), dan summarizing
(kesimpulan yang ditangkap selama proses wawancara).
Demikianlah
keenam keterampilan yang harus dikuasai interviewer untuk melakukan proses
wawancara. Sudahkah Anda menguasai seluruhnya?
16 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar