Jumat, 27 September 2013

Lesson three (Adhina Kumala)

Pada kelas Teknik Wawancara minggu lalu, Ibu Henny membahas mengenai “Social History”. Social History mengacu terhadap pengalaman seseorang. Seorang individu bukanlah hanya terbentuk secara herediter akan tetapi lingkungan juga mempunyai bagian yang besar dalam pembentukan diri seseorang. Setiap individu mempunyai pengalaman mereka masing-masing. Terdapat perbedaan hal yang terjadi dalam kehidupan kita sehingga membuat pengalaman kita menjadi beda satu sama lain. Hal-hal tertentu inilah yang membuat setiap individu mungkin memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap benda yang sama, disebabkan oleh pengalaman yang individu miliki bersama benda tersebut. Misalnya: saya mungkin tidak takut terhadap boneka, akan tetapi mungkin terdapat seseorang di luar sana yang sangat takut terhadap boneka karena boneka kesayangannya dulu pernah dirasuki setan sehingga ia bisa berjalan-jalan di dalam rumah secara tidak wajar……. *membalikkan badan dan melihat ke arah boneka yang ada di kasur untuk memastikan bahwa ia masih ada di posisi yang sama*
“Dalam pengalaman tersebut terdapat hal-hal yang berkontribusi dalam munculnya sebuah masalah”. Bu Henny menjelaskan bahwa cerita klien memberikan konteks dimana mereka mengembangkan kedua-dua strategi adaptif maupun maladaptif untuk hidup. Terdapat sebuah pernyataan yang ada pada powerpoint slide materi social history ini yang sangat menarik bagi saya, yaitu:
The interviewer’s job is to facilitate the telling of client’s story; because without it, interviewer may be treating a disorder instead of a person with disorder.
     Melalui pemahaman saya (mohon maaf sebelumnya jika salah), tugas seorang interviewer atau di sini konteksnya yaitu psikolog adalah untuk membantu klien dalam mengomunikasikan apa yang telah terjadi pada dirinya. Psikolog membantu dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan sehingga dari pertanyaan tersebut akan memunculkan jawaban yang diharapkan dapat menjadi insight bagi penanganan masalah klien tersebut.
    Kemungkinan masalah klien bersumber dari diri klien sendiri akan tetapi klien tidak menyadari hal tersebut. Melalui percakapan antara mereka, psikolog dapat membantu klien untuk menunjukkan sumber dari masalahnya. Apabila sudah diketahui, psikolog dan klien dapat bekerja sama dalam mengatasinya.
     Misalnya, terdapat seseorang yang mendatangi psikolog karena ia mengalami stres berat. Let’s say, he’s stressed because of his demanding job and also has a problem with his boss. It might goes like this~
     psychologist : what brings you here?
     client              : I’m stressed!
     psychologist : very well, let’s do some relaxation! 
     ya… let’s say in this case, the psychologist doesn’t ask further questions of how does the stress develop, etc, and just carries on with the relaxation. Relaxation might only make him feel relieved for a moment. He might learn relaxation techniques but he wasn’t taught of how to get organized with his work and deal with his boss in the future. So, he might still be prone to stress. If the psychologist were to ask how does he work in the office, he might realise that he’s the one who likes to finish his work in the last minutes and that the work just gets piled up in the end that it makes him stressed. Apabila ia diajarkan strategi self control, ia mungkin dapat menjadi lebih teratur dan cepat dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga stres pun dapat terhindari. Jadi di sini bukan hanya stresnya saja yang ditangani akan tetapi perilaku klien juga diubah.
Informasi-informasi yang harus didapati oleh interviewer adalah sebagai berikut:
areas of social history
Tujuan social history interview adalah untuk mendapatkan informasi yang cukup yang akan digunakan untuk mengkonseptualisasikan asal-usul masalah klien. Melalui wawancara tersebut, interviewer juga ingin mendengar persepsi klien maupun pemaknaan dan perasaan klien yang terkait dengan hal-hal yang mereka laporkan.
 
23 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar