Jumat, 27 September 2013

Different? Why not? (Ratna Sari Dewi)

Hubungan intim dengan pasangan yang memiliki suku atau agama yang berbeda?? Apakah itu menjadi sebuah masalah yang perlu dipertimbangkan?? Kuncinya adanya kecocokan dan merasa nyaman aja sih. Terlebih pada dasarnya hubungan intim adalah suatu bagian yang paling mendasar dari kehidupan manusia. Interractical Dating, walaupun budaya bisa saling mempengaruhi pasangan, mulai dari budaya pasangan seperti menjalani hubungan dengan yang paling sering kita temui saat ini, ialah pasangan dengan beda agama, ada juga yang berbeda suku, misalnya salah satu dengan suku tiong hua dan perempuannya bersuku jawa. Akan membutuhkan tenaga ekstra untuk menyesuaikan antara satu budaya dengan budaya lain. Namun itulah indahnya sebuah perbedaan, belajar saling memahami, saling  mengerti dan yang terakhir adalah saling bisa menerima. Apakah untuk mencintai seseorang pula harus selalu "sama"?
Indahnya sebuah perbedaan itulah yang menjadi sebuah "cerita" hidup untuk dibagikan kepada generasi kita selanjutnya. Dengan adanya perbedaan dengan hubungan dengan pasangan dengan beda keyakinan maupun beda suku, bukan menjadi alasan untuk tidak bisa hidup bersama. Saya memiliki cerita mengenai sepasangan pasangan, yang notabenenya adalah keluarga dekat saya sendiri. Keluarga saya adalah garis keturunan tiong hua, cerita  yang saya bagikan ialah tentang kakak laki-laki kedua dari mama saya saat ini menikah dengan seorang wanita yang saya anggap merupakan salah satu wanita yang saya kagumi, yang saya panggil kim-kim, yaitu sebutan untuk istri dari paman saya. Tante saya ini memiliki suku dan agama yang berbeda dengan kami, beliau seorang muslimah dan asli jawa (jogja), dan saat ini paman saya itu sudah berpindah keyakinan untuk menjadi seorang muslim. 
Apakah sulit menjalani pernikahan dengan berbeda suku ditambah lagi dengan perbedaan keyakinan?
dengan sangat yakin saya menjawab "TIDAK", karena toleransi yang begitu besar satu sama lain, dengan rasa saling menghormati, hubungan pernikahan mereka terasa begitu indah. Adanya penerimaan dari kedua pihak keluarga juga mendukung keharmonisan keluarga ini. Saya melihat betul dengan, tante saya ini dengan hati yang sangat terbuka berusaha memahami budaya, tradisi dan juga kebiasaan serta tabiat keluarga kami. Bertanya banyak kepada mama saya, berusaha mendekatkan diri dengan keluarga kami, bahkan untuk tradisi "imlek"pun dilakukan oleh tante saya untuk menghormati suaminya. Sebaliknya paman saya juga akan mengikuti puasa, sholat, dan juga mengikuti ritual-ritual agama muslim. Banyak sekali toleransi yang tidak bisa saya deskripsikan, namun bisa saya rasakan, dan saya bisa menjamin kalau itu tulus. Saat ini mereka telah dikaruniai seorang anak laki-laki, mereka tetap menamai sepupu saya ini dengan nama "marga" dari keluarga kami, dan dia dididik dengan perbedaan budaya dari kedua orang tuanya. Cerita ini berani saya angkat sebab, pasangan "sweet" ini, sudah saya kenal sejak mereka berpacaran, dan saat itu saya masih duduk dikelas 5 Sekolah Dasar. Kehangatan keluarga inilah yang banyak menginspirasi hidup saya. And i'm proud of them!!
Tidak selamanya perbedaan itu menyulitkan, namun perbedaan itu mengajari kita indahnya memahami, mentoleransi, dan menerima. Tidak ada yang tidak bersatu, jika tidak diawali dengan  usaha.
 
25 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar