Jumat, 27 September 2013

Like Father Like Son? (Prisco Wirawardhana)

Sebelum memulai topik yang akan saya bahas hari ini mari kita simak sebuah percakapan yang mungkin pernah terjadi dalam kehidupan kita.
(A: Anak)
(I:Ibu)

I: Ma… Aku mau brokolinya banyakan donk…
A: Iya, iya… Sabar yah, nanti mama ambilkan, kamu sama yah kayak nenek suka brokoli
I: (Tersenyum) Habis, enak sih ma…

Mungkin tidak mirip dengan percakapan di atas pengalaman yang pernah kita alami. Kita mungkin pernah mengalami pengalaman dengan konteks inti percakapan yang sama yaitu diri kita dibandingkan dengan kesamaan saudara atau orang terdekat kita. Tanpa kita sadari, ada benang merah yang menghubungkan setiap individu dalam sebuah keluarga. Benang merah itu dapat menghubungkan hal-hal positif ataupun yang kurang baik antar individu di dalam keluarga tersebut. Untuk itu, kita sebagai interviewer harus melihat interviewee tidak hanya gambaran utuh diri interviewee semata, namun juga harus melihat gambaran besar orang-orang dibalik atau terdekat dari interviewee.

Pernah membaca kisah dongeng “The ugly duckling”?  Ehm, sebuah kisah dongeng yang memiliki arti mendalam dimana seekor anak angsa yang lahir di sangkar ayam sehingga anak angsa tersebut merasa berbeda dan diejek oleh saudara-saudaranya. Anak angsa tersebut hidup seperti ayam, yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah salah satu unggas paling cantik yang pernah ada. Dari kisah tersebut kita dapat belajar, bahwa lingkungan tempat seorang tumbuh dan berkembang sangat mempengaruhi seseorang. Setiap orang memiliki HIS/HER-story yang berbeda-beda.

Beberapa hal-hal yang harus diperhatikan mengenai latarbelakang interviewee oleh seorang interviewer seperti pola pengasuhan orang tua, hubungan dengan saudara, kehidupan seksual, agama, kepercayaan, sejarah medis keluarga, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Hal-hal yang sudah disebutkan diatas dapat mempengaruhi bagaimana interviewee berperilaku dan meresponi suatu masalah. Seperti contoh interviewee yang memiliki saudara dengan gangguan mental atau penyakit tertentu memiliki kecenderungan juga mengalami gangguan atau penyakit tersebut.

Untuk itu, kita sebagai praktisi, harus melihat gambaran yang lebih besar dari klien atau interviewee yang sedang kita tangani. Hubungan antara individu dalam sebuah keluarga dapat memberikan dampak positif ataupun negatif bagi individu tersebut. Hubungan antar individu yang dapat memberikan dampak posifit seperti memberikan dukungan, perhatian, empati, kepedulian, keterbukaan, dan sebagainya. Sedangkan, pengalaman seperti masalah komunikasi, kebencian, penuntutan tanggung jawab, kesalahpahaman, ketidakharmonisan, dapat membawa dampak negatif bagi individu tertentu. Tugas bagi kita nantinya para psikolog dan praktisi harus mampu melihat lebih mendalam sebab-sebab atau sumber masalah yang dialami oleh klien bukan saja masalah internal dalam diri namun juga situasi keluarga klien. 

24 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar