pada pertemuan pertama saya berhalangan hadir, sehingga saya kehilangan satu sesi penjelasan mengenai teknik wawancara, pada pertemuan kedua saya masih belum mendapatkan pentingnya mata kuliah Teknik wawancara dan pentingnya wawancara. kemudian yang membuat saya tidak mengerti ketika mendapat tugas untuk wawancara psikolog pun saya masih berpikir, kenapa harus sampai wawancara psikolog untuk mengetahui tentang wawancara? toh, materi yang diberikan sudah menjelaskan teknik wawancara.
Kemudian saya dan kelompok melakukan wawancara dengan psikolog klinis anak di IPEKA counseling center. pada wawancara ini, saya mendapat informasi tentang betapa pentingnya wawancara. Teknik wawancara tidak semudah mengatakan kata wawancara itu sendiri. Sebelum mendapatkan informasi yang kita ketahui kita harus melakukan pendekatan atau yang sering disebut membina rapport. kebanyakan orang termasuk saya sendiri mengira kalau pada tahap awal wawancara merupakan tahap basa-basi yang sebetulnya tidak penting. Namun ternyata tahap tersebut merupakan tahap terpenting dalam wawancara karena ketika kita tidak dapat membina rapport dengan baik maka testi tidak akan memberikan informasi mengenai permasalahannya secara jelas. Testi baru mau memberikan informasi permasalahannya jika testi telah merasa nyaman dan percaya pada testernya, untuk membuat testi nyaman dan percaya itu tergantung cara tester dalam membina rapport.
Selain bergantung pada pembinaan rapport, keberhasilan wawancara juga bergantung pada cara tester memberikan pertanyaan, karena biasanya ada testi yang berusaha untuk menutupi permasalahannya dengan mengatakan hal yang tidak sesuai dengan fakta. Sehingga diperlukan kejelian tester dalam memberikan pertanyaan dan mengobservasi testi.
Setelah mendapatkan informasi ini, membuat saya berpikir kalau ternyata teknik wawancara tidak sesederhana yang saya pikirkan dulu. diperlukan latihan untuk mengasah ketrampilan dalam wawancara.
17 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar