Teori ini
merupakan teori yang dikembangkan oleh Icek Ajzen dan teman- temannya. Pada
intinya teori ini menjelaskan mengenali asal-usul munculnya sebuah perilaku.
Teori ini mampu kita gunakan dalam berbagai bidang baik itu psikologi sosial,
psikologi industri organisasi, dll. Pada bidang psikologi industri organisasi
teori ini mampu kita gunakan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku
karyawan. Teori ini khususnya mampu memberikan sebuah intervensi ketika
terdapat suatu karyawan yang bekerja tidak produktif. Untuk dapat melakuan
intervensi, kita harus mampu menganalisis terlebih dahulu apa yang menyebabkan
perilaku tidak produktif, melalui teori inilah kita mampu menganalisanya dengan
baik. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak melakukan
suatu perilaku tergantung dari intensi atau niat yang dimiliki oleh orang
tersebut. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan
seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan.
Intensi seseorang itu ditentukan oleh tiga hal yaitu attitude, subjective norm,
dan perceived behavioral control.
Attitude
atau sikap merupakan penilaian yang individu lakukan yang menghasilkan rasa
suka atau tidak sukanya terhadap suatu objek. Attitude atau sikap seseorang
terhadap pekerjaannya dapat menentukan kinerja individu tersebut. Misalnya saja
apabila individu memiliki sikap yang negatif (tidak menyukai) pekerjaannya maka
intensi individu untuk melakukan pekerjaannya dengan baik juga akan menurun,
hal ini selanjutnya akan berdampak pada perilaku yang ditunjukkan, karyawan
tersebut bisa saja tidak lagi terpacu untuk giat bekerja dikarenakan sikapnya
tersebut. Hal yang akan terjadi adalah penurunan produktivitas pekerjaan dimana
tentunya hal ini merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan. Maka dengan itu
penting bagi perusahaan untuk memantau sikap karyawan terhadap pekerjaan yang
ia miliki. Sikap yang harus dipantau tidak hanya sikap karyawan terhadap
pekerjaannya namun perlu juga dipantau sikap karyawan terhadap lingkungan
kerjanya (apakah ia menyukai lingkungan kerjanya), teman kerja (apakah ia
memilki hubungan yang baik dengan teman kerja), dan segala sesuatunya yang
berkaitan dengan dunia kerja.
Selain
sikap, norma subjektif juga dapat menentukan sebuah perilaku atau dalam konteks
ini adalah kinerja karyawan. Norma subjektif (norm subjective) itu sendiri
merupakan persepsi seseorang mengenai tekanan sosial untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku. Misalnya apabila terdapat individu bekerja pada
sebuah lingkungan kerja dimana sebagian besar karyawan tidak bekerja secara
produktif maka individu tersebut akan mengembangkan persepinya bahwa ”bekerja secara tidak produktif” tersebut merupakan suatu norma yang berada di lingkungan
kerjanya. Hal ini membuat individu merefleksikan norma dengan meningkatan
intensinya untuk beperilaku sedemikian rupa juga. Karyawan tersebut menjadi
berperilaku menjadi tidak produktif, bukan karena ia tidak mampu hanya saja
individu ini merasa bahwa hal ini merupakan suatu hal yang lumrah. Maka dari
itu perusahaan juga harus memantau lingkungan kerja yang positif agar seluruh
karyawan dapat mengembangkan pola kerja yang positif pula dan terdorong untuk
menyelesaikan tugas dengan baik.
Yang
terakhir adalah perceived behavioral control. Perceived behavioral control
adalah keyakinan individu mengenai kemampuannya dalam melakukan suatu perilaku
(keyakinan apakah ia mampu atau tidak mampu untuk melakukan suatu pekerjaan).
Ketika seorang karyawan yakin bahwa ia mampu mengerjakan pekerjaannya, maka ia
juga yakin bahwa ia memiliki kontrol terhadap perilakunya tersebut. Keyakinan
yang positif ini kemudian akan meningkatkan intensi individu untuk bekerja
dengan baik karna ia yakin ia mampu maka ia juga akan menunjukkan perilaku yang
serupa dimana ia akan giat dalam melakukan pekerjaannya. Namun sebaliknya, apabila
pada awalnya individu sudah mempersepsi bahwa ia tidak mampu mengerjakan
pekerjaannya, intensi individu untuk mengerjakan pekerjaan pun akan menurun,
penurunan intensi ini akan mempengaruhi perilaku kerja individu tersebut,
Individu tersebut bisa saja menjadi malas-malasan, tidak percaya diri dalam
menerjakan tugas, atau tetap mengerjakan tugas namun mengerjakannya tidak
dengan sepenuh hati. Intervensi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan
self-efficacy karyawan agar ia yakin terhadap kemampuannya dan menjadi
termotivasi untuk mengerjakan pekerjaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar