Selasa, 03 September 2013

Theory of Planned Behavior (Nadia Agustiputri Astari)



Teori ini merupakan teori yang dikembangkan oleh Icek Ajzen dan teman- temannya. Pada intinya teori ini menjelaskan mengenali asal-usul munculnya sebuah perilaku. Teori ini mampu kita gunakan dalam berbagai bidang baik itu psikologi sosial, psikologi industri organisasi, dll. Pada bidang psikologi industri organisasi teori ini mampu kita gunakan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku karyawan. Teori ini khususnya mampu memberikan sebuah intervensi ketika terdapat suatu karyawan yang bekerja tidak produktif. Untuk dapat melakuan intervensi, kita harus mampu menganalisis terlebih dahulu apa yang menyebabkan perilaku tidak produktif, melalui teori inilah kita mampu menganalisanya dengan baik. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tergantung dari intensi atau niat yang dimiliki oleh orang tersebut. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Intensi seseorang itu ditentukan oleh tiga hal yaitu attitude, subjective norm, dan perceived behavioral control.
Attitude atau sikap merupakan penilaian yang individu lakukan yang menghasilkan rasa suka atau tidak sukanya terhadap suatu objek. Attitude atau sikap seseorang terhadap pekerjaannya dapat menentukan kinerja individu tersebut. Misalnya saja apabila individu memiliki sikap yang negatif (tidak menyukai) pekerjaannya maka intensi individu untuk melakukan pekerjaannya dengan baik juga akan menurun, hal ini selanjutnya akan berdampak pada perilaku yang ditunjukkan, karyawan tersebut bisa saja tidak lagi terpacu untuk giat bekerja dikarenakan sikapnya tersebut. Hal yang akan terjadi adalah penurunan produktivitas pekerjaan dimana tentunya hal ini merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan. Maka dengan itu penting bagi perusahaan untuk memantau sikap karyawan terhadap pekerjaan yang ia miliki. Sikap yang harus dipantau tidak hanya sikap karyawan terhadap pekerjaannya namun perlu juga dipantau sikap karyawan terhadap lingkungan kerjanya (apakah ia menyukai lingkungan kerjanya), teman kerja (apakah ia memilki hubungan yang baik dengan teman kerja), dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan dunia kerja.
Selain sikap, norma subjektif juga dapat menentukan sebuah perilaku atau dalam konteks ini adalah kinerja karyawan. Norma subjektif (norm subjective) itu sendiri merupakan persepsi seseorang mengenai tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Misalnya apabila terdapat individu bekerja pada sebuah lingkungan kerja dimana sebagian besar karyawan tidak bekerja secara produktif maka individu tersebut akan mengembangkan persepinya bahwa bekerja secara tidak produktif tersebut merupakan suatu norma yang berada di lingkungan kerjanya. Hal ini membuat individu merefleksikan norma dengan meningkatan intensinya untuk beperilaku sedemikian rupa juga. Karyawan tersebut menjadi berperilaku menjadi tidak produktif, bukan karena ia tidak mampu hanya saja individu ini merasa bahwa hal ini merupakan suatu hal yang lumrah. Maka dari itu perusahaan juga harus memantau lingkungan kerja yang positif agar seluruh karyawan dapat mengembangkan pola kerja yang positif pula dan terdorong untuk menyelesaikan tugas dengan baik.
Yang terakhir adalah perceived behavioral control. Perceived behavioral control adalah keyakinan individu mengenai kemampuannya dalam melakukan suatu perilaku (keyakinan apakah ia mampu atau tidak mampu untuk melakukan suatu pekerjaan). Ketika seorang karyawan yakin bahwa ia mampu mengerjakan pekerjaannya, maka ia juga yakin bahwa ia memiliki kontrol terhadap perilakunya tersebut. Keyakinan yang positif ini kemudian akan meningkatkan intensi individu untuk bekerja dengan baik karna ia yakin ia mampu maka ia juga akan menunjukkan perilaku yang serupa dimana ia akan giat dalam melakukan pekerjaannya. Namun sebaliknya, apabila pada awalnya individu sudah mempersepsi bahwa ia tidak mampu mengerjakan pekerjaannya, intensi individu untuk mengerjakan pekerjaan pun akan menurun, penurunan intensi ini akan mempengaruhi perilaku kerja individu tersebut, Individu tersebut bisa saja menjadi malas-malasan, tidak percaya diri dalam menerjakan tugas, atau tetap mengerjakan tugas namun mengerjakannya tidak dengan sepenuh hati. Intervensi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan self-efficacy karyawan agar ia yakin terhadap kemampuannya dan menjadi termotivasi untuk mengerjakan pekerjaannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar