Sabtu, 07 September 2013

Seksisme Terhadap Perempuan (Monica Teny)

Apa itu seksisme? Masih adakah seksisme terhadap perempuan?
Seksisme atau sexism adalah suatu bentuk diskriminasi atau kebencian atau prasangkan negatif terhadap seseorang berdasarkan jenis kelamin atau seks. Masih terdapatnya banyak budaya di Indonesia yang menempatkan perempuan sebagai kaum minoritas, seperti pada suku bangsa batak, minangkabau, dan jawa. Berdasarkan penelitian yang di lakukan Universitas Indonesia mengenai “Seksisme Suku Bangsa Batak, Minangkabau, dan Jawa Terhadap Perempun” terbukti bahwa ketiga suku bangsa tersebut masih terdapatnya seksisme terhadap kaum perempuan. Bahkan di negara Inggris, tindakan seksisme masih mendarah daging dalam pemikiran, tindakan, dan sikap mereka terhadap perempuan.
Terdapat 2 (dua) jenis seksisme, diantaranya seksisme penuh kebencian dan seksisme bentuk halus. Seksisme penuh kebencian adalah pandangan bahwa perempuan memiliki banyak trait negatif jika tidak inferior terhadap lawan jenisnya, seperti sangat sensitif, ingin merebut kekuasaan dari lawan jenisnya, dan lain-lain. Seksisme bentuk halus adalah pandangan bahwa perempuan pantas untuk dilindungi, seperti sumber kebahagiaan lawan jenis, memiliki selera yang baik, dan lain-lain.

 Mengapa seksisme terjadi?
Seksisme dapat terjadi karena terdaptnya ideologi yang membenarkan dominasi dan eksploitasi terhadap lawan jenis tersebut, seperti pada budaya Tionghoa kuno yang membenarkan bahwa perempuan dianggap jelek dan nakal jika pulang rumah malam-malam, sedangkan laki-laki dianggap pekerja keras jika pulang rumah malam-malam. Dengan ideologi yang mendarah daging tersebut yang mengakibatkan seksisme bertahan dan terus terjadi.

Berhubungan dengan seksisme dari bentuk diskriminasi, saya ingin berbagi pengalaman yang dialami teman perempuan SMA saya. Sejak teman saya mencoba untuk menghisap rokok karena rasa penasaran dan keingintahuannya, teman saya langsung dianggap sebagai perempuan nakal, tidak baik, bermasalah, dan lain-lain padahal teman saya hanya mencoba tidak sampai satu batang rokoknya. Sedangkan teman laki-laki saya yang dapat dikatakan perokok maniak justru dianggap sebagai salah satu bentuk maskulinitas, tanda kejantanannya, bahkan dianggap keren oleh teman-teman saya lainnya. Padahal menurut saya walaupun perempuan juga merupakan perokok maniak, belum tentu ia merupakan perempuan nakal, bermasalah, tidak baik, dan lain-lain bisa jadi mungkin karena perempuan tersebut memang menyukainya, atau terdapatnya aspek yang menarik menurutnya. Sedangkan laki-laki yang tidak perokok maniak malah mungkin bermasalah, kurang baik, dan lain-lain. Baik-buruk seseorang tidak dapat ditentukan di patokkan dari jenis kelamin mereka, tetapi dari perilaku, sikap, dan tujuan mereka.

Menurut saya tindakan seksisme dapat diatasi dengan melawan dengan cara positif (misal melawan dengan memberi penjelasan atau argument yang tepat dan masuk akal atau logis) terhadap pelaku seksisme itu sendiri, melaporkan tindakan diskriminasi tersebut, memberikan penyuluhan atau pendidikan mengenai seksisme, mengajarkan cara orang-orang untuk melawan tindakan seksisme secara positif.
Pembelajaran Psikologi Perempuan pada pertemuan pertama  ini tidak hanya memberikan saya pengetahuan mengenai teori-teori dalam Psikologi Perempuan saja, tetapi membuka wawasan dan mata hati saya akan peristiwa yang sesungguhnya terjadi di luar sana terhadap perempuan. Banyak perempuan yang dengan mudahnya didiskriminasi karena ideologi yang kurang tepat dan salah, dengan pembelajaran Psikologi Perempuan ini saya belajar untuk bagaimana untuk bersikap, berperilaku, dan bertindak sebagai seorang perempuan.

Berhubung dengan topik seksisme ini, untuk bahan refleksi teman-temen, masihkah kita berperilaku seksisme terhadap lawan jenis, bahkan agama, ras, suku, kedudukan ekonomi, dan status kita? Pantaskah ideologi seksisme yang tidak benar atau perilaku seksisme di pertahankan?

25 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar