Selasa, 03 September 2013

PSYCHOLOGICAL CAPITAL (Christy)



Psychological capital berasal dari dua kata, yaitu psychological yang berarti psikologis dan capital yang berarti modal. Kalau dua kata ini digabung, akan membentuk suatu kosakata, yaitu modal psikologis. Modal psikologis tersebutlah yang dapat mengembangkan diri seseorang. Kabar baiknya, psychological capital merupakan sebuh state yang dapat dilatih dan dimiliki semua orang. Psychological capital terdiri dari empat poin penting, yaitu self-efficacy, optimism, hope, dan resiliency. Ketika bergabung menjadi satu, keempat poin tersebut memiliki hubungan yang positif dengan perilaku organisasi yang baik (Luthans, 2011).
Poin pertama adalah self-efficacy. Self-efficacy adalah keyakinan individu bahwa dirinya sendiri dapat menyelesaikan tugas yang spesifik dengan baik dalam suatu konteks tertentu (Stajkovic dan Luthans, 2011). Jadi, apabila seorang mahasiswa merasa yakin bahwa dirinya mampu membawakan suatu presentasi di depan kelas dengan baik dan mudah dipahami, itu menandakan bahwa mahasiswa tersebut memiliki self-efficacy yang baik.
Poin kedua adalah optimism. Seseorang yang optimis memiliki ekspektasi tentang hal yang baik dalam menjalani hidup. Orang-orang tersebut mengganggap kondisi yang buruk sebagai pengaruh dari lingkungan eksternal-, bersifat sementara unstable-, dan bukan berarti dengan adanya suatu kejadian buruk, seluruh kehidupannya pun menjadi buruk spesific- (Seligman dalam Luthans, 2011). Seorang siswa yang optimis ketika gagal dalam ujian fisika karena kurang memahami penjelasan gurunya, tidak akan sepenuhnya menyalahkan dirinya sendiri. Ia akan menganggap kegagalannya sebagai pengaruh dari materi pelajarannya yang memang tidak mudah (eksternal), menganggap kegagalannya hanya pada satu ujian saja dan masih ada kesempatan lain untuk memperbaikinya (unstable), dan tidak menganggap dunia runtuh karena satu kegagalan tersebut (spesific).
Poin ketiga adalah hope. Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, hope berarti harapan. Berkaitan dengan arti tersebut, seseorang yang hopeful dalam pembahasan ini berarti seseorang yang memiliki tujuan/harapan dan tahu cara untuk mencapai tujuan/harapan tersebut (Snyder dalam Luthans, 2011). Sebagai contoh, apabila seorang siswa memiliki tujuan untuk lulus Ujian Nasional (UN) dengan nilai yang memuaskan, siswa tersebut akan menyusun cara-cara untuk mencapainya, misalnya dengan tekun belajar, membeli buku kumpulan soal UN tahun-tahun sebelumnya, dan mengikuti bimbingan belajar.
Poin keempat adalah resiliency, yaitu kondisi ketika seseorang dapat bangkit kembali dari kondisi yang sangat buruk atau kondisi yang sangat baik (Luthans, 2011). Jadi, kehidupan yang dapat membuat seseorang berkembang adalah kehidupan yang juga ada liku-likunya (tidak terlalu positif dan tidak terlalu negatif). Sebagai contoh, seorang siswa yang sangat mencintai seni, tetapi harus kehilangan kedua tangannya karena terkena suatu bencana kebakaran pasti merasa terpukul dengan kondisinya. Akan tetapi, ketika siswa tersebut bangkit kembali dan berusaha melatih diri melukis dengan menggunakan mulutnya, menyatakan bahwa dirinya termasuk pribadi yang resilien.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar