Sering
kali, kita para mahasiswa digeluti oleh rasa malas saat diminta untuk membuat
suatu tugas mata kuliah tertentu. Apalagi kalau tugas yang diberikan tidak
memiliki tujuan yang jelas. Salah satu hal yang dapat kita lakukan agar kita
termotivasi dalam bekerja adalah dengan menentukan tujuan (goal-setting)
terlebih dahulu. Dengan membuat goal-setting, kita memiliki target yang jelas
yang harus dicapai. Apabila target yang ditentukan sudah jelas, muncul lah
motivasi yang dapat mempengaruhi tingkah laku kita untuk berupaya dalam
mencapai tujuan tersebut.
Dalam
goal-setting theory yang dikemukan oleh Edwin Locke, tujuan mempengaruhi perilaku
kita dalam empat cara. Pertama, tujuan mengarahkan perhatian kita pada suatu
tugas tertentu. Kedua, tujuan membuat kita melakukan upaya terhadap suatu
tugas. Dengan kata lain, tujuan dapat menumbuhkan niat kita untuk melakukan
usaha dalam mencapai tujuan. Ketiga, tujuan memungkinkan kita untuk
terus-menerus berusaha menuju pencapaian. Tanpa adanya tujuan, sering kali kita
akan menyerah dan mudah berpindah ke hal yang lain. Keempat, tujuan membantu
kita membuat strategi untuk bergerak menuju pencapaian kita. Dengan adanya
tujuan dan niat untuk mencapai suatu tujuan, otak kita akan memikirkan
cara-cara atau strategi yang diperlukan dalam mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Locke dan lain-lain selama 40 tahun, pernyataan penting
dalam goal-setting theory adalah: “Motivation is enhanced when
employees ACCEPT and are COMMITTED to SPECIFIC, DIFFICULT goals and when
FEEDBACK about progress toward those goals is provided”. Kita akan termotivasi dan menghasilkan performa yang lebih
baik ketika kita menerima dan berkomitmen untuk menyelesaikan suatu tugas.
Tugas tersebut tentunya harus memiliki kesulitan yang dapat diukur, menantang,
dan memiliki tujuan yang spesifik. Apabila tujuan yang ditetapkan terlalu mudah
atau bahkan tanpa tujuan yang jelas, kita cenderung tidak akan memberikan upaya
yang terbaik. Setelah kita melakukan usaha dalam mencapai tujuan tersebut, kita
juga membutuhkan feedback agar kita tahu bagaimana perkembangan kinerja kita.
Selain tujuan yang bersifat menantang, memiliki tingkat kesulitan tertentu, dan
kita berkomitmen terhadap tujuan tersebut, terdapat juga peran self-efficacy.
Self-efficacy
merupakan keyakinan individu bahwa ia mampu membuat sesuatu menjadi positif.
Dalam hal ini, self-efficacy berarti keyakinan bahwa kita mampu menyelesaikan
suatu tugas dengan baik. Kita yakin bahwa kita bisa berhasil mencapai tujuan
yang ingin kita capai. Keyakinan tersebut tentunya berhubungan dengan komitmen
kita dalam mencapai suatu tujuan. Biasanya, orang dengan self-efficacy tinggi
cenderung membuat tujuan yang lebih menantang dan bersemangat dalam
mencapainya. Maka dari itu, selain goal- setting yang jelas kita juga harus
memiliki self-efficacy yang tinggi dalam mencapai suatu tujuan.
Berikut
contoh yang merupakan pengalaman pribadi saya. Saat awal-awal memasuki dunia
perkuliahan, tujuan yang saya tetapkan adalah saya harus mendapatkan IP di atas
3. Namun, saya belum berani menyatakan dengan jelas angka berapa yang saya mau.
Saat itu saya berpikiran 3,2 sampai 3,4 saja mungkin sudah cukup bagus dan
susah untuk diraih. Akhirnya saat semester 1 saya mendapat IP 3,4. Awalnya saya
merasa lega karena saya mampu menembus angka 3,4. Tetapi, ternyata teman-teman
di sekitar saya banyak yang mendapatkan IP berkisar 3,5 sampai 3,8. Bahkan ada
yang 3,9 sampai 4. Saat itu saya mulai berpikir apakah saya mampu seperti
mereka? Hal apa saja yang perlu saya lakukan untuk bisa mendapatkan IP yang
lebih baik lagi? Akhirnya saya membuat goal-setting yang lebih spesifik dan
menantang. Saya ingin mencapai IP 3,7. Untuk dapat mencapai IP tersebut, saya
mulai memikirkan strategi dan usaha apa saja yang dibutuhkan. Dari mulai
strategi belajar mata kuliah tertentu, strategi mendapatkan nilai A, dan
menghitung IP. Saat sudah mengetahui strateginya, saya jadi lebih bersemangat
dalam mengerjakan tugas- tugas dan kuis. Ditambah lagi tugas-tugas dan kuis
tersebut diberi feedback oleh dosen berupa nilai dan keterangan mana yang harus
diperbaiki. Hasilnya, tidak disangka IP saya di semester 2 justru naik drastis
menjadi 3,93. Di semester 3 juga naik lagi menjadi 4. Hal yang semula saya kira
sangat amat sulit untuk dicapai ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan.
Dalam hal ini saya memang juga berusaha meningkatkan self-efficacy saya.
Berdasarkan pengalaman saya tersebut, goal-setting yang jelas, spesifik, dan
menantang dapat memotivasi kita untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar