Senin, 05 November 2012

Keluarga Disharmonis *Alex Valentino - 705120028)


    Keluarga merupakan tempat setiap individu memulai kehidupannya. Mengawali dan tumbuh berkembang menjadi individu yang lebih dewasa, baik secara fisik maupun psikologis. (Wilis, 2008) “Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter pada setiap individu”, namun apa yang terjadi bila tidak adanya keselarasan atau disharmonis di dalam keluarga tersebut. Secara garis singkat, akan timbul berbagai problematika didalamnya. Dalam artikel ini penulis akan menjabarkan definisi keluarga disharmonis, faktor-faktor penyebab terjadinya keluarga disharmonis, serta dampak apa saja yang diakibatkan oleh kondisi keluarga disharmonis berikut dengan saran-saran yang diharapkan dapat diterapkan sebagai solusi dalam kondisi keluarga disharmonis.
     Sebelum penulis mendefinisikan arti dari keluarga disharmonis, perlu diketahui terlebih dahulu apa definisi dari kedua kata tersebut baik keluarga dan disharmonis. Secara epistemologi, definisi keluarga menurut Duvall dan Logan (1986) “keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga”. Selain itu menurut Departemen Kesehatan RI (1988) “keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan”. (“Arti Disharmoni,” 2012) definisi dari dishamonis menurut KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah “kejanggalan atau ketidakselarasan.”
     Dari kedua definisi mengenai keluarga dan dishamonis tersebut penulis menarik sebuah kesimpulan mengenai keluarga dishamonis, yaitu kondisi dimana terjadinya ketidakselarasan di antara hubungan antara anggota keluarga yang berakibat pada bermasalahnya perkembangan mental, emosional, serta sosial dari setiap anggota keluarga.
     Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluarga disharmonis. Menurut Nurohman (2012) menyatakan bahwa “terdapat berbagai jenis faktor yang menyebabkan terjadinya keluarga disharmoni. Hal tersebut dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu faktor internal dan faktor eksternal”. Faktor internal yang sangat umum ditemui dari beberapa kasus keluarga disharmoni diantaranya adalah ketidakdewasaan sikap orang tua. Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrime. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Pada seseorang yang memiliki sifat seperti ini mengartikan orang lain tidaklah penting. Ia hanya mementingkan dirinya sendiri dan bagaimana menarik perhatian pihak lain agar mengikuti kemauannya. Hal ini dapat berakibat pada respon kurang baik dari orang lain yang bertentangan dengannya. Sebagai contoh adalah pertengakran yang terjadi antara suami dengan istri dengan sifat egoisme dan egosentrime tinggi, yang tidak memperdulikan kondisi tertentu, yang berakibat pada terlihatnya pertengkaran orang tua lagsung oleh anak-anaknya. Hal ini adalah suatu contoh yang buruk yang diberikan oleh keduanya. (“Keluarga Tidak Harmonis,” 2008) Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya sifat membandel, sulit mendengarkan kata-kata orang tua dan memiliki kecenderungan emosi yang tinggi. Adapun sikap emosional ini adalah aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme.
     Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab juga merupakan salah satu faktor internal penyebab terjadinya keluarga disharmonis. “Ketidak tanggung jawaban orang tua salah satunya adalah masalah kesibukan” (Willis, 2008). Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat modern. Kesibukan yang terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang. Kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi ini sering membuat mereka melupakan tanggung jawabnya sebagai orang tua. ”Hal ini yang akan bedampak pada pola asuh yang kurang baik terhadap anak-anaknya.” (Nurohman, 2012)
     Selain faktor internal, terdapat juga faktor eksternal yang menyebabkan keluarga disharmonis. Salah satu penyebab eksternal yang paling umum adalah masalah ekonomi. Dalam suatu keluarga, ketidakseimbangan kebutuhan dan pemasukan ekonomi dapat sangat berpengaruh pada kerharmonisan keluarga dalam memenuhi berbagai kebutuhan. Sebagai contoh, ketika banyak kebutuhan lain menuntut hal-hal diluar kebutuhan pokok seperti televisi, kendaraan, dan pembayaran uang sekolah. Sedangkan penghasilan yang didapatkan hanya dapat memberikan beberapa kebutuhan pokok. Akan tetapi terdapat beberapa kebutuhan yang sulit dihindari karena tuntuntan zaman yang tidak dapat di bendung. Maka timbulah pertengkaran dan saling menuntut antar anggota keluarga antara suami dengan istri atau orang tua dengan anak-anaknya.
     Ketidakharmonisan keluarga pada umumnya berakhir pada perceraian. Namum dampak yang ditimbulkan bukan hanya pada keluarga secara langsung, namun terdapat anggota keluarga yang sangat terkena dampak secara emosional dan psikologis, yaitu pada anak-anak dalam keluarga tersebut. Dalam bukunya Willis (2008) terpapar beberapa dampak yang dialami oleh seorang anak akibat dari  ketidakharmonisan keluarga.
     Beberapa problematika yang dihadapi diantaranya adalah dalam pendidikan. Seorang yang mengalami kurangnya keharmonisan dalam keluarga akan sulit mendapatkan motivasi dalam belajar. Hal ini berujung pada kegagalan pendidikan. Selain itu akan muncul juga berhavioral problem. Sifat memberontak dan ketidakpedulian terhadap segala sesuatu yang terjadi disekelilingnya. Hal ini ia tunjukan dengan latar belakang merasakan bahwa kedua orang tuanya yang juga tidak mempedulikan dia. Sexual dan spiritual problem juga akan meliputi tingkah laku dan pola berfikirnya.
     Sebagai penutup, penulis menarik kesimpulan bahwa, pada dasarnya, kondisi keluarga disharmonis ini dapat dicegah dengan berbagai hal. Seperti, adanya komunikasi dua arah yang baik antar anggota keluarga. Keterbukaan dan saling menghargai sesama anggota keluarga, baik suami dengan istri ataupun orang tua dengan anak-anaknya, tanpa mementingkan sifat egoism dan egosentris. Kedewasaan orang tua juga sangat dibutuhkan dalam mendidik anak-anaknya dan menjalankan rumah tangga. Hal ini berpedoman kepada definisi dari keluarga itu sendiri yaitu wadah untuk perkembangan mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga dengan saling keterkaitan dan ketergantunggan satu sama lainnya.


Daftar pustaka:
Willis, S. 2008. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung :
   Alfabeta.
Keluarga Tidak Harmonis. (2008). Diunduh dari
   http://atriel.wordpress.com/2008/04/08/broken-home/
Duvall, & Logan. (2011). Definisi Keluarga. Diunduh dari
   http://www.scribd.com/doc/45726686/DEFINISI-KELUARGA
Arti Disharmoni. (2012). Diunduh dari http://www.elbirtus.info/2012/09/arti-
    disharmoni.html
Nurrohman, M. W. (27 April, 2011). Broken home. Diunduh dari
    http:// wahid07.wordpress.com/2011/04/278/e-book

26 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar