Senin, 05 November 2012

Keluarga Disharmoni (Patricia Astrid Nadia Wignarajah - 705120012)


Hidup bahagia tentu adalah impian setiap orang. Hal ini dapat terwujud dengan membina hubungan keluarga. Menurut Berns (2007) keluarga ialah relasi personal antara dua pasangan, suami dan istri yang hidup bersama. Adapun pendapat Murdock (dikutip dalam Muin, 2006) bahwa keluarga adalah sekelompok orang yang bercirikan tempat tinggal yang sama, kerja sama dalam berbagai bidang ekonomi, perlindungan, dan melahirkan anak. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga ialah kelompok sosial yang terdiri dari dua orang, terbentuk lewat kesepakatan hubungan suami dan istri yang bertujuan menghasilkan keturunan.

Menurut Berns (2007), hidup berkeluarga juga memiliki tujuan lain, yaitu sebagai wadah untuk saling menyatakan cinta dan kasih sayang. Adapun, seseorang berkeluarga juga karena ingin mengenal peran sosial budaya pasangannya. Tuntutan ekonomi juga menjadi salah satu tolak ukur membangun kemakmuran keluarga. Tujuan lain yang tak kalah penting ialah, keluarga berperan sebagai wadah pemenuhan kebutuhan emosional.

Pembentukan sebuah keluarga tentunya diawali melalui sebuah pernikahan. Menurut Muin (2007), pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan perempuan sebagai suami istri. Pernikahan dinyatakan sah apabila dilakukan menurut hukum, agama, dan adat istiadat setempat (Muin, 2007). Ketentuan tersebut dibuat dengan tujuan, agar hubungan pernikahan dapat berlangsung baik dan tidak terjadi kekacauan. Jika terjadi kekacauan, maka lembaga keluarga tidak bisa menjalankan fungsinya.

Pada akhirnya, keluarga juga berperan besar dalam membentuk kepribadian seorang anak. Melalui hubungan sosial dalam keluarga dapat dipelajari banyak hal, seperti pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut masyarakat dalam rangka pembentukan kepribadian. Sosialisasi yang salah atau tidak sempurna dalam keluarga dapat menyebabkan kepribadian anak menyimpang pula (Muin, 2007). Jika dibesarkan dalam keluarga yang tidak peduli dengan lingkungan, kelak anak akan menimbulkan periaku menyimpang dalam masyarakat.

Keluarga memiliki tiga fungsi, yaitu: (a) fungsi sosialisasi, di mana keluarga adalah lembaga sosial yang pertama dan utama bagi seorang anak. Sebagian besar proses pembelajaran nilai dan norma sosial dilakukan oleh keluarga dari lahir hingga dewasa ; (b) fungsi afeksi, yaitu fungsi kasih sayang. Salah satu kebutuhan dasar manusia dalam membentuk nilai afeksi ; dan (c) fungsi perlindungan, bentuk perlindungan yang didapat berupa perlindungan fisik, ekonomi, dan rasa tenang. Perlindungan ini disebabkan oleh kedekatan hubungan darah yang menghasilkan sikap rela berkorban untuk sesama anggota keluarga ( Muin, 2007).

Seiring berjalannya waktu, terkadang tujuan dan fungsi yang diharapkan sebuah keluarga tidak sejalan sesuai kenyataan. Terkadang kebahagiaan mendadak berubah menjadi kehancuran, bahkan berujung pada perceraian. Menurut Covey (1999), hal-hal tersebut terjadi karena pertengkaran dalam keluarga yang dipicu oleh: (a) kurangnya kesadaran pasangan untuk saling memahami, (b) minimnya waktu yang diluangkan bagi pasangan juga memicu renggangnya hubungan harmonis dalam keluarga, dan (c) egoisme pasangan juga merupakan pemicu lahirnya beragam masalah tersebut.

Masalah-masalah tersebut, akhirnya membawa dampak psikologis seperti disharmoni dalam keluarga. Akhirnya, timbul pertengkaran, pasangan suami istri saling membentak, mengejek, dan mengancam. Adapun menurut Satiadarma (2001) masalah lain yang akan timbul ialah terkait perselingkuhan. Masalah tersebut merupakan ancaman serius bagi setiap kehidupan rumah tangga. Sejumlah penelitian mengemukakan bahwa peluang terjadinya perselingkuhan adalah sekitar 30% dan hal ini berlaku baik pada pasangan pria maupun wanita. Dampak dari perselingkuhan berorientasi pada dua kondisi utama, yaitu perceraian atau rujuk. Parahnya lagi jika hal-hal tersebut ditiru oleh anak-anak ketika beranjak dewasa (Covey, 1999).

Solusi terbaik untuk mengatasi masalah disharmoni dalam keluarga menurut Covey ( 1999) ialah: (a) pasangan harus  membangun komunikasi yang jujur dan terbuka, (b) adanya rasa ingin saling berbagi dan mengisi dalam kebersamaan keluarga, (c) memberi teladan dan menanamkan nilai-nilai baik sebagai contoh yang patut ditiru oleh anak-anak. Terakhir, selesaikan permasalahan stress secara optimis, dan jika memungkinkan mengikuti terapi keluarga secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Berns, R. M. ( 2007). Child, family, school, comunity: Socialization and support.

Belmont, CA: Thompson Higher Education.

Covey, S. R. (1999). The 7 habbits of highly effective family. Jakarta, Indonesia: Mitra      Media.

Muin, I. (2007). Sosiologi XII. Jakarta, Indonesia: Erlangga.

Satiadarma, M. P. ( 2001). Menyikapi perselingkuhan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

26 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar