Minggu, 04 November 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG REMAJA BERPERILAKU MEROKOK (Febby Shabrina Rachman - 705120068)


 Pengertian Perilaku Merokok
     Perilaku merokok dapat didefinisikan dengan pengertian yang berbeda-beda. Namun, perbedaan pengertian mengenai perilaku merokok tersebut tetap memiliki makna yang sama. Berikut ini adalah definisi dari perilaku merokok dari beberapa tokoh yang berbeda.
Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak dilakukan pada zaman Tiongkok kuno dan Romawi. Pada saat itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan cara dihisap melalui hidung dan mulut (Danusantoso dikutip dalam Nasution, 2007).
    Menurut Poerwadarminta (dikutip dalam Nasution, 2007, h. 5) mendefinisikan bahwa, “Merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas.” Pada zaman sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh di mana pun juga.
  “Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar” (Armstrong, dikutip dalam Nasution, 2007, h. 6). Sedangkan, menurut Danusantoso (dikutip dalam Nasution, 2007) mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain yang berada di sekitarnya. Pendapat lain menyatakan bahwa, “Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya, serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya” (Levy, dikutip dalam Nasution, 2007, h. 6).
     Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya.

Perilaku Merokok di Kalangan Remaja
    Menurut Laventhal dan Dhuyvettere (dikutip dalam Nasution, 2007, h. 8) mengungkapkan bahwa, “Kebanyakan perokok mulai merokok antara umur 11 dan 13 tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun.” Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya. Bahkan orang mulai merokok ketika mereka masih remaja.
    “Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin” (Laventhal & Cleary, dikutip dalam Nasution, 2007).
    Meningkatnya frekuensi dan intensitas perilaku merokok pada remaja disebabkan oleh adanya reaksi yang ditimbulkan dari zat-zat yang terkandung di dalam rokok. “Efek dari merokok hanya meredakan kecemasan selama efek dari nikotin masih ada, malah ketergantungan nikotin dapat membuat seseorang menjadi tambah stres” (Parrot, dikutip dalam Nasution, 2007, h. 1).
    Menurut Tandra (2003) menyebutkan bahwa “Sekitar 20% dari total perokok di Indonesia adalah remaja dengan rentang usia antara 15 hingga 21 tahun.” Angka yang sangat memprihatinkan dengan meningkatnya jumlah perokok di kalangan remaja, meskipun telah mengetahui dampak buruk rokok bagi kesehatan. Sedangkan menurut Tulakom dan Bonet (dikutip dalam Nasution, 2007, h. 3) mengatakan bahwa, “Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin serius.”

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja
    Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab mengapa seseorang terutama bagi kalangan remaja melakukan tindakan merokok. Menurut Levy (dikutip dalam Nasution, 2007) mengatakan bahwa setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka untuk merokok. Pendapat tersebut juga didukung oleh Smet (dikutip dalam Nasution, 2007, h. 8) yang menyatakan bahwa, “Seseorang merokok karena faktor-faktor socio cultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan.”
    Menurut Lewin (dikutip dalam Nasution, 2007) mengungkapkan bahwa “Perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu.” Maksud dari pernyataannya tersebut artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Pendapat lain dikemukakan oleh Laventhal (dikutip dalam Nasution, 2007, h. 8) mengatakan bahwa, “Merokok merupakan tahap awal dilakukan dengan teman-teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua (14%).” Hal ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Komasari dan Helmi (dikutip dalam Nasution, 2007, h. 8) yang mengatakan bahwa, “Ada tiga faktor penyebab perilaku merokok pada remaja, yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja, dan pengaruh teman sebaya.”
    Faktor-faktor lain yang menyebabkan perilaku merokok di kalangan remaja adalah:
    Faktor coba-coba. Menurut Oskamp (dikutip dalam Nasution, 2007) menyatakan bahwa setelah mencoba rokok pertama, seorang individu menjadi ketagihan merokok, dengan alasan-alasan seperti kebiasaan, menurunkan kecemasan, dan mendapatkan penerimaan. Sehingga, berawal dari hanya mencoba-coba, seorang remaja dapat menjadi ketagihan untuk menghisap rokok disebabkan oleh efek yang ditimbulkan dari rokok tersebut.
    Faktor lingkungan sosial. Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya (“Mengapa Remaja Merokok,” 2004).
    Pengaruh keluarga. Pengaruh keluarga merupakan salah satu bentuk dari faktor lingkungan sosial yang menyebabkan seorang remaja berperilaku merokok. Pengaruh keluarga meliputi meniru perilaku salah satu anggota keluarga dan hubungan keluarga yang tidak harmonis.
    Meniru perilaku salah satu anggota keluarga. Menurut Baer dan Corado (dikutip dalam Nasution, 2007) mengungkapkan bahwa pengaruh yang paling kuat adalah bila orang tua sendiri atau salah satu anggota keluarga menjadi figur contoh yaitu sebagai perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Dengan mencontoh perilaku merokok yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga, khususnya orang tua, dapat menyebabkan seorang anak atau remaja menjadi seorang perokok.
    Hubungan keluarga yang tidak harmonis. Hubungan keluarga yang tidak harmonis ataupun keluarga yang bermasalah, juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku merokok di kalangan remaja. Mereka menjadikan perilaku merokok sebagai bentuk pelampiasan perasaannya yang kurang mendapatkan perhatian dari anggota keluarganya.
    Menurut Baer dan Corado (dikutip dalam Nasution, 2007) mengatakan bahwa remaja perokok adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia. Orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan remaja yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja yang berasal dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan rokok maupun obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua (Single Parent).
    Pengaruh teman. Menurut Mu’tadin (2002) mengatakan bahwa semakin banyak fakta yang menunjukkan perilaku remaja merokok, maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari pernyataan tersebut, ada dua kemungkinan yang terjadi dari fakta tersebut, pertama remaja tersebut yang terpengaruh oleh teman-temannya atau malah sebaliknya.
    Pengaruh iklan. Menurut Mu’tadin (2002) mengatakan bahwa, “Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada di dalam iklan tersebut.” Sehingga, iklan rokok juga memiliki pengaruh yang cukup besar bagi remaja untuk melakukan tindakan merokok karena ingin terlihat seperti apa yang digambarkan di dalam iklan rokok tersebut.
    Faktor psikologis. Menurut Sarafino (dikutip dalam Nasution, 2007) mengatakan bahwa, “Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana, sehingga timbul rasa persaudaraan. Merokok juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.” Sedangkan menurut Laventhal dan Cleary (dikutip dalam Nasution, 2007) mengatakan bahwa faktor psikologis terbagi ke dalam lima bagian, yaitu:
    Kebiasaan. Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negatif maupun positif. Seseorang merokok hanya untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.
    Reaksi emosi yang positif. Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan.
    Reaksi untuk penurunan emosi. Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa, ataupun  kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain.
    Alasan sosial. “Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok (umumnya pada remaja dan anak-anak), identifikasi dengan perokok lain, dan untuk menentukan image diri seseorang. Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya” (“Remaja dan Rokok,” 2002).
    Kecanduan atau ketagihan. Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami kecanduan. Kecanduan terjadi karena adanya nikotin yang terkandung di dalam rokok. Semula hanya mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya tidak dapat menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh akan nikotin.
    Depresi dan stres. Rasa depresi dan stres juga dapat menimbulkan reaksi seseorang atau remaja untuk melakukan tindakan merokok. Pengaruh dari rokok yang diperkirakan dapat menimbulkan ketenangan, menjadi salah satu penyebab yang mendorong remaja yang mengalami depresi dan stres melakukan tindakan merokok.
    Menurut “Remaja dan Rokok” (2002) mengatakan bahwa hubungan antara stres dengan merokok pada remaja, adanya perubahan emosi selama merokok. Merokok dapat membuat orang yang stres menjadi tidak stres lagi. Perasaan ini tidak akan lama, begitu selesai merokok, mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar stres tidak terjadi lagi. Keinginan untuk merokok kembali timbul karena ada hubungan antara perasaan negatif dengan rokok, yang berarti bahwa para perokok merokok kembali agar mejaga mereka terhindar dari stres.
    Menurut Wills (dikutip dalam Nasution, 2007) mengatakan bahwa, “Jumlah rokok yang dikonsumsi oleh kalangan remaja berkaitan dengan stres yang mereka alami, semakin besar stres yang dialami, semakin banyak rokok yang mereka konsumsi.” Hal inilah yang menjadikan perilaku merokok, khususnya di kalangan remaja sebagai bentuk pelampiasan dari rasa depresi dan stres, untuk mencari ketenangan di dalam hidupnya.

Kesimpulan
     Perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat, termasuk di kalangan remaja. Perilaku merokok di kalangan remaja, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain budaya, lingkungan sosial, gengsi, tingkat pendidikan, faktor mencoba-coba, faktor dari keluarga, faktor dalam pergaulan, pengaruh media massa, faktor psikologis, dan rasa depresi atau stres. Meningkatnya perilaku merokok di kalangan remaja, juga didukung dengan anggapan yang menyatakan bahwa merokok dapat memberikan ketenangan, tetapi tidak dapat dihindari bahwa perilaku merokok memberikan banyak dampak negatif bagi perokok aktif maupun perokok pasif, khususnya bagi kesehatan.

 DAFTAR PUSTAKA

Mengapa remaja merokok. (2004). Diunduh dari http://www.mqmedia.com/tabloid_mq/ apr03/mq_remaja_pernik.htm.
Mu’tadin, Z. (2002). Kemandirian sebagai kebutuhan psikologis pada remaja. Diunduh dari http://www.e-psikologi.com/remaja.050602.htm.
Nasution, I. K. (2007). Perilaku merokok pada remaja. Makalah. Universitas Sumatera Utara, Medan. Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/132316815.pdf.
Remaja dan rokok. (2002). Diunduh dari http://www.e-psikologi.com/remaja.050602.htm.
Tandra, H. (2003). Merokok dan kesehatan. Diunduh dari http://www.antirokok.or.id/berita/berita_rokok_kesehatan.htm.

26 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar