Senin, 05 November 2012
Banjir di Jakarta: Faktor Lingkungan, Manusia, dan Pemerintah (Bianca Sutjiono - 705120129)
Penjelasan Mengenai Banjir
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), banjir adalah: (a) Berair banyak dan deras, kadang-kadang meluap; (b) Air yang banyak dan mengalir deras; (c) Peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air meningkat, dan; (d) Banjir bandang yaitu banjir yang besar dan mengalir deras; air bah.
Banjir di Jakarta
“Banjir sudah mulai bersahabat dengan Jakarta sejak tahun 1621 atau abad ke 17” (Dachlan, 2012). Penduduk Jakarta sudah tidak asing lagi dengan fenomena banjir yang kerap kali muncul pada musim penghujan. Berbagai upaya dilakukan, tapi sampai saat ini banjir di Jakarta masih terus terjadi setiap tahun. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim hujan akan segera terjadi di penghujung bulan Oktober 2012. Hal itu tentu akan memberi dampak ke sejumlah wilayah di Jakarta yang kerap dilanda banjir. Menanggapi hal itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan bahwa persoalan banjir tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan butuh langkah intensif (Amin, 2012).
Penyebab Terjadinya Banjir
Faktor alam atau lingkungan. Rudy Siahaan--Asisten Deputi Gubernur Jakarta bidang tata ruang--menyatakan bahwa: banjir Jakarta ada pertama-tama karena faktor alam. Jakarta secara geografis dilalui oleh 13 sungai, 40 persen wilayah di bawah dataran banjir dan lebih rendah dari pasang laut tertinggi (Dachlan, 2012). Selain itu, Curah hujan yang terus menerus di daerah Bogor dan Jakarta (berkisar antara 47 mm – 250 mm) serta terjadinya pasang laut yang mencapai 190 cm mengakibatkan seluruh kali meluap. Hal ini juga diperparah oleh adanya kerusakan pada beberap atanggul kali/ sungai. (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002)
Faktor manusia.
a. Tekanan populasi penduduk, penyedotan air tanah dan sampah, peningkatan permukiman di bantaran sungai dan alih gungsi lahan, pembangunan yang pesat di Jakarta yang menyebabkan semakin minimnya ruang terbuka hijau (Dachlan 2012).
b. Terhambatnya aliran sungai akibat penyempitan sungai karena bantaran sungai dijadikan tempat hunian liar, pendangkalan sungai, penutupan/ pembetonan/ pengecoran saluran air serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
c. Pembangunan yang sangat pesat di sekitar Jakarta mengakibatkan air hujan yang seharusnya merembes ke dalam lapisan tanah melimpah ke sungai sehingga meningkatkan debit air sungai. Hal ini diperparah oleh penggunaan air tanah secara berlebihan yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
d. Kurangnya catchment area (area tangkapan), khususnya di Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Rata-rata lebar sistem peraian dalam catchment area hanya sekitar 5 meter, padahal dibutuhkan 10-20 meter agar dapat meresap air hujan dengan baik. Terbatasnya area resapan ini terjadi karena banyaknya bangunan dipinggir-pinggir kali sehingga kali-kali tersebut mengalami ‘penyempitan’ yang signifikan. Sampah juga menjadi penyebab utama yang menyumbat sistem perairan dan mengurangi daya tampung dari kali (Hermawan, 2012).
Faktor pemerintahan. Ada lagi faktor lain yang menyebabkan banjir sering terjadi di Jakarta yaitu law enforcement yang kurang intensif. Kemampuan pemerintah dalam pembiayaan prasarana dan sarana pengendalian banjir yang masih terbatas yang disebabkan oleh curah hujan sudah tidak sebanding dengan gaya tampung sungai (Dachlan, 2012).
Dampak Banjir
Dampak banjir terhadap berbagai sarana dan lingkungan. Banjir dapat membawa dampak berupa rusaknya berbagai sarana, yaitu rumah-rumah penduduk, jalan-jalan, dan fasilitas-fasilitas umum. Aliran listrik di beberapa wilayah smepat padam atau dipadamkan selama beberapa hari. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak dapat menyalurkan air bersih. Selain itu, banjir juga memberi dampak yang signifikan terhadap lingkungan, yaitu melalui pencemaran air saat banjir menyerang maupun saat surut. Luapain air dari berbagai sarana penampungan air seperti got dan sungai menyebarkan sampah dan limbah lain ke segala tempat. Resapan air ini kemudian menyebabkan naiknya isi penampungan tinja (septic tank) sampai meluap. Pencemaran lingkungan ini jelas cukup besar dampak negatifnya bagi lingkungan serta kesehatan masyarakat Jakarta (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
Dampak banjir terhadap kesehatan. Terjadinya kerusakan dan pencemaran sarana penyediaan air bersih telah menyebabkan kesulitan untuk keperluan minum dan memasak makanan. Tingkat kebersihan air yang rendah serta lingkungan tercemar menyebabkan manusia lebih rentan terhadap penyakit-penyakit pada saat banjir. Penyakit yang umum merupakan diare, sakit kulit, mata, gastritis, pneumonia dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Bukan hanya pada saat banjir terjadi, dampak yang ditinggalkan oleh pencemaran air dapat memicu lahirnya bakteri-bakteri pada tempat-tempat yang bahkan sudah surut (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
Upaya Menanggulangi Banjir
Sejarah pemerintah dalam menangani masalah banjir di Jakarta.
Usaha penanggulangan banjir telah diselenggarakan oleh pemerintah secara intensif. Departemen Kesehatan RI (2002) menyatakan bahwa :
Saat Indonesia merdeka, pemerintah membentuk lembaga yang dikenal dengan sebutan Kopro Banjir, yaitu melalui Keputusan Presiden RI No. 29/1965 tanggal11 Februari 1965. Namun demikian, karena keterbatasan sumber dana, penanggulangan banjir oleh kopro banjir ini hanya dapat dilakukan secara bertahap menurut skala prioritas. Pada tahun 1972, Kopro Banjir diubah menjadi Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya berdasarkan keputusan Menteri PUTL No. 154/KPTS/1972. Selanjutnya tahun 1985, wilayah kerja proyek ini diperluas dari semula DKI Jakarta menjadi Jakarta, Bogor, Tanggerang, dan Bekasi (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
Pada umumnya, upaya penanggulangan banjir dilakukan di Jakarta dengan mengalirkan air sungai yang masuk. Air sungai tersebut ditampung kemudian dikontrol debit serta arahnya agar tidak masuk wilayah tengah kota. Sementara itu, daerah yang mempunyai ketinggian cukup tinggi (dataran tinggi), system drainase dilakukan untuk mengalirkan air dengan sistem gravitasi. Sedangkan daerah dataran rendah, air ditampung, kemudian dipompa ke saluran pengendali di tempat yang lebih tinggi. Untuk mengurangi beban sungai akibat debit air yang besar, dibuat sudetan-sudetan guna membagi beban yang ada (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
“Aspek geologi dari lapisan tanah yang merupakan media tempat berlalunya air hujan, baik yang masuk ke dalam tanah maupun yang mengalir di permukaan perlu mendapat perhatian yang sama. Hal ini dikarenakan aspek tersebut juga turut berperan dalam menyebabkan terjadinya banjir” (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
Upaya pemerintah dalam menangani banjir periode tahun 2012.
Untuk rencana pada tahun 2012 dan seterusnya, Supriatna menyatakan bahwa:
Akan ada rencana merubah pendekatan kebijakan lewat flood control towards flood management. Skala prioritas satu antara lain metode non struktural (pengelolaan DAS, pengaturan tata guna lahan, pengembangan daerah banjir, pengaturan daerah banjir). Prioritas kedua antaranya metode struktur (bangunan pengendalian banjir seperti bendungan dalam retensi, check dam, polder, retarding basin). Kemudian prioritas skala nomor tiga digunakan metode struktur dengan perbaikan dan pengaturan sistem sungai dengan kegiatan seperti perbaikan sistem jaringan sungai, pelebaran atau pengerukan sungai, pembangunan tanggul banjir, sodetan dan floodway (Dachlan, 2012).
Selain itu, wakil Gubernur Basuki T Purnama (Ahok) menambahkan bahwa pihaknya masih menyiapkan strategi untuk mengatasi banjir dan dapat dimulai dengan membangun perumahan ekonomis dan bebas banjir. Ahok percaya bahwa relokasi banjir bukanlah selosi terbaik karena hal tersebut dapat menjadi masalah bagi warga DKI Jakarta setiap tahunnya. (Khumaini, 2012).
Daftar Pustaka
Amin, A. (2012, 22 Oktober). Jokowi: Banjir Jakarta tak bisa diselesaikan
satu hari. Diunduh dari: http://www.merdeka.com/jakarta/jokowi-
banjir-jakarta-tak-bisa-diselesaikan-satu-hari.html
Banjir. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ke-4). Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa. Jakarta: Balai
Pustaka
Dachlan, A., N. Banjir Jakarta: Persoalan lingkungan atau politik. (2012, 20
Juni). Diunduh dari:
http://www.theindonesianinstitute.com/images/pdf/120620_THE%20INDONESIAN%20FORUM_Rangkuman%20Diskusi_Seri%2018_Banjir%20Jakarta.pdf
Dachlan, A. N. The Indonesian forum seri 18. (2012, 20 Juni). Diunduh dari:
http://www.theindonesianinstitute.com/index.php/kegiatan/the-
indonesian-forum/558-the-indonesian-forum-seri-18-banjir-jakarta-
persoalan-lingkungan-atau-politik-rabu-20-juni-2012-pk-1400-1600-wib
Departemen Kesehatan RI Jakarta.(2002). Menanggulang imasalah
kesehatana kibatbanjir. Diunduhdari:
http://www.depkes.go.id/downloads/Menang%20Mas%20Kes%20Akibat%20Banjir.pdf
Hermawan, L. Tiga faktor utama penyebab banjir di Jakarta.(2008-2012).
Diunduh dari: http://gugling.com/2012/04/04/3-faktor-utama-penyebab-
banjir-di-jakarta/
Khumaini, A. (2012, 23 Oktober). Banjir, PR terdekat Gubernur Jokowi.Diunduh dari: www.merdeka.com/jakarta/banjir-pr-terdekat-gubernur-jokowi.html
Riana Afifah. (2012, 5 April). Puncak Curah Hujan di Jakarta Sudah Lewat.
Kompas. Diunduh dari:
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/04/05/1311192/Puncak.Curah.Hujan.di.Jakarta.Sudah.Lewat?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=Banjir%202012
29 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar