Minggu, 04 November 2012

Banjir (Caecilia Adelina Ristianda - 705120006)


Banjir


Caecilia Adelina Ristianda
705120006
Bencana banjir merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hampir setiap tahunnya, beberapa wilayah di Indonesia dapat dikatakan rutin mengalami musibah ini. “Banjir adalah di mana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar” (“Banjir,” 2008). Menurut Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (dikutip dalam Anurogo, 2009) “banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran air tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan, dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering”. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa banjir adalah keadaan di mana tertutupnya daratan yang seharusnya kering oleh sejumlah besar air.
Bencana banjir dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang menjadi penyebab banjir antara lain: (a) wilayah geografis yang gersang dengan kondisi tanah yang memiliki daya serap rendah, (b) badai yang mengakibatkan naiknya permukaan laut, dan (c) gempa bumi dasar laut akibat letusan gunung berapi yang memicu terjadinya gelombang besar. Akan tetapi, bencana banjir lebih sering terjadi akibat ulah manusia. Faktor manusia yang menjadi penyebab banjir antara lain: (a) penebangan hutan secara liar, (b) bertumpuknya sampah pada saluran air, (c) tidak adanya reboisasi terhadap hutan atau kawasan hijau yang telah gundul, dan (d) tidak adanya tanah resapan air atau lahan hijau sebagai akibat dari pembangunan yang kurang bijak (“Faktor-faktor Penyebab Banjir,” n.d.).
Bencana banjir memiliki dampak yang besar bagi kehidupan manusia, antara lain dari segi kesehatan, ekonomi, dan lingkungan. Dampak banjir bagi kesehatan antara lain terkontaminasinya sumber air  dan bahan makanan oleh bakteri yang disebarkan oleh hewan pengerat, sampah, dan kotoran manusia. Menurut Soegijanto (dikutip dalam Anurogo, 2009) beberapa penyakit pasca bencana banjir yang sering ditemukan: (a) gangguan pernafasan akibat polusi udara, (b) diare akut, (c) pes dan leptospira yang disebarkan oleh tikus, (d) demam berdarah, dan (e) trauma kepala maupun patah tulang.
Pada konteks perekonomian, ekonomi negara yang merasakan dampak paling besar. Misalnya pada daerah Jakarta dan sekitarnya, kerugian yang diakibatkan oleh banjir diperkirakan mencapai Rp 7,3 triliun. “Jika banjir berlangsung selama tujuh hari terus-menerus pada areal dampak antara 60%-70%, kerugian ditaksir bisa mencapai Rp 7,3 triliun” (Effendi, dikutip dalam Tambunan, 2007). Tambunan (2007) menyatakan perhitungan kerugian negara akibat banjir yang dapat dilihat pada tabel 1.

 Tabel 1
Estimasi Kerugian Akibat Banjir
Komponen Estimasi Kerugian
per Minggu
Rp (miliar)
Pertanian, peternakan, dan  perikanan
6,1
Industri pengolahan
808,4
Listrik, gas, dan air bersih
74,7
Bangunan
531,7
Perdagangan, hotel, dan restoran
1.278,4
Transportasi dan komunikasi
551,9
Keuangan dan persewaan
1.846,0
Jasa-jasa
754,4
Biaya kehilangan kesempatan
1.462,9
Total
7.314,4


Bencana banjir juga berdampak pada menurunnya mutu lingkungan. Sudaryanto, Soesanto, dan Dwiyanto (n.d.) mengungkapkan bahwa penurunan mutu lingkungan yang terjadi berupa berkuangnya tingkat kesuburan tanah dan meningkatnya kelembaban udara.
Besarnya kerugian yang diakibatkan oleh bencana banjir menuntut adanya keseriusan untuk mengatasinya. Wahyuni (2011) menyatakan bahwa secara normatif, penanggulangan banjir dapat dilakukan melalui metode struktur dan metode non-struktur. Metode struktur dilakukan melalui konstruksi teknik sipil, seperti (a) membangun waduk di hulu, (b) pembuatan kolam penampungan banjir di hilir, (c) pembangunan tanggul di sepanjang tepi sungai, (d) pengerukan dan pelebaran sungai, dan (e) pemangkasan penghalang aliran.
Adapun metode penanggulangan secara non-struktur berbasis masyarakat yang tidak kalah penting. Metode non-struktur meliputi manajemen di hilir pada daerah rawan banjir dan manajemen di hulu daerah aliran sungai. Manajemen di hilir pada daerah rawan banjir dapat dilakukan dengan (a) pembuatan peta banjir, (b) membangun sistem peringatan dini bencana banjir, (c) sosialisasi sistem evakuasi banjir, dan (d) penyediaan asuransi bencana banjir. Sedangkan manajemen di hulu daerah aliran sungai dilakukan dengan cara: (a) pengendalian erosi, (b) pengendalian pemanfaatan lahan, (c) pendisiplinan pembuangan sampah dan limbah di sungai, (d) adanya kelembagaan konservasi, dan (e) pengamanan kawasan hutan lindung (Wahyuni, 2011).

25 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar