Senin, 09 September 2013

Peran Tunggal?? (Venty Nathalia)

     Dalam Psikologi Perempuan, dikenal salah satu istilah yang disebut perempuan berperan ganda. Contoh perempuan berperan ganda adalah peran seorang perempuan sebagai isteri bagi suaminya, ibu bagi anak-anaknya, dan peran sebagai perempuan yang memiliki karir di luar rumahnya. Meskipun istilah tersebut lebih tepat dikatakan sebagai peran majemuk, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa istilah tersebut telah melekat pada masyarakat.
     Pada dasarnya, perempuan sebagian besar memiliki lebih dari satu peran. Sebagai contoh, perempuan yang belum menikah saja memiliki setidaknya dua peran, yaitu peran sebagai mahasiswa dan anak. Namun, adakah perempuan yang memiliki peran tunggal?
     Pada suatu hari, saat penulis sedang menunggu antrian untuk ke dokter, terdengar suara nenek paruh baya yang sedang seru bercerita kepada perempuan di sebelahnya. Nenek tersebut mengeluarkan keluh kesahnya kepada perempuan tersebut. Ternyata, nenek tersebut baru beberapa hari kemarin dirampok oleh para penjahat sehingga kakinya tertusuk pisau. Nenek tersebut juga diancam akan dibunuh oleh perampok itu. Hampir seluruh hartanya diambil oleh perampok itu. Saat ditanya oleh perempuan itu di mana anak-anaknya? Nenek tersebut menjawab bahwa ia tidak memiliki orang tua, suami, ataupun anak. Nenek tersebut hidup sebatang kara. Nenek itu menceritakan kisahnya kepada hampir setiap orang yang ada di dekatnya. Berkali-kali nenek tersebut mengatakan bahwa ia bukanlah orang biasa, orang-orang telah salah menilai dia. Menurutnya, dia adalah sosok yang luar biasa sehingga bisa mengubah manusia menjadi seekor kucing. Tiba-tiba perempuan di sebelah penulis bertanya, “Gila kali ya.” Penulis hanya menjawab dengan senyum. Tidak adil rasanya apabila belum apa-apa mengatakan bahwa nenek tersebut gila. Banyak faktor sebenarnya yang bisa membuat nenek tersebut berkata seperti itu. Sungguh miris melihatnya.

     Satu yang pasti, melihat peristiwa tersebut penulis mendapatkan nilai yang dapat dipetik. Penulis membayangkan, betapa sulitnya apabila kita hidup di dunia ini bila hanya sebatang kara, hanya bertanggung jawab pada diri sendiri, tidak ada tujuan yang hendak dicapai. Dicaci maki sana sini, dicibir, bahkan tidak diakui keberadaannya. Penulis juga menyadari bahwa berapapun peran yang harus dijalani, hidup tetaplah hidup, nikmati dan jalani semampu yang penulis bisa. Sebuah nilai yang bisa dipetik oleh penulis dari peristiwa di sekitarnya. 

6 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar