Senin, 09 September 2013

Eyw! Is He.. (Meylisa Permata Sari)

Pada kelas Perilaku Seksual, kelompok saya mendapatkan kehormatan untuk menjadi kelompok pertama yang melakukan presentasi. Topik yang kami bahas adalah mengenai orientasi seksual. Sebelum saya membahas topik ini, saya hanya tahu bahwa orientasi seksual seseorang hanya ditentukan dari rasa tertarik secara fisik dan romantis saja, namun ternyata orientasi seksual seseorang tidak hanya dilihat dari faktor tersebut saja. Kita harus melihat dari perilaku seksual, fantasi seksual, emotional attachment, dan sexual self-concept seseorang.
Dalam buku Perilaku Seksual, ada sebuah cerita hidup mengenai John (nama samaran. John adalah pria yang terlibat hubungan romantis dengan wanita, juga berhubungan seksual dengan wanita. Pada suatu hari ia masuk ke dalam penjara. Di dalam penjara ia melakukan hubungan seksual dengan pria. Ia tidak merasa jijik dan tetap merasa terpuaskan dengan hubungan homoseksual tersebut, namun ia menanti untuk keluar dari penjara agar dapat melanjutkan hubungannya bersama wanita.
Dari cerita tersebut, apakah orientasi seksual John? Jika kita melihat dari pandangan awam, mungkin kita menganggap bahwa John adalah seorang biseksual, karena ia dapat berhubungan seksual baik dengan wanita maupun dengan pria. Sebuah teori menyatakan bahwa terkadang ada situasi yang membuat seseorang “terpaksa” untuk melakukan hubungan sesama jenis, yang dinamakan situational homosexual, yaitu hubungan homoseksual yang terjadi karena kurangnya pasangan heteroseksual.
Melihat beberapa kasus serupa membuat saya setuju terhadap pendapat peneliti yang bernama Klein. Ia mengatakan bahwa orientasi seksual tidak mungkin dapat dikategorikan ke dalam 2-3 kategori saja. Karena variasi dan kekayaan akan orientasi seksual tersebut tidak dapat tergambarkan dengan layak.
Saya ingin berbagi pengalaman saat melihat secara live sepasang remaja perempuan yang sedang berada di dalam kereta berpegangan tangan. Ah, itu sudah biasa? Selain berpegangan, mereka juga berpelukan. Masih biasa juga? Terakhir mereka berciuman. Yaa, ciumannya ga hot hot amat sih, hanya butterfly kiss saja (bibir dan bibir menempel, lalu langsung lepas). Jujur saja, saya merasa risih. Di negara tersebut, melihat pasangan berciuman tengah jalan adalah hal yang lumrah, jadi saya sudah mati rasa, tapi kalau sesama jenis? Haduh, sepertinya saya belum semati rasa itu.
Berbicara tentang homoseksualitas, negara Amerika Serikat saja, yang katanya bebas, masih belum dapat menerima homoseksualitas dengan tangan terbuka. Masih banyak gerakan-gerakan untuk memerangi kaum homoseksual, dan hak-hak mereka sebagai manusia belum ditegakkan secara adil. Negara maju saja seperti itu, bagimana dengan kita sebagai bangsa Indonesia?
Mungkin kita sebagai orang Indonesia belum terlalu terekspos dengan orang-orang berorientasi homoseksual. Dan mungkin beberapa dari kita merasa takut, bahkan berpikir hal-hal yang kurang menyenangkan mengenai orang-orang yang homoseksual, Namun kita semua perlu belajar bahwa (walaupun secara prinsipal saya juga tidak menyetujui homoseksualitas) kita tidak boleh menganggap mereka lebih rendah dari kita.
Saat di kelas Ibu Henny mengatakan bahwa orang-orang homoseksual juga manusia. Tidak lebih rendah dari orang heteroseksual. Perlu diingat bahwa setiap orang juga memiliki kekurangan masing-masing, sehingga kita tidak oleh men-judge buruk orang lain hanya karena orientasi seksualnya saja.
Oh iya, mungkin beberapa orang berpikir “ah, jangan deket-deket sama dia karena homo, nanti gue digebet lagi”. Uh oh, itu salah, mereka juga ga asal lihat orang sesama jenis lalu suka sama semuanya. Mereka mirip seperti orang heteroseksual kok, punya tipe sendiri, jadi… bertemanlah dengan mereka, jangan dimusuhi. :)

8 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar