Keterampilan yang pertama adalah
keterampilan membina rapport. Rapport itu istilah yang nggak pernah
lepas dalam pembahasan psikologi dan wajib hukumnya untuk dilakukan dengan
sebaik-baiknya. Rapport adalah
hubungan antara klien dengan psikolog. Jika rapport terbangun dengan baik, maka
klien akan lebih terbuka, nyaman dan jujur dengan psikolog selama proses
berlangsung. Dalam membangun rapport, dibutuhkan senyum yang hangat, bukan
senyum mesum hahaha…
Selain itu, ekspresi
wajah juga sangat menentukan rapport.
Jangan memasang wajah judgmental waktu
klien bercerita. Misalkan saja, mengerutkan alis sambil berkata “kamu yakin tuh
kayak gitu?”. Hal itu akan membuat klien merasa nggak dipercayai dan merasa
nggak nyaman. Disamping ekspresi, dijelaskan juga bahwa penting untuk menjaga
sikap dan ekspresi ketika klien sedang bercerita. Misal nih kalau ada klien
pria yang cerita, “sebenarnya saya nggak suka wanita soalnya….”, lalu kita
kaget dan menjawab sambil membuka mulut “ hahhhh??? Seringkali nih kebiasaan
kita yang heboh, sok-sok kaget waktu dengerin temen cerita ke bawa-bawa saat
nanti bersama klien. Amit-amit deh, kita memang perlu banget belajar menjaga
ekspresi dan emosi hehee.
Eskpresi yang
kita tampilin di depan klien waktu dengerin cerita emang perlu kayak kulkas
ibaratnya, stay cool meskipun dalam
hati sih kaget, jijik atau apapun lah perasaan yang muncul dengan sendirinya itu hahaa. Kenapa kita harus stay cool ? Jawabannya simple, supaya
klien nggak merasa bahwa masalahnya tersebut berat atau masalahnya nggak wajar
. Psikolog harus membuat klien merasa bahwa ia diterima dengan segala
permasalahan yang ada. Dengan penerimaan, maka klien akan merasa nyaman dan
lebih terbuka.
Hal kedua yang harus dimiliki psikolog saat
wawancara adalah empati. Dengan adanya empati, klien tahu bahwa psikolog
ikut merasakan, menerima dan mengerti mengenai permasalahan hidup mereka. Kunci utama dari empati adalah selalu fokus
dengan klien sepanjang waktu. Empati nggak harus ditunjukkan dengan kata-kata,
tapi juga bisa dengan empati nonverbal seperti kontak mata, mengangguk tanda
mendengar, dsb.
Setelah
empati, hal ketiga yang harus dimiliki adalah attending behavior. Kunci
utamanya adalah untuk mengurangi kuantitas berbicara interviewer dan memberikan
klien waktu untuk menceritakan tentang diri mereka. Attending akan lebih gampang jika anda lebih fokus ke klien
daripada ke diri anda sendiri.
Hal yang keempat adalah teknik bertanya.
Dalam bertanya, hindari kata “kenapa, mengapa” karena akan membuat klien merasa
dalam posisi yang salah. Kata kenapa dapat diganti misal dengan “apa yang
terjadi…”. Disamping itu, ketika bertanya dan klien sulit bicara, jangan
memaksa klien untuk bicara karena bisa membuat klien merasa terganggu.
Keterampilan berikutnya adalah keterampilan
observasi. Wawancara memang nggak bisa dipisahin dengan observasi karena
saat wawancara kita perlu fokus dan peka dengan ekspresi wajah, bahasa tubuh,
setiap kata-kata yang diucapkan klien, konflik, diskrepansi dan inkongruensi.
Silakan mempelajari
keterampilan-keterampilan ini supaya kalian dapat melakukan wawancara secara
professional dan memperoleh informasi yang cukup dari klien nantinya.
15 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar