Minggu, 05 Mei 2013

Sharing for Understanding (Gisela Aliyansyah)

     Minggu ini di kelas Teknik Wawancara kami kedatangan Bapak Jeffry, seorang praktisi PIO di perusahaan Acer, perusahaan yang bergerak di bidang komputer. Beliau berbaik hati membagikan pengalaman kerjanya kepada kami. Beliau berkata bahwa untuk masuk ke bidang HRD tidak harus dari jurusan psikologi, tapi bisa juga dari jurusan hukum dan ekonomi. Beliau juga mengakui bahwa seroang rekan kerjanya yang nonpsikologi lebih mempunyai pengetahuan lebih mengenai bidang human resource.
     Ia bercerita bahwa dalam menggunakan teknik wawancara di bidang PIO dapat digunakan secara direct dan indirect, dan kompetensi dapat dibagai menjadi dua, yakni hard skill dan soft skill. Sedangkan untuk teknik wawancara yang sering beliau gunakan yakni STAR (Situation, Task, Action, dan Result) dan FACT (Feeling, Action, Context, dan Thinking). Contoh penggunaan STAR, ketika mewawancara seseorang yang memiliki pengalaman kerja di masa lalu dan sekarang ia ingin melamar kerja pada satu posisi, pewawancara dapat bertanya "Coba ceritakan pengalaman bapak/ibu yang paling melekat?", "Semuanya si melekat, tapi yang paling melekat waktu itu saya diminta untuk membuat pabrik baru", "Oh diminta membuat pabri baru ya pak, dalam proses bapak membuat pabrik baru tersebut, ada tidak kendala yang dihadapi?", "Ada, yakni kekurangan tenaga, berpacu dengan waktu". "Lalu bagaimana cara bapak mengatasi kendala tersebut?", "Saya dapat bla, bla, bla ". "Setelah bapak melakukan cara a, b, c , bagaimana hasil yang didapatkan?".
     Sedangkan dalam menggunakan FACT, tidak berbeda jauh dengan cara menggunakan teknik STAR. Hanya saja terdapat perbedaan dalam menggunakan teknik STAR dan FACT, yakni ketika seorang pewawancara menggunakkan teknik STAR, teknik tersebut dapat digunakan untuk melakukan wawancara untuk merekrut posisi apa saja. Sedangkan teknik FACT tidak bisa digunakan untuk mewawancarai posisi supervision, karena teknik tersebut lebih panjang sehingga memakan waktu. Teknik FACT lebih cocok digunakan untuk mewawancarai posisi General Manager, dan pewawancara lebih baik bukan orang internal perusahaan tetapi pihak ke tiga, bisa saja consultant perusahaan.
     Menurut Pak Jeffry, interview hanya digunakan untuk mengetahui apa yang ingin kita ketahui, gunakan basa basi pada tempatanya, dan jangan sampai pewawancara didirect oleh yang diwawancara. Jangan malu bertanya ketika pewawancara tidak mengerti istilah-istilah yang digunakan oleh yang diwawancarai. Dari jawaban yang diberikan oleh yang diwawancarai, pewawancara dapat sedikit mengerti orang seperti apa yang diwawancarai. Jawaban detail, jawaban jelas, jawaban simple, jawaban tidak menjawab pertanyaan dapat mengindikasikan orang seperti apa yang diwawancari.
     Pak Jeffy juga memberi tahu pertanyaan seperti apa yang diajukan ketika mewawancarai seorang fresh graduate, yakni tiga kelebihan dan tiga kekurangan, mata kuliah apa yang diminati, karena dari mata kuliah yang diminati dapat dilihat apakah seseorang tersebut cocok atau tidak dengan pekerjaan yang ia lamar, alat tes apa saja yang ia tahu, dan lain-lain.
     Saya juga berkesempatan untuk bertanya mengenai bagaimana jika pewawancara menanyakan gaji, lalu kata Pak Jeffry, dilihat terlebih dahulu perusahaan tersebut besar atau tidak, job desk yang saya lamar seperti apa, tanya-tanya pada teman yang melamar di bidang yang hampir sama, dan jangan berkata bahwa gaji terserah bapak, kita harus punya standar tertentu. Saya juga mendapat ilmu lain, yakni tidak ada ketentuan berap lama dari membina rapport hingga masuk ke dalam isi wawancara.


29 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar