Kamis, 16 Mei 2013

Keterampilan Dasar Wawancara (Eveline Chandra)

Tahukah Anda bahwa menjadi seorang interviewer tidak semudah yang kita bayangkan. Diperlukan suatu keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh Pewawancara (Interviewer) sebelum Ia melakukan suatu proses wawancara. Terdapat enam keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh pewawancara. Keterampilan dasar tersebut meliputi 1) Kemampuan membina rapport; 2) Empati; 3) Attending Behavior; 4) Teknik bertanya; 5) Keterampilan Observasi; 6) Active Listening. Masing-masing keterampilan ini akan dijelaskan lebih rinci di bagian selanjutnya.
     Teknik yang pertama yang harus dimiliki oleh seorang interviewer adalah kemampuan dalam membina rapport. Membina suatu rapport yang baik tidak semudah yang dibayangkan tetapi sebagai pewawancara kita harus memperhatikan kenyamanan dan kesejahteraan klien (menciptakan lingkungan yang hangat dan nyaman) agar klien dapat secara bebas dan jujur menceritakan masalah yang sedang dialaminya (membicarakan topik yang relevan dalam proses wawancara). Kunci dalam membangun rapport yang baik yaitu terletak pada sikap kita sebagai interviewer dan interviewee juga harus mengetahui serta yakin kepada interviewer bahwa interviewer mengerti dengan apa yang diungkapkan oleh klien. Untuk membangun rapport yang baik dapat dilakukan dengan cara memberikan senyuman yang tulus, bersalaman (berjabat tangan), mempersilakkan klien duduk, menjaga sikap, peduli dengan cerita yang diungkapkan oleh klien, memperhatikan bahasa yang digunakan, tingkat pendidikan klien, dan lain-lain. Inti dari membina rapport adalah agar klien dapat percaya dengan interviewer dan klien mau secara terbuka menceritakan masalahnya kepada interviewer.
     Teknik yang kedua yang harus dimiliki oleh seorang interviewer adalah Empati. Efektifitas empati kita bergantung pada kualitas rapport yang telah kita bina di awal sesi wawancara tersebut. Empati berguna dalam mencerminkan perasaan, pengalaman dan perilaku yang dirasakan oleh klien. Rasa empati ini juga membuat klien mengerti bahwa kita (interviewer) benar-benar memahami apa yang dirasakan oleh klien (masalah yang sedang dihadapi oleh klien tersebut serta peran klien di dalam pengalamannya). Tetapi yang perlu diingat bahwa di dalam teknik ini, interviewer tidak boleh memberikan suatu penilaian mengenai masalah klien tetapi interviewer hanya menerima dan memahami apa yang dirasakan oleh klien tersebut dan apa yang terjadi di dalam kehidupan klien tersebut.
     Teknik yang ketiga yang harus dimiliki oleh interviewer adalah attending behavior.  Di dalam teknik ini, interviewer memberikan waktu kepada klien untuk menceritakan semua yang di alami oleh klien (sebebas-bebasnya). Tugas interviewer disini adalah belajar mendengarkan apa yang di alami oleh klien. Inti di dalam teknik ini adalah fokus pada cerita klien dan mendengarkan apa yang diceritakannya karena jika interviewer juga ikut berbicara, maka interviewer tersebut tidak akan mendapatkan inti permasalahan yang di alami oleh klien tersebut dan klien juga akan merasa tidak dihargai oleh interviewer. Didalam teknik ini terdapat 4 (empat) critical dimensions yaitu 1) Visual (pola kontak mata interviewer kepada interviewee); 2) Kualitas suara (Nada, intonasi dan kecepatan berbicara interviewer kepada interviewee); 3) Verbal Tracking (Jangan mengubah topik yang sudah disepakati di awal sesi wawancara); 4) Body Language.
     Teknik keempat yang harus dimiliki oleh interviewer adalah teknik bertanya. Di dalam teknik bertanya ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pertanyaan pembuka dan pertanyaan penutup. Di dalam pertanyaan pembuka, klien dibebaskan untuk menceritakan semua masalah yang di alaminya kepada interviewer agar interviewer dapat menangkap informasi secara mendalam dari cerita klien tersebut. Pertanyaan pembuka ini tidak bersifat mengarahkan. Terdapat 3 (tiga) fungsi pertanyaan pembuka yaitu 1) sebagai pembuka proses wawancara; 2) untuk mengelaborasi dan memperkaya cerita klien; dan 3) untuk memperjelas sudut pandang klien. Sedangkan di dalam pertanyaan penutup, jawaban klien hanya seputar “ya” atau “tidak” serta lebih pendek. Pertanyaan dalam pertanyaan penutup ini bersifat mengarahkan klien dan merujuk pada suatu jawaban tertentu dari cerita klien sehingga pertanyaan penutup ini cenderung mengarahkan klien ke arah pemikiran interviewer.
     Terdapat lima penyalahgunaan yang terjadi di dalam teknik bertanya yaitu 1) menjadi membosankan (being intrusive); 2) menginterogasi klien; 3) mengontrol cerita klien (controlling client explores); 4) menggunakan pertanyaan mengapa (why); 5) memuaskan kebutuhakn konselor. Suatu wawancara akan menjadi sangat membosankan bila interviewer memaksa klien untuk menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan interviewer kepada interviewee. Klien berhak untuk tidak menceritakan apa yang seharusnya tidak ingin diceritakan oleh klien (hal-hal privasi klien yang tidak ingin diceritakan kepada orang lain). Interviewer juga dilarang untuk menanyakan pertanyaan yang terus menerus mengenai hal-hal personal klien dan memberikan pertanyaan yang panjang karena klien akan merasa terinterogasi dan tertekan dengan sikap interviewer tersebut. Interviewer juga disarankan untuk memberikan pertanyaan dengan menggunakan kata tanya “apa”, “kapan” dan “bagaimana” dibandingkan dengan kata “mengapa” karena kata “mengapa” tidak dapat memberikan informasi yang berada di dalam diri klien tersebut. Sebagai seorang interviewer juga tidak boleh hanya mementingkan kepentingan diri pribadi dibandingkan dengan kepentingan klien karena klien akan merasa terganggu dengan hal tersebut.
     Teknik kelima yang harus dimiliki oleh interviewer adalah teknik observasi. Di dalam teknik observasi ini berfokus pada 3 area penting yaitu 1) perilaku  non verbal; 2) perilaku verbal; 3) konflik, diskrepansi, dan inkongruensi. Di dalam area perilaku non verbal, interviewer memperhatikan ekspresi wajah klien, bahasa tubuh klien, serta menghindari stereotype yang terdapat di dalam suatu masyarakat. Di dalam area perilaku verbal, interviewer memperhatikan pada cerita klien (kata-kata penting yang ditekankan oleh klien pada saat klien menceritakan masalahnya tersebut). Di dalam area konflik, diskrepansi dan inkongruensi, interviewer memperhatikan diskrepansi antara perilaku verbal dan non verbal klien selama wawancara agar tidak inkongruen karena dapat mengindikasikan bahwa klien tidak nyaman dengan proses wawancara yang dilakukan oleh interviewer atau klien tidak sepenuhnya jujur dengan interviewer tersebut.
     Teknik yang keenam yang harus dimiliki oleh interviewer adalah active listening. Di dalam teknik ini terdiri dari 3 bagian yaitu encouraging, refleksi, dan summarizing. Di dalam encouraging, interviewer mendorong klien agar tetap melanjutkan cerita mengenai masalah klien tersebut dengan 2 cara yaitu verbal (memberikan respon akan cerita klien seperti “ya..”, “oke..”, dan lain-lain) dan non verbal (memberikan waktu 10-15 detik untuk diam sejenak). Di dalam refleksi, interviewer merefleksikan isi cerita klien (paraphrasing) dengan menggunakan bahasa interviewer sendiri dan tidak boleh lebih panjang dari cerita klien tersebut serta interviewer juga merefleksikan perasaan yang dialami oleh klien selama ia menceritakan masalahnya tersebut. Di dalam summarizing, interviewer berusaha untuk mengorganisasikan pemikiran klien mengenai apa yang dialami oleh interviewee selama rentang hidupnya tersebut. Summarizing ini dapat dilakukan di akhir sesi wawancara atau di awal sesi wawancara pada hari berikutnya.
     Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu enam keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh interviewer sebelum ia melakukan proses wawancara dan untuk menjadi seorang interviewer yang baik. Masing-masing keterampilan tersebut sudah di jelaskan satu per satu di bagian atas blog ini. Semoga dapat dimengerti dan bermanfaat.
 
17 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar