Teknik yang pertama yang harus dimiliki oleh seorang interviewer adalah
kemampuan dalam membina rapport.
Membina suatu rapport yang baik tidak
semudah yang dibayangkan tetapi sebagai pewawancara kita harus memperhatikan
kenyamanan dan kesejahteraan klien (menciptakan lingkungan yang hangat dan
nyaman) agar klien dapat secara bebas dan jujur menceritakan masalah yang
sedang dialaminya (membicarakan topik yang relevan dalam proses wawancara).
Kunci dalam membangun rapport yang
baik yaitu terletak pada sikap kita sebagai interviewer dan interviewee juga
harus mengetahui serta yakin kepada interviewer bahwa interviewer mengerti
dengan apa yang diungkapkan oleh klien. Untuk membangun rapport yang baik dapat dilakukan dengan cara memberikan senyuman
yang tulus, bersalaman (berjabat tangan), mempersilakkan klien duduk, menjaga
sikap, peduli dengan cerita yang diungkapkan oleh klien, memperhatikan bahasa
yang digunakan, tingkat pendidikan klien, dan lain-lain. Inti dari membina rapport
adalah agar klien dapat percaya dengan interviewer
dan klien mau secara terbuka menceritakan masalahnya kepada interviewer.
Teknik yang kedua yang harus dimiliki oleh seorang interviewer adalah Empati. Efektifitas empati kita bergantung pada
kualitas rapport yang telah kita bina
di awal sesi wawancara tersebut. Empati berguna dalam mencerminkan perasaan,
pengalaman dan perilaku yang dirasakan oleh klien. Rasa empati ini juga membuat
klien mengerti bahwa kita (interviewer)
benar-benar memahami apa yang dirasakan oleh klien (masalah yang sedang
dihadapi oleh klien tersebut serta peran klien di dalam pengalamannya). Tetapi
yang perlu diingat bahwa di dalam teknik ini, interviewer tidak boleh memberikan suatu penilaian mengenai masalah
klien tetapi interviewer hanya
menerima dan memahami apa yang dirasakan oleh klien tersebut dan apa yang
terjadi di dalam kehidupan klien tersebut.
Teknik yang ketiga yang harus dimiliki oleh interviewer adalah attending
behavior. Di dalam teknik ini,
interviewer memberikan waktu kepada klien untuk menceritakan semua yang di
alami oleh klien (sebebas-bebasnya). Tugas interviewer
disini adalah belajar mendengarkan apa yang di alami oleh klien. Inti di dalam
teknik ini adalah fokus pada cerita klien dan mendengarkan apa yang
diceritakannya karena jika interviewer
juga ikut berbicara, maka interviewer
tersebut tidak akan mendapatkan inti permasalahan yang di alami oleh klien
tersebut dan klien juga akan merasa tidak dihargai oleh interviewer. Didalam teknik ini terdapat 4 (empat) critical dimensions yaitu 1) Visual
(pola kontak mata interviewer kepada interviewee); 2) Kualitas suara (Nada,
intonasi dan kecepatan berbicara interviewer
kepada interviewee); 3) Verbal Tracking (Jangan mengubah topik
yang sudah disepakati di awal sesi wawancara); 4) Body Language.
Teknik keempat yang harus dimiliki oleh interviewer adalah teknik bertanya. Di dalam teknik bertanya ini
dibagi menjadi dua bagian yaitu pertanyaan pembuka dan pertanyaan penutup. Di
dalam pertanyaan pembuka, klien dibebaskan untuk menceritakan semua masalah
yang di alaminya kepada interviewer
agar interviewer dapat menangkap
informasi secara mendalam dari cerita klien tersebut. Pertanyaan pembuka ini
tidak bersifat mengarahkan. Terdapat 3 (tiga) fungsi pertanyaan pembuka yaitu
1) sebagai pembuka proses wawancara; 2) untuk mengelaborasi dan memperkaya
cerita klien; dan 3) untuk memperjelas sudut pandang klien. Sedangkan di dalam
pertanyaan penutup, jawaban klien hanya seputar “ya” atau “tidak” serta lebih
pendek. Pertanyaan dalam pertanyaan penutup ini bersifat mengarahkan klien dan
merujuk pada suatu jawaban tertentu dari cerita klien sehingga pertanyaan
penutup ini cenderung mengarahkan klien ke arah pemikiran interviewer.
Terdapat lima penyalahgunaan yang terjadi di dalam teknik bertanya yaitu
1) menjadi membosankan (being intrusive);
2) menginterogasi klien; 3) mengontrol cerita klien (controlling client explores); 4) menggunakan pertanyaan mengapa (why); 5) memuaskan kebutuhakn konselor. Suatu
wawancara akan menjadi sangat membosankan bila interviewer memaksa klien untuk menjawab semua pertanyaan yang
ditanyakan interviewer kepada interviewee. Klien berhak untuk tidak
menceritakan apa yang seharusnya tidak ingin diceritakan oleh klien (hal-hal
privasi klien yang tidak ingin diceritakan kepada orang lain). Interviewer juga dilarang untuk
menanyakan pertanyaan yang terus menerus mengenai hal-hal personal klien dan
memberikan pertanyaan yang panjang karena klien akan merasa terinterogasi dan
tertekan dengan sikap interviewer
tersebut. Interviewer juga disarankan
untuk memberikan pertanyaan dengan menggunakan kata tanya “apa”, “kapan” dan
“bagaimana” dibandingkan dengan kata “mengapa” karena kata “mengapa” tidak
dapat memberikan informasi yang berada di dalam diri klien tersebut. Sebagai
seorang interviewer juga tidak boleh
hanya mementingkan kepentingan diri pribadi dibandingkan dengan kepentingan
klien karena klien akan merasa terganggu dengan hal tersebut.
Teknik kelima yang harus dimiliki oleh interviewer adalah teknik observasi. Di dalam teknik observasi ini
berfokus pada 3 area penting yaitu 1) perilaku
non verbal; 2) perilaku verbal; 3) konflik, diskrepansi, dan
inkongruensi. Di dalam area perilaku non verbal, interviewer memperhatikan ekspresi wajah klien, bahasa tubuh klien,
serta menghindari stereotype yang
terdapat di dalam suatu masyarakat. Di dalam area perilaku verbal, interviewer memperhatikan pada cerita
klien (kata-kata penting yang ditekankan oleh klien pada saat klien
menceritakan masalahnya tersebut). Di dalam area konflik, diskrepansi dan
inkongruensi, interviewer
memperhatikan diskrepansi antara perilaku verbal dan non verbal klien selama
wawancara agar tidak inkongruen karena dapat mengindikasikan bahwa klien tidak
nyaman dengan proses wawancara yang dilakukan oleh interviewer atau klien tidak sepenuhnya jujur dengan interviewer tersebut.
Teknik yang keenam yang harus dimiliki oleh interviewer adalah active
listening. Di dalam teknik ini terdiri dari 3 bagian yaitu encouraging, refleksi, dan summarizing. Di dalam encouraging, interviewer mendorong klien agar tetap melanjutkan cerita mengenai
masalah klien tersebut dengan 2 cara yaitu verbal (memberikan respon akan
cerita klien seperti “ya..”, “oke..”, dan lain-lain) dan non verbal (memberikan
waktu 10-15 detik untuk diam sejenak). Di dalam refleksi, interviewer merefleksikan isi cerita klien (paraphrasing) dengan menggunakan bahasa interviewer sendiri dan tidak boleh lebih panjang dari cerita klien
tersebut serta interviewer juga
merefleksikan perasaan yang dialami oleh klien selama ia menceritakan
masalahnya tersebut. Di dalam summarizing,
interviewer berusaha untuk
mengorganisasikan pemikiran klien mengenai apa yang dialami oleh interviewee selama rentang hidupnya
tersebut. Summarizing ini dapat
dilakukan di akhir sesi wawancara atau di awal sesi wawancara pada hari
berikutnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu enam
keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh interviewer
sebelum ia melakukan proses wawancara dan untuk menjadi seorang interviewer yang baik. Masing-masing
keterampilan tersebut sudah di jelaskan satu per satu di bagian atas blog ini.
Semoga dapat dimengerti dan bermanfaat.
17 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar