Selasa, 21 Mei 2013

Siapa yang Salah Ketika Penyimpangan Seksual Terjadi? (Melisa Mel)

Seperti dua sisi koin yang berlawanan, kehidupan seksual pun tidak ada terlepas dari keadaan normal dan keadaan yang menyimpang. Seseorang yang memiliki ketertarikan seksual pada obyek yang tidak umum disebut dengan parafilia. Orang yang menderita parafilia ini bisa dijelaskan oleh 4 teori yakni teori biologis (adanya perbedaan dalam struktur otak, kimia otak, bagian-bagian otak dan hormon), teori perkembangan (adanya potensi erotis umum yang dapat melekat pada hampir semua hal sejak kita lahir), teori perilaku (pengkondisian pada kenikmatan seksual) dan teori sosiologis (menelaah cara masyarakat membentuk perilaku tertentu). Ada berbagai macam dari parafilia salah satunya yang menarik adalah sadism yang mengacu kepada kekerasan yang sengaja dilakukan, baik secara fisik atau psikis terhadap orang lain dalam ketergugahan seksual dan orgasme. Sedangkan sadomasochism adalah aktivitas seksual dimana salah satu pasangan beperan sebagai dominan dan yang lain berperan sebagai yang patuh atau “budak”. Contoh kasusnya adalah pekan sekitar Februari 2010 terungkap kasus kelainan seksual lainnya di Palembang. Pengidap kelainan seksual di Palembang ini bernama Purnama. Ia diduga mengidap sadisme seksual. Purnama akan memperoleh kepuasan jika dalam melakukan hubungan seksual diawali dengan menyakiti atau menyiksa terlebih dahulu pasangannya. Menurut pengakuan korban (istri Purnama), selama bertahun-tahun sebelum disetubuhi, dirinya dicambuk, kemaluannya disiram dengan minuman keras (miras), bahkan belakangan kerap ditodong dengan senjata api. Dalam area sadism, Purnama melakukan perilaku flagellation yaitu menyerang partner, biasanya dengan mencambuk. Selain itu Purnama juga diduga mengalami kelainan yakni triolisme (penderita kelainan seksual yang akan memperoleh kepuasan jika saat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya dilihat oleh orang lain). Pengakuan dari istrinya mengatakan Purnama sering membawa perempuan lain ke rumah, menyuruh istri dan keempat anaknya menonton perbuatan mesumnya tanpa rasa malu. Kalau istri dan anak-anaknya melawan, Purnama akan menodongkan pistol. Sehingga membuat istri dan anak-anaknya menjadi ketakutan. Penderita seksual ini merupakan salah satu dari sekian banyak penyimpangan ekspresi seksual yang terjadi.

Selain penyimpangan ekspresi seksual, yang tidak kalah maraknya adalah kasus pemerkosaan yang biasanya dialami oleh wanita walaupun tidak menutup kemungkinan untuk para pria. Di sebuah negera yang rentan akan kasus pemerkosaan, dibuatlah sebuah komdom untuk wanita. Para wanita dinegara tersebut disuruh memakai kondom ini setiap hari ini untuk menjaga dirinya dari tindak pemerkosaan. Kondom ini berfungsi ketika wanita diperkosa, penis dari laki-laki yang melakukan penetrasi akan terjepit dalam vagina perempuan dan tidak bisa keluar lagi bila tidak diberikan suntikan relaksasi. Hal ini akan memudahkan untuk para penegak hukum dalam mengidentifikasi pelaku pemerkosa. Ada 1 teori yakni blaming the victim dimana teori ini mengatakan seseorang tang diperkosa merupakan kesalahan dirinya sendiri entah berkaitan dengan penampilannnya yang mencolok dan menarik perhatian, sikapnya yang agresif atau berjalan sendirian ditempat yang rentan akan tindak pemerkosaan. Saya secara pribadi tidak setuju terhadap teori ini karena korban pemerkosaan sudah cukup dilucuti oleh perilaku yang diterimanya dan kita sebagai orang yang berpendidikan seharusnya tidak secara mudah menyalahkan korban pemerkosaan. Hal yang seharusnya kita lakukan adalah membantunya menata hidupnya kembali dan membuang pemikiran korban akan kehancursn dunianya setelah kasus pemerkosaan terjadi pada dirinya. Mereka adalah manusia yang perlu diberikan bantuan secara psikologis bukan orang yang patut diberikan cemoohan atau pengucilan. Satu hal yang saya yakini adalah setiap orang bertindak didasari sebuah alasan terlepas dari alasan mereka yang negatif atau positif. kita sebagai calon psikolog nantinya harus menelisik lebih jauh tentang hal tersebut. Stop blaming the victim and make a better perceptions for her/ his about their future are our jobs.

21 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar