Kamis, 16 Mei 2013

Dilema Manusia Indonesia: Masturbasi, Dosa atau Tidak? (Melly Preston)

Sejak awal masuk ke Fakultas Psikologi, saya (dan semua mahasiswa psikologi) sudah dibekali dengan pengetahuan bahwa setiap manusia terlahir dengan membawa dua macam insting, yaitu life instinct dan death instinct. Dalam life instinct salah satunya terdapat keingingan untuk melakukan hubungan seksual. Hasrat seksual tersebut mulai memuncak sejak masa puber, alias remaja, hingga tua nanti. Jadi, artinya, sudah menjadi alaminya manusia untuk memiliki hasrat seksual yang ingin dipuaskan.

Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki budaya (dan agama) yang cukup ketat dalam mengatur tentang hubungan seksual antar manusianya. Budaya kita kurang lebih menyatakan seks itu adalah hal yang tidak patut untuk dibicarakan apalagi dilakukan sebelum menikah; bahkan hasrat atau dorongan seks itu sendiri terkadang dianggap sebagai hal kotor dalam diri manusia. Budaya ini ditanamkan oleh orang tua dan masyarakat kepada diri kita sejak kita kecil dan terbawa hingga sekarang.

Jadi, dengan budaya yang dipegang oleh masyarakat saat ini, apa yang harus kita lakukan saat insting bawaan manusia kita memuncak dan mendesak untuk dipuaskan? Seks sebelum menikah memang adalah hal yang tidak patut dilakukan karena akan lebih banyak menimbulkan dampak negatif daripada positifnya, seperti terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.

Bagi mereka yang sudah menikah, tentu mereka sudah memiliki outlet untuk memuaskan hasrat seksualnya, yaitu pasangan menikahnya.
Akan tetapi, bagaimana dengan para remaja dan dewasa yang belum menikah?

Berdasarkan apa yang telah saya pelajari, salah satu cara untuk melepaskan dorongan seksual yang dapat dilakukan oleh mereka yang belum menikah adalah masturbasi. Kalau kita bandingkan dengan teori (dari Freud) yang telah saya sebutkan di atas, maka seharusnya tidak ada yang salah dengan masturbasi karena itu adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan alami pada setiap manusia. Akan tetapi, masturbasi dalam budaya kita pun agaknya dianggap kotor atau tidak pantas untuk dilakukan. Kondisi seperti ini sering kali menimbulkan konflik dalam diri orang-orang di Indonesia mengenai masturbasi. Terkadang orang merasa bersalah setelah melakukan masturbasi atau bahkan merasa dirinya kotor dan berdosa karena melakukan hal tersebut.
Jadi, menurut hati nurani Anda sebagai manusia Indonesia, apakah melakukan masturbasi adalah dosa? 




Sebagai bahan pertimbangan, saya akan menuangkan ke dalam tulisan hal yang telah diungkapkan oleh Ci Tasya, asisten dosen kelas Perilaku Seksual, yang ia dapatkan langsung dari dosen kelas saya, Bu Henny.
Kurang lebih beliau berkata:
Di dalam kitab agama mana pun, tidak ada yang mengatakan bahwa masturbasi adalah dosa, betul? Namun, saat masturbasi kebanyakan orang akan membayangkan dirinya sedang melakukan hubungan seksual dengan orang lain, bukan sedang berbelanja atau belajar, kan? Berarti, kita “meminjam” orang tersebut untuk memuaskan kepentingan seksual sendiri sebab saat berfantasi kita membayangkan orang tersebut melakukan sesuatu pada diri kita yang sebetulnya tidak ia lakukan. Nah, di sanalah sebetulnya letak dosa itu berada.
Secara pribadi, menurut saya keputusan untuk masturbasi atau tidak tetap berada di tangan masing-masing. Akan lebih baik jika kita dapat mengendalikan diri termasuk dorongan-dorongan seks yang terus mendesak di saat kita belum memiliki outlet yang tepat untuk memuaskannya. Dan mungkin yang penting juga adalah bijak-bijaknya kita untuk memutuskan dan mempertimbangkan tidak hanya dampak dari tindakan yang kita lakukan, tetapi juga yang tidak kita lakukan. J

8 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar