Setting PIO :
Pada setting PIO adalah awal dari dimulainya praktikum pada
kelas Teknik Wawancara. Saya merasa pada saat menjadi pewawancara
mengenai bidang PIO saya merasa cemas dan tampak kaku untuk bertanya
kepada klien. Saya menguasai pelajaran teknik wawancara mengenai cara
yang tepat dalam mewawancarai klien tetapi pada saat saya langsung
dihadapkan pada praktik menjadi pewawancara, ternyata tidak mudah untuk
dibayangkan begitu saja. Intinya teori dan praktik itu dua hal yang
berbeda unutk di jalani. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk yang
terbaik pada saat menjadi pewawancara maupun perasaan khawatir akan
salah dalam berucap itu muncul.
Pada saat saya menjadi klien, saya menjawab secara bebas menurut
kemauan saya tetapi dalam arti mengikuti apa yang ditanya oleh
pewawancara. Saya juga merasa khawatir terhadap apa yang saya ucapkan
pada saat menjaid klien karena tidak ada terlebih dahulu skenario yang
akan ditanya :D, tetapi saya berusaha untuk semaksimal mungkin membantu
teman saya yang jadi pewawancara dalam mewawancarai saya.
Pada saat saya menjadi observer, saya merasa kurang sensitif dan
memahami apa yang sebaiknya observer miliki pada proses mengobservasi
pewawancara maupun saya telah mempelajari berbagai macam teknik
keterampilan observasi tetapi pada kenyataanya juga tidak semudah yang
dibayangkan pada saat di praktikkan. Pada pertama kali menjadi observer,
saya hanya tertawa-tertawa bersama teman-teman observer yang lain dalam
melihat pewawancara di klien di cermin satu arah dan sedikit
memperhatikan secara fokus pewawancara dalam hal apa yang mesti dinilai.
Jadi, pada setting PIO saya mendapat pelajaran tentang
bagaimana menjadi pewawancara dalam hal pekerjaan di perusahaan. Pada
setting berikutnya saya akan berusaha menjadi lebih baik dalam hal
menjadi pewawancara, observasi, dan klien( maupun sebenarnya menjadi
klien hanya membantu dan tidak dinilai :D). J
Setting Pendidikan :
Setting Pendidikan merupakan yang kedua dari praktikum PIO. Pada
setting ini saya merasa ada kemajuan dalam hal menjadi pewawancara dan
observer. Pada PIO kurangnya rasa sensitif dan fokus dalam mewawancarai
dan menilai pada saat menjadi obsever. Setting Pendidikan merupakan hal
yang saya sukai apalagi pada saat menjadi pewawancara karena saya
menyukai dan tertarik dalam bidang Psikologi Pendidikan yang mana
berhubungan dengan kualitas pengajaran disekolah,siswa-siswi,kemampuan
siswa-siswi dalam hal menyangkut pemahaman akan pelajaran di kelas,
bakat&minat siswa –siswi dan dan cara penilaian masing-maising
pelajaran. Pada saat saya menjadi pewawancara, saya merasa lebih santai
dalam menanggapi apa yang dikatakan oleh klien, lebih empati dalam hal
terjadinya misalkan kasus penurunan prestasi akademik dan mudah untuk
memberikan kesimpulan dan saran yang terbaik untuk klien.
Pada saat saya menjadi observer, masih memiliki kekurangan
dalam hal tidak begitu fokus dengan apa yang dibicarakan oleh
pewawancara, dan meniali perilaku pewawancara. Saya malahan lebih asyik
menertawai pewawancara dan klien yang saya observasi bersama teman teman
dikarenakan saya berpikir itu adalah hal yang lucu. Memang seharusnya
saya juga mengerti bahwa saya sebaiknya memahami pewawancara dalam hal
cara tindakan dia mewawancarai klien.
Pada saat saya menjadi klien, saya merasa lebih ada kemajuan
pada saat saya ditanya oleh pewawancara dan mengerti apa yan g sebaiknya
saya jawab hal ini dikarenakan saya sudah mengerti dunia sekolah itu
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru seperti apa ( guru pada saat
di sekolah dan di praktikum adalah psikolog ).
Jadi, saya merasa ada kemajuan pada setting Pendidikan, untuk
setting yang terakhir yaitu Klinis, saya akan berusaha semaksimal
mungkin yang terbaik pada saat menjadi pewawancara dan observer. J
Setting Klinis :
Setting Klinis adalah setting terakhir yang ada pada praktikum
matakuliah Teknik Wawancara. Pada setting klinis, saya merasa adanya
kemajuan lebih dibanidngkan setting-setting yang lalu yaitu PIO dan
Pendidikan. Beberapa kemajuannya sebagai halnya yaitu saya tidak begitu
canggung, kaku dan cemas terhadap praktikum saya sebagai pewawancara.
Saya lebih merasa santai sebagai pewawancara dalam mewawancarai klien.
Kemajuan lainnya yaitu saya membawa peralatan untuk mencatat hal-hal
penting di kertas yang berukuran lebih kecil dari praktikum-praktikum
setting yang lalu.
Pada awalnya saya merasa cemas terhadap ketiga setting praktikum
yaitu salah satunya adalah setting klinis karena saya lebih merasa jika
setting klinis memerlukan keahlian bertanya dalam wawancara, dapat
dikatakan setting klinis hal yang paling berat diantara setting lainnya
tetapi dalam kenyataan saya praktikum setting klinis, saya merasa santai
saja dan enjoy menjalaninya. Mungkin stimulus negatif dari pihak lain
yaitu teman-teman yang membuat setting klinis itu hal yang paling berat,
karena teman-teman juga mengkhatirkan setting klinis tersebut.
Sebenarnya menurut saya pribadi bahwa ada jalan menuju kemudahan didalam
kesukaran jika kita ingin mencoba dan berubah menjadi lebih baik.
Kesimpulan dari setting PIO, Pendidikan dan Klinis :
Praktikum yang ada pada setting-setting yang diberikan pada
matakuliah Teknik Wawancara memiliki nilai lebih dalam hal mendapatkan
ilmu mengenai teknik wawancara yang baik karena di matakulian Teknik
Wawancara ini adanya teori, dan praktik yang membuat kita tidak hanya
sekedar menghafal teori mengenai Teknik Wawancara tetapi juga
mempraktikannya kedalam masing-masing bidang Psikologi yang ada yaitu
PIO, Pendidikan dan Klinis. Maupun masing-masing dalam mempraktikannya
memiliki perbedaan taraf kemudahan dan kesukaran dalam menjalaninya.
Saya juga mendengar dari teman-teman yang sudah mengambil matakuliah
Teknik Wawancara bahwa matakuliah tersebut merupakan matakuliah yang
berat dalam hal belajar, dan praktiknya tetapi hal ini tergantung dari
masing-masing orang menanggapi hal tersebut.
21 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar