Pada bulan Mei, kelas Teknik Wawancara melakukan praktek wawancara dengan setting
PIO, Pendidikan dan klinis. Praktek dilakukan di lab konseling di
gedung K, lantai 2. Pada minggu pertama, kami melakukan wawancara dengan
topik rekrutmen karyawan (pio).Karena pio adalah minat saya, maka tidak
terlalu sulit untuk melakukan praktek wawancara dengan topik tersebut.
Pada minggu kedua adalah pendidikan. Topik dari wawancara pendidikan
adalah pemilihan jurusan perkuliahan. Pada saat SMA, saya pernah berada
dalam posisi wawancara sebagai siswa yang memilih jurusan kuliah. Maka
tidak terlalu sulit untuk menarik pertanyaan seputar topik tersebut.
Minggu ketiga adalah topik klinis, yaitu anoreksia. Jujur saya tidak
pernah memiliki bayangan wawancara klinis itu seperti apa dan bagaimana
menarik pertanyaan dari klien yang merasa dirinya tidak memilki masalah
dan merasa baik-baik saja. Hal tersebut yang membuat saya tidak dapat
berkonsentrasi selama melakukan wawancara karena klien merasa dirinya
baik-baik saja dan tidak mengetahui alasan mengapa ia datang ke
psikolog. Namun saya jadi belajar untuk menjaga mood dan suka duka
sebagai pewawancara.
Praktek wawancara selanjutnya adalah wawancara lansia.
Wawancara dengan lansia merupakan tugas akhir pada pelajaran teknik
wawancara. Pada wawancara awal, saya berganti subyek hingga 5 kali.
Tentu membuat sedikit frustasi mengingat ini sebagai tugas akhir. Pada
lansia pertama, sudah diwawancarai sekitar 3 atau 4 pertanyaan, lalu
mengatakan sesuatu yang tidak begitu jelas, dan setelah itu dia tidur.
Pada lansia kedua, ditanya tentang suatu pertanyaan, tetapi menjawabnya
tidak sesuai dan menggunakan bahasa Jawa. Pada lansia ketiga dan keempat
menolak diwawancarai. Anehnya sebelum saya memasuki satu ruangan,
lansia-lansia tersebut masih bangun. Setelah lansia keempat menolak,
saya menoleh ke arah samping, langsung tidur semua. Yaaa, mungkin itu
cara mereka menolak dengan halus. Saya mencari subyek kembali di tempat
yang tidak jauh dari ruangan tersebut, ketika sedang meminta izin untuk
diwawancara salah satu dari lansia tersebut, ada 1 penjaga yang
mengatakan jangan mewawancarai mereka karena sudah mengalami gangguan.
Akhirnya saya beralih mencari subyek seorang kakek-kakek. Saya melihat
ada satu kakek yang ramah dan bersedia untuk di wawancara dan orang itu
yang akhirnya yang menjadi subyek saya. Wawancara pun dimulai. Saya
menyiapkan sekitar 20 pertanyaan dan habis dalam waktu sekitar 12 menit.
Akhirnya saya terpaksa mencari pertanyaan berdasarkan pernyataan kakek
yang masih dapat dikembangkan. Sebelumnya, saya pernah mewawancarai
lansia pada kelas Gerontologi. Saya merasa orang yang berpendidikan dan
tidak dapat diketahui dari bagaimana ia mengungkapkan pendapat dan
perasaannya. Karena lansia-lansia yang saya wawancarai ada yang
berkuliah dan bersekolah Belanda, maka tidak sulit menarik jawaban
dengan hanya menggunakan open question. Namun kali ini, karena kakeknya tidak bersekolah, terlihat sulit melakukan open question. Sering kali, saya melakukan close question
dan berhati-hati dalam menanyakan. Namun saya salut dengan perjuangan
kakek tersebut selama hidup. Ia memberi nasehat agar saya memilki
hubungan intim dengan Tuhan dan memasrahkan segala sesuatu yang terjadi
kepada Tuhan. Ya, setidaknya dengan perjuangan mencari lansia untuk yang
diwawancarai, Tuhan menunjukkan kakek tersebut untuk mengajarkan
sesuatu kepada saya :)
22 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar